13. Sebuah rahasia

29 1 0
                                    

" Aku harap setelah kau mengetahui semuanya. Tidak ada kebencian di hatimu untukku."

____Deva Shaquille____

Selamat membaca^^

***

Lanita mengobrak-abrik seluruh isi laci nakasnya, mencari-cari obat yang biasa diminumnya saat kepalanya terasa pusing. Setelah menemukannya, Lanita langsung memasukkan beberapa butir obat tersebut ke dalam mulutnya. Barulah rasa sakit di kepalanya itu sedikit mereda.

Setelah itu, Lanita pun menyandarkan tubuhnya di bagian samping ranjang sembari memejamkan matanya. Mimpi itu kembali menghantuinya. Semua tempat, kejadian dan beberapa orang dengan wajah yang tak terlihat jelas berputar di kepalanya seperti kaset rusak.

Suara jeritan saling bersahutan dengan suara tembakan yang begitu mengerikan. Selain itu juga, selalu ada sesosok lelaki bertubuh tinggi yang berdiri dengan posisi membelakanginya, setiap dia bermimpi. Semua mimpi itu selalu dialaminya selama beberapa tahun belakangan ini.

"Kenapa mimpinya seburuk itu?" gumam Lanita pelan.

Jika boleh jujur, setiap kali, ia mengalami mimpi buruk, Lanita selalu merasa takut. Apalagi, ketika mengingat suara jeritan seseorang di dalam mimpinya yang terdengar begitu pilu dan menyeramkan, seakan-akan jeritan itu begitu menyakitkan. Dan satu hal yang menjadi pertanyaan di benaknya.

Apakah mimpi tersebut memiliki arti tertentu?

Ataukah mimpinya ingin menunjukkan tentang sesuatu hal yang tidak diketahuinya atau yang terlupakan olehnya?

"Apa dosa gue sebanyak itu sampai mimpi gue hampir buruk terus setiap hari?"

***

Tatapan datar Deva terus tertuju pada Lanita yang tengah sibuk berbincang riang di bawah pohon rindang bersama dengan Elena, tepatnya di tepi lapangan. Padahal jam pelajaran olahraga sudah selesai, tetapi kedua gadis itu masih saja duduk tenang disana. 

Akan tetapi, yang menjadi pusat perhatiannya sejak tadi hanyalah Lanita. Cara tersenyum dan aura wajah Lanita yang selalu positif setiap saat membuat Deva merasa semakin kagum bahkan sampai membuat jantung Deva selalu berdebar-debar. 

"Gue rasa sebentar lagi akan ada api asmara." 

Deva langsung tersadar saat mendengar suara seseorang. Sontak ia pun menoleh, namun beberapa saat kemudian Deva mengeluarkan dengusan kasarnya. 

Sementara Kenan yang puas, karena sudah menangkap basah Deva yang tengah memperhatikan Lanita, tersenyum lebar. 

"Lo harus gercep Dev kalau nggak mau dia direbut orang," ucap Kenan menasehati sembari menatap wajah Deva yang datar meminta ditonjok. 

"Butuh bantuan gue?" tawar Kenan. 

Deva memutar bola matanya malas. Lantas Deva melenggang pergi meninggalkan Kenan karena malas menanggapi lelaki itu. 

Kenan berdecak sembari terus memperhatikan Deva yang menjauh darinya. 

"Cih! gengsian." 

***

Hari ini Deva benar-benar tak bisa menahan matanya untuk tidak terus memperhatikan setiap gerak-gerik Lanita. Setiap tak sengaja bersitatap dengan Lanita, jantungnya berdegup tak karuan. Biasanya juga setiap pulang sekolah, ia akan belajar bersama Lanita, namun akhir-akhir ini, mereka tidak belajar bersama, karena Deva yang beralasan tak enak badan. 

Deva terlalu takut untuk mendekati Lanita. Deva takut untuk mengambil konsekuensi buruk yang mungkin akan terjadi, jika ia dekat dengan gadis itu. Deva tidak ingin mengorbankan banyak orang lagi. 

SHAQUILLE { On Going }Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang