"Teman hebat yang kau miliki,"
*
*
*
Silvi sama sekali tidak bisa duduk tenang seperti ini.
Bukan karena pelajaran matematika. Dia sama sekali tidak kesulitan. Dia cukup pintar untuk anak yang selalu masuk sepuluh besar di kelas.
Juga bukan karena Bu Sari yang terlalu baik sampai tidak pernah sekali pun menghukum muridnya yang mengantuk di jam pelajarannya. Seperti Salsa yang saat ini entah sudah berapa kali terkantuk-kantuk sambil mengerjakan latihan soal.
Atau Aya yang saat ini malah asyik mengganggu Bayu dengan terus bertanya ini dan itu. Silvi tahu Aya memang pernah menyukai Bayu, namun gadis itu hanya suka diperhatikan seperti saat ini.
Dia tidak bisa tenang karena sejak tadi pikirannya dipenuhi banyak tanda tanya yang dia sendiri tidak tahu jawabannya.
Kenapa dia bisa setenang itu?
Silvi sejak tadi diam-diam memperhatikan teman ceweknya itu. Dia yang duduk di belakang ini bisa memperhatikan semua gerak-gerik siapa pun. Keningnya terus saja berkerut dan sejak tadi entah sudah berapa kali dia memijat pelipisnya.
Dia sempat menatap ke luar jendela dan tersentak saat matanya menangkap Bu Tika tengah berjalan melewati lorong kelas mereka. Silvi tertegun selama sesaat dan menyadari gerakan kecil yang tak biasa itu.
Orang lain yang melihat sekilas mungkin tidak akan sadar. Namun dia sudah bertahun-tahun memperhatikan orang lain. Bukankah dia cukup terlatih untuk masalah itu?
Dia sadar Bu Tika berjalan sedikit lambat daripada biasanya. Bu Tika hanya memandang sekilas dan itu benar-benar tepat ke arah sana.
Ke tempat duduk temannya itu.
Lalu di detik berikutnya Bu Tika menatap ke arahnya. Hanya satu detik namun dia bisa membaca tatapan tak biasa itu. Silvi pura-pura menguap saat menyadari ada yang memperhatikannya setelah kepergian Bu Tika.
Benar. Dari tempat duduk itu.
Berarti firasatnya benar. Sejak tadi dia diawasi karena mungkin temannya itu tahu dia terbiasa memperhatikan orang lain.
Dan pelaku tidak akan nyaman jika diperhatikan.
Silvi sangat ingin keluar dari kelas ini saat ini juga untuk menemui Bu Tika bertanya maksud Bu Tika sama sekali tidak menyebut siapa pelakunya.
Dia cukup mengenal sifat gurunya itu. Bu Tika cukup terlatih memperhatikan semua orang bahkan untuk hal terkecil sekalipun, beliau akan sangat mudah tahu siapa yang berkata bohong dan siapa yang mengatakan kejujuran.
Lalu terlintas ide di kepalanya untuk pura-pura izin ke toilet. Lalu menemui Bu Tika di ruang BK. Dia hendak mengangkat tangan meminta izin namun segera diurungkannya saat seseorang tiba-tiba muncul di ambang pintu.
"Permisi Bu, Silviana dipanggil Bu Dewi soal proposal Festival," ucap Risa, anggota humas Ipa 3 sambil melihat ke arah Silvi yang tampak kaget.
Bu Sari tersenyum dan mengangguk. "Oh iya, silahkan. Silviana?" tanya Bu Sari. Silvi langsung menyahut. "Ya, Bu," dan segera mengambil beberapa lembar kertas dari dalam tasnya. Dan melangkah pergi ke luar kelas setelah pamit ke Bu Sari.
Dia benar-benar terkejut, bukankah Bu Dewi sudah mengoreksi proposalnya dan menyuruhnya mengetik ulang karena ada perencanaan tambahan tadi pagi?
Saat dia sedang bertanya-tanya tiba-tiba tangannya ditarik cepat oleh Risa. Dia hampir saja protes sebelum menyadari ternyata Bu Tika sedang duduk di kursi itu.
Eh, bukankah itu memang kursi beliau?
Silvi mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan. Dia tersentak kaget melihat ruangan yang dimasukinya ini ternyata ruang BK. Risa menggeleng ke arahnya. "Lo mikirin apa sih sampai melamun gitu? Padahal gue kira lo bakal protes karena jalan terus sampai ke sini," bisik Risa.
Lalu dia menoleh ke arah Bu Tika yang tersenyum padanya. "Ini Silvi-nya Bu," ucap Risa sambil tersenyum dan sedikit mendorong temannya itu untuk semakin mendekat ke guru BK mereka itu.
Bu Tika tersenyum lalu mengizinkan Risa pergi kembali ke kelas setelah berterima kasih dan meminta maaf telah menyuruhnya berbohong. Bu Tika hanya mengatakan bahwa ini terpaksa dilakukannya demi bisa menemui Silvi tanpa ada yang curiga.
Risa hanya mengangguk paham lalu kembali ke kelas. Dia tipe anak murid yang taat pada guru. Dia tidak suka kepo dan tak akan peduli pada hal yang tidak berhubungan dengannya.
Setelah kepergian Risa, Bu Tika tersenyum menatap Silvi yang tampak lega.
"Ibu tahu kamu menyadarinya, Nak," ucap Bu Tika tanpa basa-basi. "Kamu mencurigai temanmu itu, kan?" tanya Bu Tika lalu membisikkan sesuatu di telinga Silvi.
Silvi sempat melotot selama sesaat lalu mengangguk hati-hati. "Jadi Ibu tahu?" tanyanya kemudian.
Bu Tika mengangguk lalu menghela napas panjang.
"Ibu sudah mengintrogasi semua temanmu itu. Dari 9 temanmu itu, memang ada satu yang berbohong," jelas Bu Tika dengan raut wajah serius.
"Tapi satu hal yang tidak bisa Ibu buktikan, pernyataan Ibu sendiri. Tidak ada bukti atau saksi. Ibu tidak bisa menunjuk pelaku hanya dari keahlian Ibu saja. Ibu bisa-bisa dituntut. Temanmu itu, membuat Ibu takut, Nak," ucap Bu Tika pada akhirnya dengan wajah sedih.
Silvi tertegun mendengar penjelasan gurunya itu. "Saya juga, Bu. Tidak ada sedikit pun ketakutan di matanya, Bu. Dia bahkan dengan mudahnya berbaur dan berpura-pura menjadi korban. Lalu akhirnya memanipulasi temannya sendiri untuk mencurigai yang lain," jelas Silvi sambil bergidik ngeri membayangkan senyum tipis milik temannya itu.
Bu Tika memegang tangan Silvi dan menatapnya dengan lembut. "Ibu benar-benar minta tolong padamu, Nak. Cuma kamu yang bisa mengamati detail kecil yang tidak diperhatikan orang lain. Tolong gagalkan semua rencana jahatnya," ucap Bu Tika dengan nada serius.
"Ibu yakin dia tidak akan berbuat hal ekstrem begitu saja. Dia tipe anak yang suka playing victim dan lebih suka melihat orang yang dibencinya perlahan-lahan tersiksa," jelas Bu Tika dengan rahang yang sedikit mengeras. Silvi bisa melihat ketakutan dari gurunya itu. Dia mengangguk dan tersenyum menenangkan gurunya itu.
"Kamu jangan sampai ketahuan. Ibu bisa membaca dia tipe yang akan menyingkirkan siapapun yang menghalanginya," ujar Bu Tika sambil mengusap bahu Silvi.
"Ingat, Nak. Dia orang yang suka menyimpan dendam dan suka melihat korbannya terluka, namun tetap menyembuhkannya, tapi untuk segera menyakitinya lagi,"
Silvi mengangguk. Setelah itu Bu Tika menyuruhnya untuk segera kembali ke kelas sebelum dia dicurigai.
Saat dia berjalan di lorong dan hendak memasuki kelas tiba-tiba dia dikejutkan oleh Gita.
"Apa kata Bu Tika? Dia tahu pelakunya?" bisik Gita membuat Silvi tersentak kaget.
Gita tersenyum.
Silvi terdiam selama beberapa saat. Jantungnya berdegup kencang.
"Semua cewek yang menyukai 4 cowok terpopuler di sekolah ini, jelas membenci Rara,"
Ucapan Bu Tika terus terngiang-ngiang di kepalanya.
Leher Silvi serasa tercekik. Dia dengan susah payah menelan salivanya. Dia tahu jelas dan menyadari bahwa Gita selama ini menyukai Bisma bahkan sejak 5 tahun yang lalu.
Sedangkan Bisma menyukai Rara.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
QUEEN - MY LOVE(R) 💞
Fiksi RemajaThis story is MINE. Don't copy anything! © Hak Cipta Dilindungi Undang-undang QUEEN - MY LOVE(R) Rara adalah gadis periang yang disukai banyak orang. Dia cantik, pintar, dan populer sebagai vokalis di band Starlight yang terkenal se-intra SMA Permat...
