[Jakarta, 2011]
TERNYATA menjadi siswa SMA rasanya biasa saja. Tidak seistimewa yang diceritakan novel-novel dan serial televisi. Setidaknya bagi Aresa. Atau mungkin ia hanya merasa iri dengki melihat tetangga depan rumahnya—gebetannya—yang sepertinya menikmati masa SMA penuh romansa.
Sepertinya sih ini semua karena sisa rasa cemburu semalam. Aresa baru saja menyelesaikan satu film yang sangat menyedihkan hingga membuat matanya sembab, saat ia memilih mencari udara segar di beranda kamarnya.
Angin senja kala itu terasa sepoi-sepoi, menerbangkan helai rambut Aresa yang mulai memanjang.
Sedang asyik menikmati langit yang berlukiskan semburat jingga, tiba-tiba kedua netranya menangkap sosok familiar baru saja keluar dari rumah depan.
Itu gebetannya.
Namun bukan itu yang membuat kening Aresa mengerut tidak suka, melainkan sosok manis yang berjalan di belakang sang pujaan hati.
"Pacaran terusss!" cibir Aresa.
Sebetulnya ia hanya syirik, karena merasa seharusnya ia yang berada di sana, bergandengan tangan dengan senyum merekah pada bibir keduanya.
"Anjrit! Harus banget nepuk-nepuk rambutnya." Aresa masih betah mengamati. Padahal hatinya sudah meronta ingin lari masuk ke dalam kamarnya, lalu memutar lagu Ingin Ku Bunuh Pacarmu.
Tak tahan melihat adegan layaknya FTV di depan rumahnya, Aresa memutuskan untuk masuk ke rumah, menanggalkan niatnya untuk mencari angin. Jadi itulah salah satu alasan mengapa seharian ini Aresa tampak sensitif.
Dan sekarang suasana hati Aresa semakin tidak baik saat ia baru ingat ia harus berangkat naik bus karena papanya semalam harus dinas ke luar kota. Mama Windi juga tidak mungkin mengantar karena beliau tidak bisa naik motor, sedangkan di rumah saat ini hanya ada kendaraan roda dua tersebut.
Tadinya sih mau minta bareng Hema, tapi sahabatnya itu sok-sokan ikut Paskibra jadi harus berangkat lebih awal karena upacara. Oh, dan jangan tanya mengapa Aresa tidak naik motor sendiri karena ia belum cukup usia. Meski Aresa pernah merengek untuk diijinkan naik motor seperti tetangga depannya, tapi kedua orang tuanya cukup tegas untuk tidak membiarkan anaknya mengemudi kendaraan sebelum mempunyai Surat Ijin Mengemudi.
"Hadeh...."
Aresa melangkah pelan menyusuri jalan kompleks perumahannya. Beberapa kali helaan napas terdengar dari mulutnya. Malas sekali Aresa rasanya harus berdesakan naik bus.
Tin!
Ini siapa lagi? Beraninya mengganggu Aresa yang sedang dalam suasana hati yang buruk?
Tin! Tin!
Apalagi ini?
Aresa kesal. Ia menoleh dengan wajah galak, bersiap akan mengumpati siapapun yang mengganggu jalannya. Namun urung karena melihat siapa si empu yang terus menerus menyalakan klakson ke arahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
✅️ FIRST AND LAST | NOREN (REPUBLISH)
FanficKata orang, cinta pertama tidak akan pernah tergantikan. Dan Aresa setuju. Baginya, cinta pertamanya datang saat dirinya masih bocah ingusan yang duduk di bangku SD. Terdengar seperti bualan cinta monyet remaja tapi begitulah kenyataannya. Aresa jat...