💞 Tujuh 💞

15 16 4
                                    

"Dia yang menyadari perasaanmu,"

*
*
*

R

ara menatap Rey yang sedang fokus mencatat rumus fisika di sampingnya. Dia bingung, sejak bel berbunyi tadi hingga sekarang, Rey tidak banyak bicara.

'Apa karena Daniel?'

'Apakah Rey dan Daniel bertengkar lagi?'

Rara menghela napas panjang. Dia meletakkan pulpennya. Dia tidak bisa fokus menyalin rumus yang ditulis pak Al di papan tulis. Bagaimana dia bisa fokus jika selama dua jam ini Rey hanya diam saja? Seolah-olah tidak memedulikannya. Dia kan bukan makhluk transparan yang tidak perlu diacuhkan.

Rara menoleh ke samping menatap Kirana yang juga sedang fokus menulis. Sedangkan Salsa lebih sering menguap dan sibuk memainkan pulpennya daripada menyalin.

Nayla yang duduk di belakang Kirana juga sama. Dia tentu saja murid teladan yang sangat rajin dan semangat belajar. Nayla telah selesai menyalin rumus di papan tulis dan sekarang sepertinya dia sedang sibuk mengerjakan latihan soal. Rara tersenyum kecut melihat betapa gigihnya Nayla dalam belajar.

Sedangkan dia daritadi tidak bisa fokus gara-gara Rey yang mendadak saja bersikap aneh, tidak seperti biasanya.

Rara mengembuskan napas panjang entah untuk yang keberapa kalinya.

"Ada apa Ratu? Kamu daritadi seperti orang yang meratapi hidup saja," tutur pak Al tiba-tiba memecah keheningan kelas.

Semua orang tentu saja menoleh ke arahnya gara-gara gurunya itu. Terlebih karena pak Al suka sekali memanggil Rara dengan nama aslinya 'Ratu'. Padahal kan Rara lebih nyaman dipanggil dengan sebutan 'Rara' saja.

Sebutan 'Ratu' itu terlalu formal baginya. 

Rara tampak salah tingkah saat semua orang menatap heran ke arahnya. Ah, kecuali Rey yang sama sekali tidak menghiraukan perkataan pak Al. Dia masih fokus dengan buku catatannya.

"Ngg, nggak ada, Pak. Saya cuma, cuma..." Rara berusaha berpikir keras. Entah kenapa kepalanya mendadak kosong saat ini. Dan entah kenapa dia perlu memberikan alasannya. Padahal dia hanya perlu menjawab 'Tidak ada Pak'.

Tanpa berpikir panjang Rara terpaksa menjawab dengan apapun yang terlintas di otaknya. Sesuatu yang setelah itu disesalinya mati-matian.

"Sedang bernapas aja Pak!" jawabnya kemudian.

Semua orang tertawa mendengarnya. Bahkan pak Al, guru Fisika mereka itu sampai terpingkal-pingkal memegang perutnya. Beliau bahkan sampai menitikkan air mata.

"Kamu, sedang bernapas? Ahahaha..." pak Al masih menikmati kelucuan itu. Bahkan setelah beberapa saat dia masih tertawa. Padahal semua anak muridnya yang lain sudah diam.

Salsa menggeleng melihat gurunya itu. "Pak Al bener-bener receh banget, deh," bisiknya ke Kirana. Dibalas Kirana dengan anggukan. Dia tersenyum kecil menahan tawa melihat sikap berlebihan guru mereka itu.

Padahal tadi Salsa dan Aya lah yang tertawa paling keras di kelas ini. Maklum mereka berdua seperti anak kembar yang tidak identik. Sifat mereka yang blak-blakan dan jujur dalam mengekspresikan diri memang sama. Hanya saja Salsa sedikit tomboy sedangkan Aya feminim yang tidak ada malu-malunya.

Kirana menoleh ke samping menatap Rara yang terlihat jelas menahan malu. "Lo kenapa, Ra? Gak kayak biasanya," Kirana tertawa kecil sambil berbisik.

Rara menggeleng dan memilih menyembunyikan wajahnya di atas meja. Dia merutuki jawaban bodohnya yang entah kenapa bisa terlintas di kepalanya.

Rey tersenyum kecil menahan diri untuk tidak tertawa. Tangannya yang memegang pulpen bergetar. Tanpa sadar dia mendengus pelan menahan tawa.

Rara sontak memalingkan wajahnya menatap Rey ke samping. Bibirnya cemberut melihat Rey yang diam-diam mengulum senyum. Dia tahu Rey hendak menertawakannya. Dan dia jadi makin kesal karena Rey masih tidak melihat ke arahnya.

"Reyyy," rengek Rara pelan.

Rey tahu dia tidak bisa menahannya lagi. Dia tersenyum. Tapi dia masih tidak menatap Rara.

"Hm?"

"Lo marah ke gue atau ke Daniel? Kalau ke gue, gue minta maaf walaupun gue gak tahu salah apa," lirihnya. "Kalau ke Daniel, lo jahat banget nyuekin gue daritadi!" seru Rara sambil membuang muka.

Rey langsung menoleh menatap Rara. Tapi Rara membuang muka darinya. Rey membuang napas pelan lalu menyentuh tangan Rara di atas meja. 

"Maaf, Ra," bisiknya pelan. Rara mendengarnya tapi dia masih tidak mau melihat Rey. Rey menyeringai tipis. "Lo gak salah. Gue gak marah ke lo, Ra," ucapnya pelan sambil mengelus lembut tangan Rara.

Rara akhirnya menoleh menatap Rey. Rey tersenyum padanya. Rara tahu Rey itu tampan. Rey bahkan disukai oleh hampir semua cewek di sekolah ini. Jadi sudah jelas matanya sama sekali tidak bermasalah. Seperti sekarang ini, Rey tersenyum manis seperti itu, siapa yang tidak akan terpesona dengan ketampanan itu?

Tapi bukan senyum itu yang mengusik Rara.

Dari jarak sedekat ini dia bisa melihat senyum Rey yang entah kenapa baginya terlihat sedih. Rara menatap mata Rey. Dia bisa melihat kesedihan di kedua manik cokelat itu. Rara tidak pernah salah mengartikan perasaan Rey selama ini. Dia tahu Rey menyembunyikan sesuatu yang membuatnya sedih saat ini.

"Rey, latihan hari ini cancel aja?" tanyanya tiba-tiba.

Rey sempat terkejut mendengarnya selama sesaat. Rara masih menatapnya, menunggu jawabannya. Dia tahu Rara menyadari perasaannya yang sedang buruk. Percuma juga dia berpura-pura baik-baik saja.

"Hm," Rey tersenyum dan memilih mengangguk saja. Rara tersenyum melihatnya.

Bel istirahat pun berbunyi. Pak Al keluar dari kelas. Namun sebelum keluar beliau sempat memberitahukan sesuatu yang hampir saja dilupakannya.

"Kerjakan pr 10 soal latihan bab tadi. Pertemuan berikutnya kita bahas. Jangan sampai ada yang berdiri di depan kelas ya! Atau Bapak hukum berdiri satu kaki, mengerti?"

"Yaahhh!" erang kebanyakan anak.

"Baik, Pak," jawab Bayu, si ketua kelas dengan patuh.

Pak Al pun keluar dari kelas bersama anak-anak lain yang segera beranjak menuju kantin.

Salsa merenggangkan otot tangannya yang terasa kebas. Kirana berbalik menghadap Nayla yang sudah selesai membereskan buku pelajarannya. "Yuk, makan bakso, Nay! Salsa yang traktir," ucap Kirana sambil tertawa. Nayla mengangguk senang.

"Yoi, cusss! Gue laper banget. Yuk Ra!" ajak Salsa sambil menarik tangan Rara untuk melangkah dengan cepat.

Rara menoleh ke Rey dan mendapati Rey mengangguk sambil tersenyum. Rey berjalan di sebelah Rara. Mereka berlima meninggalkan kelas untuk menuju ke kantin sekolah. Perut mereka sudah bergejolak minta diisi sesegera mungkin.

***

QUEEN - MY LOVE(R) 💞Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang