💞 Sembilan 💞

14 16 0
                                    

"Dia yang tidak ingin kau terluka,"

*
*
*

Bel masuk telah berbunyi.

Semua murid telah memasuki ruang kelas masing-masing. Termasuk Rara dan teman-temannya. Setelah selesai makan bakso di kantin, mereka berpisah menuju kelas masing-masing.

Daniel berada di kelas 11 Ips 2 bersama Revo. Sedangkan Hyuga telah naik ke lantai atas menuju kelas 11 Ipa 1.

Rara, Rey dan yang lainnya kembali ke kelas mereka, 11 Ipa 2.

Dan sekarang Rara sedang duduk diam di bangkunya. Sesekali dia melirik ke pintu kelas menunggu munculnya pak Gugun, guru biologinya. Namun, bukannya guru berkepala gundul itu yang datang, di ambang pintu entah kenapa Bisma yang muncul.

Rara menatap heran ke arah ketua OSIS itu. Bisma kan dari Ips 2, kenapa dia ke kelas Ipa? Tidak hanya dirinya, tapi juga semua teman sekelasnya. Termasuk Rey yang langsung berdiri seolah menyadari situasi sekarang ini.

Bisma masuk perlahan sambil sesekali sedikit terengah-engah akibat dia berlari dari kantor guru hingga ke kelas ini. Wajahnya tampak lelah. Anak rambutnya sedikit berantakan. Namun bagaimana pun penampilannya, dia tetap terlihat rapi dan tampan.

Dia melangkah menuju meja yang berada di depan. Dari ambang pintu tadi, dia menatap Rara dengan tatapan tampak khawatir. Tapi dia tetap harus memberikan kunci itu ke Bayu, ketua kelas Ipa 2. 

Bayu menerimanya dengan alis yang terangkat.

"Itu kunci Laboratorium bio. Pak Gugun membatalkan ulangan biologi kalian. Beliau nyuruh gue manggil kalian semua ke lab sekarang. Bawa alat tulis untuk laporan aja. Sekarang kalian praktek pembedahan," terang Bisma dengan sangat jelas di telinga semua orang.

Terutama bagi Rey. Hal yang dikhawatirkannya sejak seminggu yang lalu ternyata terjadi.

Banyak anak yang bersorak senang. Tentu saja mereka senang, ulangan biologi yang sulit bagi mereka itu dibatalkan. Praktek di lab lebih menyenangkan bagi mereka daripada duduk diam di dalam kelas selama 2 jam, mengisi soal-soal yang hanya membuat sakit kepala mereka.

Mungkin lebih dari setengah orang yang senang dengan praktek ini. Semua fasilitas bedah di lab benar-benar lengkap. Mereka hanya perlu mengikuti instruksi dan menulis laporan pengamatan setelah itu.

Itu akan sangat menyenangkan bagi Rara jika tidak berhubungan dengan pembedahan organ.

Rey menoleh menatap Rara. Rara hanya terdiam di tempat duduknya. Dia menggenggam tangannya yang mulai menggigil dan menyembunyikannya di bawah meja. Rey tahu seperti apa perasaan Rara saat ini.

Rey tahu betapa takutnya Rara dengan darah. Gadis itu masih belum bisa menyembuhkan trauma masa kecilnya saat kecelakaan itu.

Rey mengulurkan tangannya menarik kedua telapak tangan Rara yang bergetar. Rara tersentak saat Rey menyentuhnya. Dia tersenyum menanggapi kekhawatiran Rey, namun dia segera menarik tangannya.

Rey terkesiap saat Rara menarik tangannya. Tergambar jelas kesedihan di wajah Rey. Rara menoleh ke samping karena tidak ingin melihat luka yang sudah pasti terpantul di kedua mata cowok itu.

Rey sedih melihat perubahan sikap Rara. Tangannya terkepal karena marah betapa bodohnya dia hingga membuat Rara sampai menjauhinya. Itu karena kejadian di kantin tadi.

Bagaimana pun dia mencari alasan, Rara pasti tahu perasaannya.

Rey meringis melihat Rara berusaha keras tampak baik-baik saja. Padahal Rey bisa melihat tangan kecil itu bergetar karena takut.

Semua anak sudah bersiap-siap bahkan mereka sudah langsung pergi meninggalkan kelas. Mereka sama sekali tidak menyadari salah satu temannya saat ini sedang berusaha menahan trauma buruk yang kapan pun bisa menyakitinya.

Hanya tersisa beberapa orang saja di kelas. Bisma, Bayu, Kirana, Salsa, Nayla, Rey dan Rara yang berusaha tampak baik-baik saja dengan segera mengambil alat tulisnya.

Bisma menatap Rara dengan sendu. Cowok itu menghela napas pelan lalu berujar, "Lo di UKS aja, Ra. Biar gue yang ngomong ke pak Gugun."

Rara menggeleng sambil tersenyum. "Thanks, Bisma. Gue gak papa. Lo bisa kembali ke kelas. Ini bukan masalah yang serius kok. Gue gak papa," ucap Rara sambil tersenyum. Siapapun yang melihatnya pasti tahu itu senyum yang dipaksakan.

Saat Rara mengatakan dia baik-baik saja, itu terdengar kebalikannya terutama bagi Rey dan Bisma. Tidak hanya Rey yang memiliki perasaan lebih pada Rara, Bisma pun juga menyukainya.

Kirana melangkah memeluk Rara. Dia tersenyum menenangkan sahabatnya itu. "Ayok ke lab. Kalau gak kuat, jangan ditahan, Ra," ucap Kirana.

Rara mengangguk. Mereka pergi ke lab diikuti Bisma yang mengekor di belakang Rara.

"Lo balik ke kelas aja," ucap Rey.

Bisma menyeringai tipis. "Kalau lo sampai buat Rara nangis, gue tabok lo," balas Bisma. Rey menyeringai sinis.

Mereka akhirnya sampai di depan laboratorium. 

Salsa membuka pintu lab dan mereka masuk. Pak Gugun sedang menulis di papan tulis tentang bagan laporan apa saja yang harus ditulis anak muridnya.

Gita yang sedang mengambil alkohol di rak menyadari kehadiran Bisma. Dia tersenyum, "Bisma? Lo gak balik ke kelas?" tanyanya heran. Jarak kelas Ips dengan lab cukup jauh. Dia khawatir jika Bisma dihukum karena telat masuk.

Bisma hanya tersenyum dan mengangguk sekilas sebelum menatap Rara kembali. "Ra, gue balik ke kelas dulu, ya? Please jangan maksain diri lo, Ra." Rara tersenyum menanggapi kekhawatirannya.

"Thanks, Bisma. Lo teman yang baik," ucap Rara sambil tersenyum tulus.

Hati Bisma sakit saat mendengarnya. Dan mungkin yang lain tidak menyadarinya tapi Gita jelas menyadari raut terluka di matanya. Gita meringis tipis melihat Bisma masih menyukai Rara meskipun Rara hanya menganggapnya sebagai seorang teman.

Tidak lebih.

'Lo benar-benar bodoh, Bisma,' Gita membuang muka karena hatinya saat ini benar-benar terasa sangat sakit.

Cowok yang selama ini selalu tersenyum padanya dan telah menjadi sahabatnya sejak SMP itu berubah saat bertemu Rara untuk pertama kalinya di MOS setahun yang lalu.

Sejak saat itu, Bisma selalu melihat Rara. Dan bahkan saat mereka terpilih sebagai kandidat OSIS terbaik pun, Bisma masih menyukai Rara. Dan Gita merasa seperti orang bodoh menyukai cowok yang ironisnya menyukai temannya sendiri.

Pak Gugun akhirnya telah selesai menulis bagan laporan. Dia berbalik dan menemukan Rara dan yang lainnnya masih berdiri di dekat pintu. Dia membenarkan letak kaca matanya dan berdehem hingga membuat semua orang melihat ke arahnya.

"Kenapa kalian masih di sana? Duduk bersama kelompok masing-masing!" ucap pak Gugun dengan suara khasnya yang berat. "Dan Bisma? Kenapa kamu masih di sini? Balik ke kelas sana!" Usir pak Gugun tanpa perlu mengucapkan terima kasih setelah menyuruhnya mengantarkan kunci.

Kirana dan Nayla mengangguk. "Baik Pak," jawab mereka serempak. Mereka menarik Rara untuk segera duduk bersama yang lain. Salsa menyentakkan tangan memberi isyarat pada Bisma bahwa dia harus segera pergi sebelum pak Gugun memarahinya.

Bisma dengan berat hati melangkah keluar. Namun dia sempat mengucapkan sesuatu pada Gita sebelum pergi dengan tergesa-gesa berlari menuju kelasnya. Pelajaran sejarah pak Rafa sudah dimulai sejak sepuluh menit yang lalu. Dia mengembuskan napas panjang menyadari dia akan mendapat hukuman dari guru killer itu.

Perasaannya tidak enak.

Tapi dia sama sekali tidak takut pada hukuman yang akan diterimanya sebentar lagi. Pikiran dan hatinya sedang kacau memikirkan entah apa yang akan terjadi pada Rara nanti.

"Semoga lo baik-baik aja, Ra. Tolong jangan sakit lagi."

***

QUEEN - MY LOVE(R) 💞Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang