Kata orang, cinta pertama tidak akan pernah tergantikan. Dan Aresa setuju. Baginya, cinta pertamanya datang saat dirinya masih bocah ingusan yang duduk di bangku SD. Terdengar seperti bualan cinta monyet remaja tapi begitulah kenyataannya. Aresa jat...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
[Jakarta, 2013]
DEG.
Iya, gue suka Kak Mana.
Gue suka Kak Mana.
Suka Kak Mana.
Kak Mana.
Argh!
Sesak sekali. Jantung Ganesh berdegup sangat kencang. Nafasnya memburu. Dadanya bergemuruh. Ia tidak mungkin salah dengar. Barusan... Aresa mengatakan ia menyukai Mana? Abangnya?
"Res? Lo... serius? Suka sama Bang Mana?" tanya Ganesh—dalam hati memanjatkan doa, berharap Aresa hanya bercanda.
"Gue emang suka Kak Mana. Kak Mana baik banget sama gue. Gue berasa punya sosok kakak yang selama ini nggak gue miliki," ucap Aresa.
Ganesh memejamkan matanya sejenak. Dadanya masih bergemuruh. Kepalanya seketika terasa pening. Ia belum mengerti. Jadi maksud Aresa apa?
"Gue anak tunggal, Nesh. Dari dulu gue pengen punya saudara, tapi nggak dikabulin. Karena itu gue selalu menganggap Kak Mana adalah sosok saudara yang gue inginkan dari dulu," lanjut Aresa.
Ganesh terdiam. Otaknya serasa membeku. Ia belum bisa mencerna maksud Aresa. "Jadi maksudnya, lo suka sama Bang Mana sebagai saudara? Sebagai kakak lo?" tanya Ganesh, mencoba meyakinkan pendengarannya.
Aresa tertawa pelan. "Ya iyalah. Lo pikir emangnya gue suka yang gimana? Pengen pacaran sama Kak Mana? Ada ada aja lo! Mana mungkin gue pacaran sama kakak gue."
Astaga!
Semesta pasti sedang bercanda pada Ganesh. Jantungnya sudah hampir melompat dari tempatnya tadi saat Aresa mengatakan, "Iya, gue suka Kak Mana." Jadi selama ini Ganesh salah? Aresa tidak pernah menyukai kakaknya seperti yang ia kira? Kedekatan mereka—yang sampai membuatnya cemburu menguras hati seperti judul lagu Vidi Aldiano itu hanyalah sebatas kakak dan adik?
"Lagian kenapa sih, Nesh?" tanya Aresa lagi—penasaran mengapa Ganesh tiba-tiba bertingkah seperti ini.
Kepala Ganesh yang masih nyaman diletakkan di atas kaki Aresa, membuat kedua netranya langsung bertatapan dengan mata Aresa—yang kini tengah menunduk melihatnya.
Ganesh berdeham pelan. "Kalau sama gue, Res?" tanya Ganesh—tiba-tiba.
Kening Aresa berkerut dalam, tidak memahami pertanyaan Ganesh. "Kenapa sama lo?" tanyanya bingung.
Ganesh tidak langsung membalas. Ia menarik napas panjang, sebelum akhirnya bertanya, "Kalau sama gue... lo suka?"
Tatapan Ganesh mencoba menelisik reaksi dari Aresa. Namun ia tidak dapat menebaknya. Yang jelas, Aresa terlihat diam membeku. Namun Ganesh bisa melihat pupilnya yang melebar, serta kedua pipinya yang merona. Dada Ganesh kembali bergemuruh, jantungnya kembali berdegup kencang—menunggu jawaban yang akan dilontarkan Aresa.