34. Red Line

37 6 0
                                    

Halo?
Jangan lupa klik bintang dan berikan komentar!
Selamat membaca :-)

______________________________________________

Wajah pucat itu terus meringis menahan perih yang melilit perut. Pegal merambat dari pinggang menuju telapak kaki. Denyut terus menyerang kepala. Sementara badan lemas tak bertenaga. Sungguh, mengapa menstruasi hari pertama harus se-menyiksa ini? Sana ingin berbaring di kasur seharian. Namun, ia ingat pembalutnya hanya tersisa satu. Mau tidak mau gadis itu harus membangkitkan tubuh yang lunglai agar dapat membeli pembalut cukup banyak mengingat periode menstruasinya selalu lebih dari seminggu.

Melajukan sepeda motor dengan kecepatan selamban siput,—tidak, itu berlebihan— Sana menatap jalanan dengan tidak bersemangat. Matahari siang ini begitu terik, makin mengikis tenaga yang sudah ia kumpulkan dengan susah payah dibantu sekotak sedang susu cair rasa cokelat.

Setibanya di minimarket, Sana segera mengambil dua kotak besar pembalut ekstrak daun sirih yang biasa ia beli. Kemudian meraih satu pint besar es krim rasa cokelat dan beberapa batang cokelat tanpa campuran kacang. Haruskah Sana juga membeli minuman untuk menstruasi yang terpajang di rak minimarket? Ah, tidak dulu. Ia khawatir minuman kemasan seperti itu diam-diam dicampuri dengan bahan pengawet dan bahan kurang sehat lain yang akan meninggalkan efek samping jika diminum dalam jangka panjang. Sana lalu teringat pada kompres praktis yang dapat memberikan rasa hangat untuk perut nyeri, yang pernah dilihatnya dari tayangan televisi. Adakah kompres haid seperti itu di minimarket yang ia kunjungi ini?

Berkeliling dengan malas, akhirnya Sana memutuskan membawa keranjang belanja pada kasir untuk ia bayar. Biarlah, kompres haid yang dicarinya tadi akan ia tanyakan nanti pada apotek di dekat sini.

Baru beberapa meter motor Sana berjalan, mata lelahnya menangkap keberadaan sebuah apotek yang sepi. Ia pun membelokkan kendaraan roda duanya ke toko obat tersebut. Saat memarkirkan motor, Sana baru menyadari ada sebuah mobil hitam yang meninggalkan pelataran apotek. Kaca mobil tersebut dalam kondisi terbuka sehingga Sana dapat melihat sesosok wanita berkacamata hitam yang mengendarai mobil tersebut. Mirip Esmeralda?

***

Pukul 10 pagi Sana mendapati wajah pucat Esmeralda berdiri di depan unit apartemen Dean. Setelah dipersilakan untuk masuk, Esmeralda duduk di ruang tamu dengan aroma/aura tegang mengelilinginya. Sana segera memanggil Dean yang masih berada di kamar sebab ini merupakan akhir pekan. Tidak lama setelah itu, Dean membawa Esmeralda memasuki kamar lelaki itu. Sana pun melanjutkan mengerjakan tugas Housekeeper sambil berusaha meredam rasa penasarannya.

Sekitar satu jam kemudian, Dean dan kekasihnya keluar dari kamar dengan raut yang .. bagaimana Sana menjelaskannya? Mereka seperti habis mendapat kabar mengejutkan yang mengguncang jiwa—tidak, ini berlebihan. Kedua sejoli itu terlihat seperti habis mendengar kabar yang tidak diinginkan. Kabar apakah itu?

Selanjutnya, Dean pergi bersama Esmeralda setelah memastikan penampilan mereka tidak akan dikenali oleh orang-orang di luar sana. Meninggalkan Sana dengan kepala dipenuhi tanda tanya.

***

Dean baru kembali ke unit apartemen beberapa jam setelahnya. Ekspresi terguncang—biarkan Sana menyebutnya begitu—di wajah lelaki itu jelas menunjukkan ada masalah cukup berat tersimpan di sana. Ini tidak mungkin berkaitan dengan urusan pekerjaan. Sana mulai mengaktifkan jiwa detektifnya—jangan bayangkan detektif sungguhan, Sana hanya menerka-nerka. Jika bukan tentang pekerjaan, apakah ini terkait pernikahan bisnis? Siapa tahu Esmeralda dijodohkan dengan putra dari rekan bisnis ayah wanita itu? Seperti pada novel-novel yang pernah Sana baca di suatu platform digital. Namun, sepertinya hal yang menimpa Dean jauh lebih berat. Urusan pernikahan bisnis tentu bukan sesuatu yang asing atau mengejutkan bagi orang yang berkecimpung di dunia perkantoran. Lalu, perihal apa? Haruskah Sana bertanya? Tidak, itu terlalu ikut campur. Ia hanya pekerja di sini.

***

H

ingga malam, keadaan Dean makin kacau. Wajahnya kusut, terlihat sekali sedang banyak pikiran. Sana tidak tahan berdiam diri saja. Mengedepankan nurani, akhirnya gadis itu memberanikan diri untuk bertanya, "Kak?" Dean menoleh dengan lemas. Memandang Sana dengan tatapan kosong, nanar. Seharian ini ia melupakan keberadaan gadis itu di unit ini.

"Kak Dean ... ada masalah?" Haruskah Dean bercerita? Ia bahkan masih sulit mempercayai kabar yang dibawa oleh Esmeralda. Jika ia membaginya pada Sana, bukankah mimpi buruk tersebut akan menjadi nyata?

Melihat Sana yang menunggu dengan sabar, Dean jadi tak tega. Menarik napas untuk mengisi rongga paru-paru yang terasa penuh sesak, Dean memaksakan lidah untuk mengeluarkan beberapa patah kata. Namun, mulut yang sudah terbuka rupanya sulit menghasilkan suara. Ternyata sesusah ini untuk mengungkapkan hal yang sedari pagi menggelayuti pundak. Beberapa detik dengan mulut terbuka yang menggantung, Dean memilih merapatkan bibir kembali.

Sana melihat ada banyak keraguan di mata suami kontraknya. Apa masalah kali ini ... begitu sulit? Haruskah Sana menemukan jawabannya sendiri? "Kalau Kak Dean nggak mau jawab, nggak papa kok. Maaf ya, Kak, udah nanya-nanya. Sana izin ke kamar ya, Kak. Selamat malam," pamit Sana setelah merasa tidak enak sudah menanyakan urusan pribadi milik Dean. Ia pun berlalu hendak menuju kamarnya sendiri.

Begitu berbalik, Sana mendengar bunyi pintu yang ditutup, ia menerka Dean telah memasuki kamar lelaki itu. Masalah yang sedang dihadapi oleh Dean pasti berat sekali sampai-sampai lelaki itu tampak murung seharian. Semoga Dean segera menemukan solusi untuk segala permasalahan yang menghampiri lelaki itu.

Ketukan pelan yang menghinggapi bahu menghentikan gerakan jemari Sana memutar kenop pintu kamarnya. Ia menemukan Dean berdiri di belakangnya dengan tangan menunjukkan benda pipih panjang yang membuat mata Sana membulat, Itu ... bukannya testpack? Pada barang tersebut, ia melihat dua garis merah yang membuat matanya semakin melebar. Jangan bilang ....

***

Bersambung ....

Sana : Work, Marriage, LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang