15. Permintaan maaf Lanita

11 1 0
                                    

Selamat membaca^^

***

"Lo bisa, nggak usah kepo akan segala hal?!"

Lanita menunduk dalam ketika melihat guratan kemarahan di wajah Deva. Lanita benar-benar tak berani menatap kedua mata Deva saat ini, karena sorot mata Deva sangat menyeramkan. 

"Maaf," cicit Lanita pelan tanpa menatap lawan bicaranya. 

Deva mengusap wajahnya kasar ketika melihat Lanita yang menunduk dalam penuh penyesalan.  

"Kegiatan kita selesai, lo bisa pergi." Deva meninggalkan Lanita setelah mengatakan itu. 

Lanita menghela napas pelan setelah dirasa Deva benar-benar pergi dari hadapannya. Kemudian ia merutuki dirinya sendiri, karena tidak bisa menahan perasaan ingin tahunya. 

"Bodoh banget!" rutuk Lanita pada dirinya sendiri. Lantas ia bergegas merapihkan semua perlengkapan belajarnya dan segera keluar dari apartemen Deva. 

***

Elena mengernyit heran ketika melihat Lanita terus memasang wajah layu dan tak bersemangat sejak datang ke sekolah. Elena yang penasaran pun merubah posisi kursinya jadi menghadap Lanita. 

"Gwaenchanha?" tanya Elena menirukan gaya bicara orang korea. 

Lanita menggelengkan kepalanya lemas. 

"Lo kenapa?" 

"Deva marah sama gue."

"Karena?"

"Gue kepo."

Elena terdiam beberapa saat untuk memahami jawaban Lanita. Namun, Elena tetap kesulitan memahami yang dikatakan oleh Lanita.

"Maksudnya gimana?" 

Lanita menghela napas. Ia menatap Elena dengan sayu. Lanita lupa, kalau ia belum bercerita mengenai Deva yang sudah menjadi guru lesnya dan Deva yang ternyata sudah pernah memiliki kekasih. Dengan pelan-pelan Lanita pun mulai bercerita mengenai yang terjadi kemarin pada Elena, lengkap dengan cerita Deva yang pernah memiliki kekasih, namun sudah tiada.

"Lo emang terlalu kepo Ta," cibir Elena yang diangguki oleh Lanita. 

"Wajar aja kalau dia marah. Mungkin aja itu hal privasi, 'kan?" lanjut Elena yang lagi-lagi diangguki oleh Lanita. 

"Atau mungkin bisa aja itu sesuatu hal terpenting dari mendiang pacarnya dan dia nggak suka ada yang mengusiknya," lanjut Elena.

"Gue ...." Lanita tak melanjutkan kalimatnya saat melihat sosok Deva memasuki kelas. Ia meneguk ludahnya susah, ketika melihat ekspresi dingin Deva. Tubuhnya menegang seketika. Bahkan Lanita merasa hawa dingin mulai menguar ke tubuhnya saat Deva sudah duduk di sebelahnya. 

Lanita sempat melirik sebentar ke arah Deva yang terlihat lebih dingin dari biasanya. Sungguh Lanita tak nyaman dengan situasi ini. Lanita harus segera bertanggung jawab atas kesalahannya. 

Lanita berdeham untuk menetralkan perasaan takut bercampur gugupnya. 

"Dev, perihal yang kemarin --" belum sempat Lanita menyelesaikan kalimatnya, Deva sudah bangkit dari duduknya, lalu keluar begitu saja dari kelas. 

Melihat sikap Deva yang seperti enggan mendengarnya berbicara membuat Lanita menggigit bibir bawahnya. Sepertinya kesalahannya begitu fatal hingga membuat Deva marah. Lanita menelungkupkan wajahnya diantara lipatan tangannya. Hari ini Lanita benar-benar tidak mood, karena Deva yang terus menghindarinya. 

***

Deva tersentak kaget saat melihat begitu banyaknya permen batang di dalam tasnya. Lantas Deva pun menatap semua teman-teman sekelasnya untuk mencari tahu siapa pelaku yang membuat tasnya dipenuhi permen. Namun, Deva tak menemukan satu orang pun yang mencurigakan. Ia pun melangkah keluar kelas hendak membuang seluruh isi permen tersebut. 

SHAQUILLE { On Going }Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang