💞 Tiga 💞

22 16 6
                                    

"Dia yang tak akan pernah meninggalkanmu,"

*
*
*

"Oh ya, Ma. Papa pulang besok kan?" tanya Rara, teringat bahwa besok jadwal kerja papa di luar kota berakhir.

"Iya, Sayang. Besok Papa sudah pulang," jawab Mama sambil tersenyum.

"Sudah dua minggu lebih papa tidak bisa pulang. Akhir-akhir ini papa memang banyak proyek yang mengharuskannya pergi ke luar-luar kota," tambah mama.

Rara mengangguk. "Semoga aja kerjaan papa cepat selesai," bisik Rara pelan namun mama masih bisa mendengarnya.

“Semoga iya, Sayang. Papa belum ngasih kabar pasti. Papa terlalu sibuk akhir-akhir ini,” jelas mama sambil menghela napas pelan.

Rara bisa melihat kecemasan di wajah mama. Satu hal yang selalu mama cemaskan adalah kesehatan papa. Mama cemas papa kurang tidur atau sering telat makan. Dan satu hal yang pasti membuat mama tenang meski papa jauh dari rumah, papa tidak akan selingkuh.

Sifat unik papa yang disukai Rara adalah betapa hangatnya papa pada keluarga, dan betapa dinginnya papa pada orang lain. Papa adalah sosok yang sangat bertanggung jawab dan setia. Sifat papa benar-benar menurun pada sifat Rey.

"Mama jangan khawatir, papa baik-baik aja. Kalau papa lupa nelpon, nanti Ra marahin papa," ungkap Rara dengan semangat. Mendengar perkataan Rara, Mama dan Rey tertawa.

"Baiklah, Sayang. Soal memarahi papa kamu jagonya," kata Mama sambil tertawa membayangkan betapa penurutnya suaminya pada Rara. Rey juga menambahkan, "Iya, Ma. Papa pasti gak akan bisa kalau Rara sampai ngambek," Mereka semua tertawa bersama, menikmati momen kebersamaan ini sebelum Rara dan Rey berangkat ke sekolah.

“Udah, nanti telat.” Rey bangkit dan salam pada mama, diikuti Rara yang tergesa-gesa menghabiskan susu terakhirnya.

“Ra, ke sekolah ya, Ma.” Rara menyalami tangan mama dan memeluk dan mencium mama. Sedangkan Rey sudah di garasi mengeluarkan sepeda motor.

“Iya, hati-hati ya, Sayang.” Mama mengantar sampai di depan gerbang.

Rey mengambil helm dan memasangkannya ke kepala Rara. "Gue bisa sendiri, Rey," protes Rara.

Namun, Rey hanya menyeringai melihat Rara yang cemberut. "Bisa apaan? Sampai sekarang lo gak bisa pasang helm sama sabuk pengaman, Ra," balas Rey sambil tertawa.

Rara menatap Rey kesal. Memang benar bahwa dia tidak bisa memasang helm dan sabuk pengaman dengan benar. Entah kenapa dia tidak bisa melakukan hal semudah itu. Semakin dipikirkannya, dia malah semakin kesal.

Namun, mungkin itu semua karena trauma yang sampai sekarang tidak pernah bisa dilupakannya. Saat kecelakaan itu terjadi, Rara berusaha keras melepas sabuk pengaman yang melilit tubuhnya demi meraih wajah ayah dan ibunya. Pengalaman tersebut membuatnya takut dan trauma dengan sabuk pengaman. Rey, yang tahu tentang hal tersebut, selalu memakaikannya pada Rara dan memastikan bahwa Rara aman dan selamat.

Prioritas pertama Rey adalah Rara sejak 12 tahun lalu sampai detik ini dan mungkin sampai kapanpun.

Jika harus berkata jujur, dia sangat membenci sabuk pengaman itu. Sabuk pengaman itu memang menyelamatkannya, tapi sabuk pengaman itu juga yang membuatnya menyesal karena tidak sempat memeluk ayah dan ibunya hingga saat terakhir sebelum dia koma dan tidak bisa melihat mereka lagi.

Karena itu, sampai sekarang, tangannya selalu gemetar saat menyentuh sabuk pengaman.

Tapi kenapa dia jadi tidak bisa memakai helm sendiri?

QUEEN - MY LOVE(R) 💞Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang