💞 Sebelas 💞

17 16 0
                                        

"Dia yang akan langsung memelukmu saat kau ketakutan,"

*
*
*

Rey membelalakkan mata saat melihat lantai putih itu telah digenangi darah segar.

Di sana berdiri Gita dengan wajah shock yang tampak pucat.

"Gue gak sengaja! Bukan gue! Tadi ada yang dorong punggung gue! Gue—" jelas Gita dengan wajah pucat. Suaranya bergetar karena ketakutan. Dia tak sanggup melanjutkan perkataannya saat melihat semua orang hanya menatap ke arahnya.

Sekujur tubuh Rara bergetar ketakutan melihat darah itu. Dadanya naik turun dengan napas terengah-engah. Tangannya menggigil meremas ujung roknya. Darah itu tumpah tepat di sampingnya. Bahkan rok dan kaus kaki putihnya terkena percikan darah ikan itu.

Semua orang beralih menatapnya. Rara benar-benar ketakutan hingga pupil matanya sampai bergetar. Bagaimana pun dia berusaha membuang muka, mengalihkan pandangan dari darah itu tapi tubuhnya seakan mati rasa di tempat. Kakinya seakan lumpuh tidak mampu digerakkannya. Lalu detik berikutnya dia terjatuh mengejutkan semua orang.

Kejadian itu terjadi begitu cepat hingga Kirana dan Salsa terlambat menyadari bahwa Rara melihat itu semua. Mereka sadar setelah Rara jatuh tepat di samping mereka.

"RA!" pekik Kirana dan Salsa bersamaan dengan pekikan teman lainnya.

Kejadian itu juga terjadi begitu cepat bersamaan saat Rey muncul. Dia membelalakkan mata saat melihat Rara terjatuh hampir pingsan. Di detik itu juga dia berlari sekencang-kencangnya ke arah Rara. Dia bahkan tidak memedulikan genangan darah itu. Dunianya seakan berhenti dan di matanya hanya ada Rara.

Rey menepis Kirana dan Salsa yang sedang memeluk Rara. Jika situasinya tidak dalam keadaan seperti ini, mereka sudah pasti akan menonjok muka Rey bersama-sama. Enak saja Rey datang-datang menyipak mereka seakan-akan mereka makhluk pengganggu dan tidak diperlukan.

Wajah Rey benar-benar pucat melihat keadaan Rara yang ketakutan. Rara sampai menangis melihat genangan darah itu. Seluruh tubuhnya bergetar. Napasnya sesak seakan seluruh oksigen di dunia ini lenyap seketika. Mencekiknya tanpa ampun dengan begitu kejamnya.

Rey memeluk Rara menutupi penglihatan Rara dari genangan darah itu. Rara terlalu shock saat ini. Dia terus menangis. Setiap detik tangisan kecil Rara seakan menusuk telinganya dan menyayat hatinya.

"Gue di sini, Ra," lirih Rey dengan mata berkaca-kaca. "Gue di sini. Lo akan baik-baik aja, Ra. Gue di sini," ulang Rey menenangkan Rara. Dia memeluk Rara begitu erat.

Rara terus menangis di pelukannya. Bayangan kecelakaan 12 tahun yang lalu menghujaminya tanpa ampun. Dia menangis mendengar tangisannya sendiri terngiang-ngiang di telingannya saat dia mati-matian berusaha melepas sabuk pengaman demi memeluk ayah dan ibunya.

Tubuh kecilnya terlalu lemah. Rey membiarkan Rara bersandar di pelukannya. Lebih baik gadis itu tertidur daripada tersiksa ketakutan seperti ini. Dia terus mengelus lembut rambut Rara, dan terus membisikkan hal yang sama berulang kali tiada henti.

"Gue di sini, Ra. Gue di sini,"

Pak Gugun lalu datang, bersama anak cowok lainnya. Mereka semua terkejut melihat apa yang terjadi saat ini. Terutama saat melihat genangan darah segar yang menodai lantai porselen putih itu. Pak Gugun melangkah mendekati kerumunan dan menghampiri Gita karena hanya Gita sendiri yang berdiri tepat di depan genangan darah itu.

"Ada apa ini?" tanya pak Gugun ingin tahu apa yang sedang terjadi.

Namun Gita tidak mampu menjawab karena dia shock melihat kondisi Rara yang ketakutan melihat darah. Silvi yang berdiri tepat di samping pak Gugun membantu menjelaskannya.

"Gita hendak membuang darah ikan tadi ke luar, Pak," ucap Silvi menjawab pertanyaan pak Gugun.

"Tapi tiba-tiba darah itu tumpah, hingga mengejutkan kami, Pak. Kami tidak menyaksikannya langsung, Pak. Tapi Gita bilang ada yang mendorongnya hingga dia menjatuhkan baskom itu tanpa sengaja," jelas Silvi dengan detail.

Semua anak cewek mengangguk membenarkan perkataan Silvi. Memang benar, tidak ada seorang pun yang menyaksikan saat Gita tanpa sengaja menjatuhkan baskom berisi darah ikan itu. Gita menoleh ke belakang dan menatap semua temannya yang lain. Semuanya menatapnya dengan tatapan aku-tidak-tahu.

"Sumpah, bukan gue! Tadi memang ada orang yang ngedorong gue. Gue hampir jatuh kalau kaki gue gak seimbang, tadi. Siapa yang dorong gue, hah?!" tanya Gita frustasi. Napasnya tidak beraturan karena dia takut difitnah dan disalahkan. Padahal dia tidak melakukan hal bodoh itu.

Semuanya saling memandang satu sama lain. Mereka menggeleng tidak tahu.

Gita menatap semua temannya tidak percaya. "Salah satu dari kalian pelakunya! Gue gak nyangka ada yang sengaja melakukan hal jahat kek gini. Gue sadar pas gue lewat gak ada orang lain di jalan sini. Tapi tiba-tiba gue di dorong dari belakang. Itu jelas sengaja, kan?"

Gita menatap tajam ke semua teman ceweknya yang berada di sisi sebelah kanan. Silvi memegang tangan Gita menenangkannya. Dia yakin Gita tak mungkin melakukan hal itu dan berpura-pura ada yang mendorongnya. Dia bisa melihat kesungguhan di mata Gita. Wakil ketua OSIS itu paling anti dengan pembulian pada teman. Dia bahkan terlihat merasa bersalah pada Rara yang ketakutan.

"Ada 15 cewek di kelas ini. 6 cewek sisi kiri ini sudah jelas bukan pelakunya," ucap Silvi. Dua kelompok di sisi kiri termasuk kelompok Rara, Kirana, Salsa, dan kelompok Silvi sudah jelas bukan pelakunya.

"Sisi kanan termasuk kelompok Gita adalah tersangka," ucap Salsa membuat semua anak cewek di kelompok kanan terkejut dan menggeleng takut.

"9 anak cewek di tiga kelompok ini ikut gue menghadap bu Tika di ruang BK. Termasuk lo, Gita. Lo bisa menjadi korban atau mungkin pelaku. Kalian semua langsung ke sana, sekarang!" ujar Bayu mengambil keputusan sebagai ketua kelas.

"Kalau kalian gak bersalah, gak usah takut. Kalian tau kan, Bu Tika pendeteksi kejujuran terbaik? Semua persaksian kalian menjadi bukti atau malah menjadi senjata bagi kalian. Lebih baik mengaku saja daripada hukuman kalian makin berat," ucap silvi menenangkan.

Orang yang sama sekali tidak bersalah dan bahkan sama sekali tidak tahu, tidak akan takut. Pelaku sebenarnya pasti sedang ketakutan sekarang. Silvi tahu itu. Dia sudah berhubungan dengan banyak orang sejak menjadi ketua humas sejak kelas satu SMP dulu hingga kini. Itu sangat mudah karena dia terbiasa membaca gerak-gerik orang lain.

Dan dari tadi, Silvi telah menangkap satu orang yang daritadi terus menatap Rara di antara 9 temannya itu. Namun dia sedikit heran. Dia sama sekali tidak melihat sedikit pun rasa takut di mata temannya itu.

Perasaannya tidak enak.

Apa mungkin dia salah orang?

Apapun itu, Bu Tika, guru BK mereka pasti bisa menemukan pelakunya.

***

QUEEN - MY LOVE(R) 💞Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang