Hal pertama yang dilakukan River saat tiba di rumah istrinya adalah melakukan pembersihan. Siera yang terlampau sibuk tidak ada waktu untuk itu. River meminta istrinya untuk di dalam kamar sementara dirinya bekerja.
"Bagaimana mungkin kamu kerja sendirian? Rumah ini luas."
River tersenyum. "Tentu saja aku tidak sendirian. Sudah memanggil jasa pembersihan rumah professional. Biar aku mengawasi, kamu di kamar saja bekerja, Sayang."
"Baiklah, tapi kamu tahu di mana kamarmu bukan?"
Meskipun berstatus suami istri, mereka tidur di kamar terpisah. River tidak keberatan, ditempatkan tepat di sebelah kamar Siera. Yang terpenting satu atap bersama, lain lain bukan masalah besar. Baru menikah satu hari Siera disibukkan dengan pekerjaan. Tidak ada waktu untuk bersantai terlebih berbulan madu. Tori menelepon, mengingatkan Siera untu bersiap-siap tentang rapat Minggu depan.
"Memang masih lama, Miss. Tapi saya harus ingatkan sekarang, karena di rapat itu akan ada keputusan penting. Miss memang sudah menikah tapi sepertinya mereka masih berupaya untuk menjegal posisi itu."
Peringatan dari Tori membuat Siera sadar kalau orang-orang masih belum menyerah untuk bersaing dengannya. Itu berarti ia masih harus menghadapi Titus, Marco, dan Philip. Ia menghela napas panjang, menyadari kalau lebih banyak musuh dari pada teman.
Selesai bekerja ia keluar kamar karena panggilan River dan kala tiba di ruang makan yang terhubung langsung denga dapur dibuat kaget bukan kepalang. Beragam masakan ada di meja, tersaji hangat da menggugah selera.
"Istriku, duduk dan makanlah."
Siera menatap heran. "Ini semua kamu yang masak?"
"Benar sekali. Kemampuan memasakku cukup lumayan. Ayo, dicoba!"
Ada beragam tumisan, nasi merah yang hangat, sop, serta daging panggang. Siera mencoba semua dan berdecak kagum. Rasa masakan suaminya benar-benar enak. Rasanya tidak percaya kalau laki-laki tampan dan menggemaskan di depannya ternyata pintar mengolah makanan. Tidak hanya itu, Siera melihat rumahnya menjadi sangat bersih dan rapi. Tanaman dipangkas, jendelan dilap, dan lantai dibersihkan.
"Satu tempat yang belum aku bersihkan adalah kamarmu. Menunggu besok kamu kerja, aku baru bereskan."
Siera mengangguk tanpa ragu, selama ini merasa rumahnya berantakan dan kini tidak lagi. Ia tinggal sendirian di rumah berlantai dua dengan halaman luas. Sengaja memilih rumah ini karena jauh dari keramaian. Nyatanya, sangat sulit mencari tukang pembersih yang andal dan kini suaminya yang membantu semua.
"Aku sudah bilang, akan menjadi suami rumah tangga untukmu," ucap River.
Mengamati penampilan suaminya dalam balutan kaos dan celana denim, ia melihat otot yang menonjol di lengan. Mendadak teringat akan jumlah pakaian yang dimiliki oleh River.
"Kamu nggak mau belanja buat beli baju?"
"Tidak perlu, yang sekarang masih bisa aku pakai."
Siera mengambil dompet dan menyerahkan kartu kredit pada suaminya. "Pakai ini kalau kamu ingin membeli sesuatu. Dari kebutuhan rumah tangga sampai kebutuhanmu."
River menerima kartu dan mengamatinya. "Baiklah, terima kasih."
Setelah makan, Siera yang tidak enak hati sudah dimasakkan berinisiatif mencuci piring. River membiarkan istrinya berkutat dengan perabot kotor di wastafel. Ia sendiri sibuk mengelap meja. Tapi sesuatu terjadi, saat piring meluncur turun dari tangan Siera dan pecah berkeping-keping.
"Kamu nggak apa-apa?" River bergegas mendatangi istrinya yang berdiri bingung.
"Nggak apa-apa, piringnya licin."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Devil Husband
RomanceKisah Siera yang terpaksa menikah dengan River untuk menutupi rasa malu. Tidak ada yang tahu kalau di balik sikap River yang periang, tersembunyi rahasia besar.