16

31.5K 1.6K 25
                                    

Satu kata yang bisa Eve katakan untuk menggambarkan kondisi Luci saat ini, sekarat. Tidak, bukan sekarat karena hampir mati. Tapi sekarat karena telah melayani beberapa pria hidung belang.

Kenapa Eve bisa tau? Ya karena ulah Agatha. Jadi, tadi sore Agatha sudah tantrum ingin pergi ke club. Ia bertingkah layaknya orang gila lepas kandang saat Sean tidak mengijinkan Agatha pergi ke club.

Kata Sean, lebih baik Agatha minum di rumah saja. Toh di rumah juga ada persediaan alkohol miliknya dan sang Dady. Berbahaya jika Agatha pergi ke club. Takut ada pria hidung belang yang menggodanya.

Tapi yang namanya Agatha mana perduli. Jika ia menginginkan sesuatu, maka ia harus mendapatkannya. Apapun caranya, ia harus mendapatkan itu.

Jadilah ia tantrum di depan keluarganya. Guling guling tidak jelas di ruang tamu. Belum lagi tangisannya yang menggelar. Bahakan ancaman jika ia tidak akan memberikan jatah ranjang pada Sean juga ia keluarkan.

Dan akhirnya itu berhasil. Sean mengijinkannya pergi asal bersama laki laki itu. Karena tidak mau menjadi nyamuk di tengah pasangan bucin itu, akhirnya ia juga mengajak Matteo.

Dan berakhir dengan mereka berempat yang melihat aksi tidak senonoh Luci dengan pria hidung belang itu. Masih mending jika mereka melakukannya di hotel atau kamar yang sudah di sediakan oleh bar. Lah ini malah melakukannya di luar. Kan gila Luci.

"Gue gak kaget sih kalau dia ngangkang sana sini. Toh dari mukanya juga keliatan banget kalau dia jalang. Tapi nih ya, minimal nyewa kamar kek. Najis banget liatnya." Gerutu Eve.

Entah sudah berapa lama gadis itu menggerutu karena tindakan Luci. Sudah tak terhitung pula berapa banyak wine yang sudah ia teguk. Bahakan ia sudah habis dua batang rokok, melebihi batas perjanjian yang sudah ia dan Matteo sepakati.

"Lo mau ngapain sih Tha sebenarnya. Tadi rusuh minta ke club. Sampek sini lo gak minum apa apa?" Agatha tidak memperdulikan gerutuan Eve. Dari awal juga dia bilang ingin pergi ke club, bukan minum.

"Gimana kalau Eve hamil?" Tanya Agatha tiba tiba. Ketiga manusia yang ikut bersamanya menatap bingung dengan ucapan Agatha.

"Mana mungkin Luci hamil. Dia pasti udah ngelakuin pencegahan buat gak hamil. Dia kan jalang." Sean dan Matteo tidak ikut dalam pembicaraan keduanya. Mereka hanya memperhatikan saja apa yang akan keduanya lakukan.

"Gue tau. Makanya gue pengen Luci hamil. Gimanapun caranya, Luci harus hamil. Dan kehamilannya harus waktu Gavin lepas dari genggamannya." Kilatan ambisi terpancar di kedua mata Agatha. Entah apa lagi yang ada di dalam otak gilanya itu.

"Why?" Eve meneguk wine terakhirnya malam ini. Ia sudah terlalu banyak minum. Jangan sampai ia mabuk besok.

"Biar dia makin hancur lah. Apa lagi." Agatha mulai mengambil gelas yang berisi wine milik Sean. Melihat Eve yang terus meneguk wine, membuatnya ingin meneguknya juga.

"Tapi gimana kalau Luci ngaku ngaku kalau anak yang dia kandung itu anaknya Teo?"

"Karena itu kita ke sini. Gue udah videoin mereka. Terus tinggal ngumpulin video video lainnya deh. Kalau udah, tinggal kita bongkar waktu akhir. Sekalian sama alasan yang ngebuat Matteo dendam sama dia. Plus kehamilannya. Dan boom. Dalam sekejap Luci bakal kehilangan semuanya."

Matteo yang sedari tadi mendengarkan pembicaraan dua perempuan itu dibuat takjub dengan rencana Agatha. Ia tidak menyangka, di balik diamnya seorang Agatha, tersimpan kelicikan yang begitu besar.

Tidak hanya Matteo. Sean juga di buat dibuat kehabisan kata dengan pemikiran istrinya itu. Ia akui jika istrinya bukanlah gadis biasa. Dia adalah gadis yang rumit.

SILENT GIRL [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang