The Forecast

7 3 0
                                        

Aku bermimpi, seorang Vodun bernyanyi di hadapanku dengan mendayu-dayu. saat bangun aku diliputi pemikiran terkait kiamat di hari senin besok.

Sub Genre: Fantasy

***

Di atas rumput hijau aku terduduk manyaksikan lukisan senja. Burung yang beterbangan kembali ke sarang pun menjadi pemandangan indah bagai lukisan. Embusan angin yang menerpa dengan lembut membuatku tanpa sadar memejamkan mata.

Sentuhan sebuah benda lembut di pipi membuatku tersadar. Mataku menangkap bayangan seorang pria yang perlahan terlihat semakin jelas. Ia tersenyum dengan sorot mata yang terlihat lembut, "Sepertinya daun ini menyukaimu."

Aku tersenyum mendapati sikap lembutnya. Perasaan bahagia pun menyelimuti momen bersama pemuda itu. Kami menghabiskan banyak waktu tersama seolah ikatan kami telah tercipta begitu erat. Bahkan sesekali ia memberikan kecupan sembari mengucapkan kalimat indah.

Di antara momen bahagia ini awan gelap datang tanpa permisi. Angin kecang yang menerpa membawa serta dedaunan yang tak berdosa. Penduduk kota pun mulai bergerak, mencari tempat perlindungan dari amukan badai yang menghampiri.

Suara nyanyian yang terdengar samar membuatku melangkah meninggalkan pemuda itu. Semakin lama suara itu semakin keras dan terdengar mengerikan. Wujuh seorang dengan pakaian aneh kini terlihat. Aku menyipitkan mata menatap topeng mengerikan yang dikenakan orang itu.

Suara musik yang mengiringi membuatku mengedarkan pandangan. Namun, yang kulihat hanyalah sosok yang tengah bernyanyi dihadapanku itu bahkan sang pemuda entah kenapa perginya. Jantungku berdetak kencang tatkala orang yang tak kuketahui gendernya itu mulai menari. Suaranya pun kian melengking bersamaan dengan gerakannya yang tampak aneh dan mengerikan. Seperti mendukung aksi orang itu, angin pun membentuk pusaran gelap. Mengisolasiku bersama orang itu dari dunia luar.

"Hari yang melelahkan bagi semua orang akan menjadi akhir dunia!!" teriak orang itu.

Pusaran angin jadi semakin kuat hingga aku tak dapat membuka mata. Dalam hitungan detik orang itu berlari ke arahku. Membuatku bembatu, terkejut menatapnya yang dapat berpindah dengan cepat. Terlebih lagi wajahnya kini hanya berjarak beberapa sentimeter dariku.

"TIDAK AKAN ADA LAGI KELUHAN DARI PARA MANUSIAAA...."

Aku tersentak dan bangkit dari tidurku. Keringat yang bercucuran membuktikan betapa mengerikan mimpi yang kualami. Aku lirik jam digital yang berdiri kokoh di atas nakas.

Jam yang menunjukkan Hari Senin pukul 06.00 itu membuatku menghela napas. Mimpi yang seperti kutukan itu hampir membuatku mendapat teguran dari atasan. Tak ingin mempedulikan perasaan aneh ini, aku lantas bangkit dan bersiap menuju kantor.

Ding dong

Suara bel yang berbunyi membuatku meninggalkan sarapanku. Perlahan aku membuka pintu mencari tahun siapa yang hendak bertamu.

"Ka-kamu?!" Aku terdiam menatap pemuda yang tidak asing itu. Sulit dipercaya aku bertemu seseorang yang aku temui di dunia mimpi.

"Iya? Apa kita pernah bertemu sebelumnya?" tanya sang pemuda bingung.

Aku menggeleng cepat, "Tidak tidak. Wajahmu hanya mirip dengan seseorang yang aku kenal."

Pemuda itu tersenyum. "Ah iya, ini. Aku ingin menyapa sebagai tetangga baru. Aku tinggal di seberang, kamu bisa mampir lain kali," ujarnya sembari menyerahkan sebuah kantung kertas.

Tanpa banyak bicara aku menerima bingkisan itu sembari berterima kasih. Dari ambang pintu aku terus menatap punggung bidang yang berjalan menjauh. Senang rasanya bisa bertemu seseorang dari dalam mimpi, tetapi kekhawatiran tentu tak luput dariku. Terlebih lagi mimpi itu seakan menjadi pertanda yang baik sekaligus buruk.

***

"Kisi-kisi Cinta selalu datang tanpa kita sadari"

BibliothecaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang