3. Alasan Sana

175 37 10
                                    

Halo 💜
Untuk yang membaca, memberi vote dan komentar pada cerita ini, saya ucapkan terima kasih banyak.

Ajak teman kalian untuk membaca cerita ini juga ya?

Oke?

Kita lanjut.

Seperti biasa, jangan lupa klik bintang dan beri komentar.

Selamat membaca 💜😊

__________________________________

Dean Evano menjalankan mobil menuju kantor miliknya dengan pikiran yang masih tertinggal di kafe yang ia kunjungi beberapa detik lalu. Kenapa Sana nolak tawaran gue, ya?
Apa yang cewek itu pikirin?

Ketika kendaraannya berhenti tepat di dekat rambu-rambu lalu lintas, Dean menemukan sebuah mobil yang tidak asing dari kaca spionnya. Mobil tersebut berada tepat di belakang pemuda itu. Membuatnya dapat melihat plat nomor kendaraan tersebut. Plat nomornya nggak asing .... pikirnya sebelum melajukan mobil setelah melihat lampu merah berganti warna hijau.

Di tengah kegiatannya mengemudi, mata pemuda itu terus tertuju pada mobil yang sejak tadi berada di jalur yang sama dengannya. Gue diikutin? terka pemuda itu sembari sesekali melirik kaca spion. Jangan-jangan suruhannya ayah. Wah ..., Ingatannya mendadak berpindah pada map yang tersimpan di dalam tas. Gue nggak boleh bawa map ini ke kantor. Bisa gawat kalau ada yang liat terus lapor ke ayah. Dean berpikir keras untuk menyelamatkan map miliknya. Sampai sebuah nama melintas di kepala.


***

Aira bergegas keluar dari rumah setelah mendapat telepon dari Dean yang memberitahu akan menemuinya untuk menitipkan sesuatu.

Selang beberapa menit, gadis itu melihat mobil Dean mendekat ke arahnya. "Ayo masuk, Ra?" ajak Dean yang membuat Aira mengerutkan dahi. "Hm?"

"Masuk ke mobil," jelas Dean tidak sabar. Aira segera memasuki mobil pemuda itu setelah memahami maksudnya. "Ada apa, kak?" tanya Aira setelah duduk di samping kursi kemudi.

Tanpa basa-basi, Dean menyerahkan sebuah map ke tangan Aira "Saya titip ini," ujar pemuda itu. Aira terkejut melihat benda di tangannya. "Ini apa?"

"Itu surat perjanjian pernikahan kontrak." Mata Aira kontan membulat. Ditatapnya map yang kini berada di tangan dan membuka untuk melihat isinya.

"Saya baru aja nemuin Sana, tapi dia masih keberatan nerima tawaran itu." Aira menoleh pada Dean. Kemudian pikiran gadis itu berkelana pada sang sahabat.

"Kalau kamu tau alasan Sana nolak tawaran ini, kasih tau saya, ya?" pinta Dean. Aira tertegun. Sebelum akhirnya mengangguk.

***

Sejak kepergian Dean beberapa detik lalu, Aira masih termangu di depan rumahnya sembari menatap map titipan Dean di tangan. Mendadak Ia ingin menemui Sana namun takut sahabatnya akan salah paham.

Ponsel di saku celananya tiba-tiba berdering. Aira segera memeriksanya dan menemukan nama seseorang yang tengah ia pikirkan muncul di sana. "Halo, Na?" sapanya pada sosok di seberang telepon.


"Ra, kamu dimana?" Suara sang sahabat terdengar lirih dan membuat Aira menebak-nebak bagaimana perasaan Sana saat ini. "Aku di rumah," jawabnya.


"Aku mau ke sana." Hal yang ingin ia lakukan ternyata juga singgah di kepala Sana. "Ya udah. Main aja." Aira ingin mendengar keluh kesah sang sahabat yang sudah lama tidak menjadikannya sebagai teman curhat.


***

Sana tiba di rumah Aira beberapa menit setelah menelepon. Ia datang dengan wajah redup yang terbaca oleh mata Aira. "Kenapa?" Aira menaruh gelas berisi es sirup di depan Sana. Minuman yang segera Sana sesap sebelum menjawab pertanyaan Aira. "Aku ketemu Dean," jawab Sana setelah menarik napas berat. "Kamu tau itu?" tanya gadis itu kemudian.


Aira terdiam sesaat. "Awalnya aku nggak tau, tapi tadi kak Dean ke sini. Dia nitip surat perjanjian pernikahan kontrak. Sekalian ngasih tau kalau dia abis nemuin kamu." Sana menatap sepenuhnya ke arah Aira. "Dia nitip ke kamu?" Aira menganggukkan kepala. "Iya. Aku juga kaget. Katanya sih biar aman."


Sana termenung sesaat. Teringat perkataan Dean yang menyebutkan bahwa gerak-gerik pemuda itu diawasi oleh suruhan ayahnya setelah kedapatan memacari putri saingan sang ayah.

Mendaratkan punggung pada sandaran sofa, Sana menghela napas. "Salah nggak sih kalau aku nolak tawaran ini?" tanya gadis itu seraya melirik sang sahabat. Aira merenung sebelum bertanya. "Apa yang bikin kamu nolak tawaran ini?"

Hening sejenak. Aira menanti jawaban Sana yang terlihat memandang ke satu titik.

"Banyak." Sana menjawab pelan. Mengambil jeda, gadis itu melanjutkan. "Aku ... aku takut ... baper." Suaranya melirih di akhir. Aira mendengarkan dalam diam. Membiarkan Sana mengeluarkan segala hal yang merisaukan gadis itu. "Aku ... takut, keluarganya nggak nerima aku."

Sana menghadapkan tubuh pada Aira. "Kamu tau 'kan aku anak panti? Apa yang bakal mereka pikirin kalau Dean nikah sama aku? Gimana kalau mereka ngira aku ngincer harta mereka?" Sana menunjukkan raut frustasi. "Lagipula, kalau pernikahan ini berakhir, aku bakal jadi janda. Aku nggak siap." Menatap Aira lagi, Sana melontarkan pertanyaan. "Siapa yang siap jadi janda di usia muda? Siapa yang mau jadi janda?" Aira terdiam. "Aku nggak mau jadi janda, Ra. Aku nggak mau." Sana menggeleng-gelengkan kepala dengan tegas. "Kalau aku jadi janda, apa yang bakal orang pikirin tentang aku? Apa yang bakal hinggap di kepala orang kalau aku jadi janda muda?" tanya Sana.

"Kamu pernah nonton sinetron 'kan? Janda muda biasanya suka digosipin. Dituduh nggak benerlah, penggodalah, apalah, itulah," Sana menjeda sesaat dengan raut kesalnya. "Kalau aku jadi janda, belum tentu aku bisa nikah lagi. Belum tentu aku bakal dapat cowok lajang. Yang ada malah dapat duda nanti." Aira hanya menyimak curhatan acak Sana. Sahabatnya kembali terlihat menghela napas. "Aku juga nggak siap hidup di kontrakan. Nggak mungkin 'kan kalau aku balik lagi ke panti? Malu. Nanti kalau orang panti nanya-nanya kenapa aku cerai, aku harus jawab apa?" Keduanya lalu terdiam.

"Kamu yakin, nolak tawaran ini?" tanya Aira memastikan. Sana merasa bimbang memutuskan. Di satu sisi, Ia sedikit tertarik pada keuntungan yang ditawarkan, tetapi di sisi lain, ia takut tidak dapat menjalankan pernikahan sesuai dengan perjanjian. Terlebih ia tidak tahu akan bagaimana menjalani hidupnya setelah pernikahan berakhir.

"Ya udah, kalau kamu emang bener-bener keberatan, kamu bisa nolak. Toh, yang akan menjalani itu kamu. Kamu yang bakal merasakan. Jadi, apapun keputusan kamu, aku akan tetap jadi teman kamu yang selalu memberi kekuatan dan semangat. Jangan khawatir."

________BERSAMBUNG__________

Halo 💜
Jangan lupa vote dan komen 😊
Terimakasih sudah berkunjung ☺️

Sana : Work, Marriage, LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang