Bab 14 Tangisan tanpa Suara

117 102 20
                                    

Hai hai guys

Gimana nih kabarnya?

Semoga kabar baik ya dan tetep sehat selalu supaya bisa baca cerita ini sampe end xixixi

Suka??
Vote

Gak suka??
Tetep vote wkwkwk

Karena vote dan komen kalian sangat berharga buat aku.

Tetep bersyukur apapun yang terjadi .

Dan juga tetep sabar okee

°
°
°
Happy reading 🍁

Hari demi hari berlalu ,Dita mengikuti alur perjalanan hidupnya. Ia terjatuh dalam keadaan yang begitu menyakitkan hingga untuk menikmati hidup terasa sangat sulit. Ia lemah dan ia merupakan seorang anak yang masih membutuhkan kasih sayang dari kelurganya yang sesungguhnya.

Dita merasa hampa jika tidak ada sosok Ayah di sampingnya. Dita masih mengingat semua kepingan-kepingan masa itu. Kepingan kaca yang masih membekas dalam ingatan dan sulit untuk dilupakan.

Ia mengingat kembali ditempat  dimana saat hari bahagianya. Orang tuanya menemani ia dengan senang hati. Namun sekarang kenangan itu hanya akan menjadi sebuah kenangan dan tak akan mungkin untuk terjadi lagi.

Ia duduk di pojok yang gelap dan mulai menangis dibawah suara hujan yang begitu deras dan menatap langit yang dihiasi oleh awan hitam. Dita memeluk lutut dan berkata.

“ Ayah, kapan Ayah pulang kerumah ?”. Dia menginginkan Ayahnya pulang dan kembali seperti dulu.

Angin menghembus dengan lembut namun mampu menggetarkan tubuhnya. Dita hanya mengusap-usap lengannya yang terasa sangat dingin. Dita tidak memperdulikan kesehatannya sama sekali. Ia masih terus-terusan menangis tanpa hentinya.

Dirinya sangat merindukan sosok Ayah yang pernah membuatnya bahagia, namun sekarang Ayahnya yang membuat luka sedalam ini. Kapan ia bisa merasakan kasih sayang dari seorang Ayah yang tulus. ini semakin tenggelam, gelap dan tak berpenghuni, hanya suara hujan yang sangat deras.

Entah kenapa dirinya tak bisatidur.  Malam ini tak seperti malam-malam biasanya, lebih gelap dan semakin gelap dan sunyi, Dita masuk ke kamar lalu mematikan lampu kamar dan mencoba untuk memejamkan matanya.

Tapi ternyata jiwa semakin menerawang kearah jalanan yang sunyi. Malam ini semakin tenggelam, gelap dan tak berpenghuni, hanya suara hujan yang sangat deras. Entah kenapa dirinya tak bisa tidur.
     
Dita kembali duduk, ia tak bisa memejamkan matanya. Batinnya sedari tadi menangis, lalu Dita hanya menatap foto Ayahnya yang ada diatas nakas. Ia memeluk erat foto ayahnya. Susah payah ia menahan tangisan. Namun ia tak bisa menahannya lagi.

Tangisan pecah begitu saja sambil memeluk foto itu. Tak ada satupun orang dirumah itu yang mendengar dirinya sedang menangis, karena suara derasnya hujan mengalahkan suara tangisannya. Batin Dita tak henti-hentinya bertanya.

“Apa Ayah akan kembali lagi ? apa ia tidak akan merasakan kasih sayang seorang ayah lagi ? apa keluarganya akan semakin hancur ?” pertanyaan yang membuatnya terpaksa berpikir membuat kepala Dita pusing.

Ia hanya bisa pasrah dan menyerahkan semuanya kepada Tuhan yang Maha Esa. Dirinya hanya bisa menjalani alur kehidupan ini dengan penuh kesabaran. Maupun alur kehidupannya senang ataupun sedih ia harus menjalankannya.
     
Suasana hujan mulai mereda. Dita terus-terusan menangis tanpa menghiraukan kondisi Ibu dan Nenek yang sedang berbincang diruang tamu, tiba-tiba mendengar suara tangisan dari kamar Dita.

Dina melirik jam dinding ruang tamu yang menunjukkan pukul 23.00. Dina dan En bergegas menghampiri Dita. Sesampainya di depan kamar Dita, mereka langsung masuk ke kamar. Terlihat sekeliling sangat gelap, hanya cahaya bulan yang menerangi kamar itu.

Terlihat Dita yang duduk bersandar diatas kasur sambil memeluk foto Ayahnya. Dengan melihat hal itu Dina merasa bersalah besar. Seandainya kejadian itu tidak terjadi pasti keadaan gadis kecilnya tidak akan seperti ini.

Dina mengambil foto itu dan kembali meletakkannya di atas nakas, dan membenarkan posisi gadis kecilnya supaya tidur dengan nyenyak. Terlihat Dita tidur sambil tersedu-sedu. Dina mengusap lembut kepala gadis kecilnya dan menyelimuti tubuh Dita agar tidak kedinginan. 

En juga merasa tidak tega melihat cucunya yang sudah tidur dengan tersedu-sedu.  Ia menyuruh Dina untuk keluar kamar agar Dita bisa tidur dengan lelap.

“Kamu lihat sendirikan akibatnya jika kamu dan Farid berpisah, siapa yang jadi korbannya. Ingat kalian punya seorang anak yang cantik dan baik. Apa kamu tega melihat anakmu tidur dengan kesedihan seperti itu” marah En kepada Dina.

Dina yang mendengar tutur kata ibunya hanya bisa menunduk, ia tahu jika dirinya salah. Ia tidak tahu harus bagaimana sekarang ini.

“Maafkan Dina Bu” mohonnya.

“Kamu tidak perlu minta maaf pada Ibu, seharusnya kamu minta maaf kepada anakmu Dita” balas En sambil menutup pintu kamarnya.
    
En merebahkan tubuhnya disamping Dita. Ia melihat wajah cantik Dita yang sudah pucat karena sedari tadi menangis.

“Kasihan kamu nak, akibat ulah orang tuamu kamu yang menjadi korbannya”.

****

Oke guys sampe sini dulu

Menurut kalian cerita ini terlalu singkat gak sih?

°
°
°
Titip pesan buat Dita? Komen ya

Titip pesan buat Dina? Komen ya

Titip pesan buat En? Komen jugaa

Titip pesan buat Farid ? Komen oke
°
°
°

Komen aja ya kasih kritik tentang cerita ini

Spam komen okee 👌🏻

Follow akun ini yaa

Kalo mau kenalan lebih dekat boleh dm telegram : Mila Naura

Pasti dibales kok tenang aja 👌🏻

Harus spam komen karena ini maksa titik!

⚠️ Vote , share , dan komen!

Bye bye bye

Sampai jumpa lagi 🍁

𝐒𝐀𝐌𝐔𝐃𝐑𝐀 𝐊𝐄𝐑𝐈𝐍𝐃𝐔𝐀𝐍 [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang