BAB 16 : LIE

6 0 0
                                    


"Jadi sebenarnya, kamu ini kerja jam berapa hm?" tanya Jekey penasaran, sudah menunjukkan pukul tiga sore mereka dalam perjalanan menuju Heesan Hospital. Daritadi Aeranya itu tenang saja tidak terlihat dikejar waktu seperti biasanya.

"Jadwalku hari ini hanya sedikit sayang, ada operasi jam 4." Balas Aera santai, sebentar lagi juga sampai hospital, satu kali lampu lalu lintas, setelahnya adalah gedung rumah sakit Appanya.

"Sayang?" Jekey mengulang kalimat itu, menoleh pada Aera yang sekarang memalingkan muka karena merasa malu sedikit.

"Oh..." fokusnya Aera teralihkan, pada berita terkini yang tengah ditampilkan di layar besar ditengah gedung-gedung tinggi tak jauh dari perempatan lampu merah.

"Putri dari CEO ZEX Grup... Meninggal dunia karena luka tembak dibagian dada..." Aera membaca headline tulisan yang tertera disana, sambil sedikit mengerutkan kening.

"Siapa dia? Kamu kenal?" Jekey bertanya seolah dia tidak mengenal putri CEO itu, padahal baru semalam pria itu bertemu untuk pertama kali dan terakhir kalinya.

"Tidak, aku tidak mengenalnya." Sudah sampai di depan gedung hospital ternyata, sore ini tidak seperti biasanya, halaman didepan lobby dibanjiri oleh para wartawan yang sedang meliput. Entah meliput apa, namun sepertinya ada orang penting yang menjadi penyebab pusat keramaian tersebut.

"Turun tidak?" Jekey membuyarkan lamunan Aera.

"Iya bawel, turun kok." Aera membuka pintu mobil Jekey, langsung saja mengacir turun dari sana setelah memberikan rutinitas bucinnya yaitu mengecup pipi Jeon Jekey singkat.

Sementara yang dicium hanya mendengus seperti tidak menyukai padahal dalam hati sangat suka diberikan ciuman sayang seperti itu. Jekey pun mengendarai lagi mobilnya pergi dari kawasan Heesan Hospital.

Cho Jimin melihat Aera dari jauh, adiknya itu seperti kelinci yang hilang ditengah keramaian di depan lobby, menyelinap diantara para wartawan yang tengah meliput proses pengantaran jenazah putri seorang CEO perusahaan otomotif.

"Sini nanti kamu terjepit." Jimin menarik lengan adik tirinya lembut, membawa Aera menjauhi kerumunan orang-orang.

"Oh Oppa?" Aera menoleh pada Jimin dengan setelan kemeja putih dan celana hitam panjang tanpa jubah dokternya. "Apa mendiang gadis itu adalah kenalan Oppa yang Oppa maksud kemarin?" Jimin semalam sempat memberitahui Aera yang terjadi tentang alasan mengapa dia pergi duluan dari cafe meninggalkan adiknya sendirian. Nyatanya Aera tidak sendiri, ada Jekey juga disana.

"Ya, dia pasienku juga, semalam terkena luka tembak dibagian dada tiga kali. Sempat kritis namun siang ini tidak terselamatkan." Jelas Jimin dengan wajah yang menyiratkan kesedihan.

"Aera ya..." kemudian tangan Jimin ada di bahu Aera, merematnya kuat.

Aera menoleh, sambil menatap pada raut wajah Jimin yang saat ini susah sekali dibaca, terlihat lelah tapi masih tampan seperti biasa. "Ne Oppa? Ah sebentar, aku ada jadwal operasi Oppa aku harus segera bersiap-siap." Sambil menunjuk alarm di jadwalnya hari ini pada Jimin.

"Ah kalau begitu nanti kalau sudah selesai temui aku ya." Jimin pun melepas pegangan di bahu Aera. "Ini soal identitas pelaku penculikanmu tempo hari."

Mendengar itu jantung Aera seperti loncat dari tempatnya. Apa yang harus ia lakukan? Bagaimana jika Jimin sudah mengetahui identitas Jekey? Apa yang akan terjadi dengannya nanti... Dengan dirinya dan Jekey...

"Cho Aera? Kau mendengarku?" lamunan Aera buyar seketika mendengar suara seniornya. Saat ini dia sudah berada di ruang operasi, seperti yang dijadwalkan. Namun pikirannya masih berada di tempat lain.

SAVE METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang