💞 Dua belas 💞

16 16 0
                                    

"Dia yang selalu bisa kau andalkan,"

*
*
*

Pak Gugun mengusap frustasi kepala gundulnya. Dia mendekat menghampiri Rey yang sedang memeluk Rara.

Pak Gugun menghela napas berat. "Bagaimana kondisi, Ratu?" tanya pak Gugun pada Rey.

"Rara tidak sadarkan diri, Pak," jawab Rey pelan. Dia tidak mau membangunkan Rara.

Pak Gugun mengangguk pelan lalu berujar, "Bawa dia ke UKS."

Pak Gugun menggeleng tidak percaya. "Kalian ini sekelas. Bisa-bisanya kalian bersikap buruk seperti ini pada teman kalian sendiri. Mulai hari ini, semua CCTV yang rusak harus diperbaiki!" ucap pak Gugun sambil menatap CCTV di sudut ruangan yang cukup lama rusak.

"Bapak sama sekali tidak menduga ada yang berani-beraninya melakukan ini di ruang lab Bapak!" ucap pak Gugun marah menatap tajam semua muridnya.

"Kelas selesai! Dan Bayu, Bapak serahkan masalah ini pada kalian. Bapak peringatkan, jangan sampai masalah ini dibicarakan orang luar, mengerti? Awas kalau kalian sibuk bergosip tentang kejadian di lab Bapak!" ujar pak Gugun lalu melangkah pergi meninggalkan lab dengan wajah marah.

Semua anak menghela napas panjang dan saling menatap satu sama lain. Lalu Aya yang sejak tadi berusaha menahan diri karena ada pak Gugun akhirnya berseru frustasi.

"Siapa yang tega ngelakuin hal seburuk ini pada Rara, Hah?!" teriak Aya dengan marah tapi segera mengecilkan suaranya karena melihat tatapan melotot Kirana dan Salsa padanya. Terutama Rey yang terlihat begitu menakutkan saat ini.

"Gue gak nyangka di barisan ini ada makhluk yang gak pantas disebut manusia! Kalian semua tahu Rara phobia darah. Wah benar-benar deh. Kami yang gak bersalah juga kena," erang Aya frustasi. "Cepetan semua ke ruang BK!" ujarnya sambil berdiri menatap semua temannya.

9 teman cewek mereka itu segera beranjak meninggalkan lab menuju ruang BK bersama Bayu. Kirana tiba-tiba berujar saat menyadari sesuatu.

"Nay? Lo di sana?" ucap Kirana terkejut seakan baru menyadarinya. Lalu dia menoleh menatap Salsa, "Sa, temenin Nayla gih," ucapnya.

Salsa mengangguk. "Bentar lagi kami nyusul. Kalau Rara udah sadar kasih tau gue. Kasian Rara," ujar Salsa sedih melihat keadaan sahabatnya itu. Kirana mengangguk.

"Gue gak papa, Sa," ucap Nayla saat Salsa menggandeng tangannya keluar. Salsa tersenyum sambil menggeleng. "Kita gak akan pernah ninggalin satu sama lain dalam keadaan apapun. Lo jangan khawatir, Bu Tika gak galak kok," terang Salsa sambil tertawa menenangkan Nayla. Nayla tersenyum dan mengangguk, "Thanks. Kasian Rara," bisiknya pelan.

Mereka semua akhirnya meninggalkan lab. Silvi menyuruh kedua teman sekelompoknya itu untuk kembali ke kelas terlebih dahulu. Mereka mengangguk dan keluar meninggalkan lab bersama dengan anak cowok yang lain.

Rey menahan lembut kepala Rara. Dia menatap sendu pada wajah pucat Rara yang terlihat sangat lelah. Ada bekas air mata di sana. Rey menggertakkan gigi menahan amarah karena dia sama sekali tidak menyangka ada yang berniat menyakiti Rara. Bahkan orang itu berada di kelas ini, teman cewek mereka sendiri.

Rey dengan hati-hati menaruh kepala Rara di pangkuannya lalu dengan satu gerakan dia berhasil menggendong Rara ala bride style. Kirana mengulum senyum kecil melihatnya. Seandainya dia dalam situasi normal sudah pasti dia akan menggoda Rey yang memperlakukan Rara dengan begitu romantis.

Tapi dia tidak mungkin senyum-senyum seperti orang gila saat sahabat baiknya tengah pingsan setelah shock akibat trauma saat ini. Dia masih memiliki akal sehatnya. Dia membantu Rey merapikan anak rambut Rara. Dan mengangguk saat Rey hendak membawa Rara keluar menuju UKS.

Dia dan Silvi mengikuti Rey dari belakang. Mereka tampak khawatir saat menuruni tangga yang cukup banyak mengingat ruang lab biologi ini berada di lantai dua. Namun mereka akhirnya bernapas lega melihat Rey sama sekali tidak kesulitan menggendong Rara bahkan saat menuruni anak tangga.

Rey benar-benar memang bisa diandalkan.

Setelah mereka keluar dari gedung lab, mereka terpaksa melewati gedung kelas 11 karena UKS berada tepat di ujung lorong lantai satu. Namun sialnya bel berbunyi tepat saat mereka hampir tiba di gedung kelas 11.

Rey mempercepat langkahnya karena dia tidak ingin siapapun melihat kondisi Rara seperti ini. Akan terjadi kehebohan massal mengingat betapa populernya Rara di sekolah. Silvi dan Kirana tahu itu, mereka segera berdiri di ujung tangga saat anak-anak yang lain hendak turun menuju kantin.

"Tunggu guys! Kalian jangan turun dulu!" teriak Kirana sambil merentangkan tangan di tengah tangga.

"Kenapa woy? Gue laper nih!" tanya salah satu anak cowok di depannya sambil memegang perutnya.

Kirana tak tahu harus menjawab apa. Jadi dia hanya menjawab asal-asalan apapun yang terlintas di otaknya saat ini.

"ADA ULAR! ULAR KOBRA SEGEDE KAKI GUE DI BAWAH WOY!" pekik Kirana hingga membuat heboh semua orang di atas sana. Mereka menjerit dan segera menjauh dari tangga. Namun tidak dengan beberapa anak cowok yang bandelnya minta ampun. Bukannya takut, mereka malah mendesak ingin turun untuk melihatnya.

"Mana-mana? Biar gue tangkep!"

"KOBRA CUY! Hp mana Hp?"

"Emang kaki lo segede apaan, Kirana?" tanya salah satu anak Ips 1 yang bernama Gion itu dengan wajah kepo menatap kaki Kirana. Detik berikutnya Kirana meninju perut cowok itu hingga ia meringis kesakitan.

"DASAR MONYET MESUM! GUE TENDANG JUGA MASA DEPAN LO ENTAR!" teriak Kirana marah dengan mata melotot membuat semua cowok di depannya bergidik ngeri hingga menjauh sambil menutupi milik mereka.

Sori sori saja, mereka tidak akan mau mencari gara-gara jika yang dipertaruhkan adalah masa depan mereka. Mereka kan ingin menjadi laki-laki dengan masa depan cerah bersinar. Mereka tidak bodoh seperti Gion yang malah melotot membalas perkataan Kirana karena mengatainya monyet. Tapi siapa sih yang tidak marah jika dikatai monyet?

"Siapa yang lo bilang monyet, hah?!" tantangnya.

"LO! BERUK AFRIKA!" balas Kirana dengan mata yang lebih melotot. Silvi tadi hampir tertawa terbahak-bahak saat mendengar semua perkataan absurd Kirana. Namun sebelum Kirana mendapat masalah dia segera menarik tangan Kirana menjauhi Gion yang tampak murka mendengar dia dipanggil beruk afrika.

Harga dirinya benar-benar tertohok karena bisa-bisanya dia cowok tampan berkulit putih itu dipanggil beruk afrika. Dia kan tidak hitam.

Kirana benar-benar buta warna.

"Ularnya udah pergi, guys," ucap Silvi sambil tersenyum menarik Kirana meski gadis itu ogah-ogahan dan tetap melotot ke arah Gion.

Mereka segera menyusul Rey ke UKS setelah memastikan Rey tidak terlihat lagi. Namun tiba-tiba seseorang menyentak tangan Kirana hingga cewek itu mengaduh dan melotot kembali untuk melihat siapa makhluk yang berani-beraninya menyentak tangannya tanpa sopan santun.

***

QUEEN - MY LOVE(R) 💞Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang