Bab 7

1.7K 335 24
                                    

Siera menangkup kedua tangan di bawah dagu, menatap orang-orang di sekitarnya. Marco yang berada di barisan kanan terlihat marah, Monik berpura-pura tenang tapi jemarinya yang sedang memegang alat kikir kuku terlihat gemetar. Sedangkan di barisan kiri, ada Titus dan anaknya, Philip. Terlihat sama marahnya seperti Marco. Di antara mereka yang bersikap tidak peduli hanya Tony, suami Moniq yang sedari tadi sibuk dengan ponselnya. Ada belasan orang lainnya yang terdiri atas komisaris dan dewan direksi. Tidak ada satu pun yang berani mengusir Siera. Semua seolah mencari aman dengan tetap diam.

"Siera, kenapa datang tanpa undangan?" tanya Titus membuka keheningan.

Mengangkat sebelah alis, Siera menatap sang paman tajam. "Memangnya aku harus pakai undangan untuk datang ke kantorku sendiri? Mulai kapan aturan itu berlaku?"

"Kami sedang mengadakan pertemuan yang tidak ada hubungannya denganmu!" sela Moniq dengan sengit. "Harusnya kamu tetap di rumah, menerima hasil rapat dalam diam. Dengan begitu tidak akan ada masalah."

"Oh ya, masalah apa? Karena aku merasa sebenarnya tidak ada masalah kalau aku di sini. Kecuali kalian terganggu dengan kehadiranku. Kalau memang begitu, aku harus tanya apa yang bikin kalian terganggu? Rencana jahat apa yang sedang kalian susun?" Siera berkata dengan jelas dan menuduh langsung.

Marco bangkit sambil menggebrak meja. "Berani-beraninya kamu menuduh kami yang bukan-bukan. Kamu hanya anak kemarin sore yang tidak mengerti apa pun! Di sini ada banyak orang tua, yang jauh lebih senior dari pada kamu. Setidaknya, tunjukkan rasa hormat!"

Siera mendengkus, menatap sang kakak yang mengamuk. Ia mengibaskan rambut ke belakang. "Oh, kalian ingin aku hormati. Tapi coba lihat diri kalian sendiri. Sudah layak dihormati belum?"

"Siera, jaga bicara," tegur Philip dengan lembut.

Tertawa lirih, Siera mengangkat bahu lalu bertepuk tangan dua kali. "Bravo! Aku yang dirugikan dan dicurangi di sini tapi aku juga yang diminta untuk jaga sikap dan jaga bicara. Ada apa dengan kalian ini, Hah? Nafsu sekali untuk menguasai perusahaan sampai-sampai tidak peduli KALAU PAPA MASIH TERGELETAK DI RANJANG RUMAH SAKIT!"

Kalimat terakhir yang diucapkan dengan keras dan emosional membuat semua orang terkejut. Siera tidak peduli dengan mereka dan terus melanjutkan ucapannya.

"Kalian ingin menggusurku dari jabatan Presdir? Okee, aku bisa terima asalkan atas persetujuan Papa. Bahkan kalau aku harus meninggalkan perusahaan untuk selamanya, aku pun rela. Dengan catatan Papa tahu dan setuju. Bagiku kekuasaan dan jabatan tidak sebanding dengan kasih sayang Papa padaku. Tapi, sebelum Papa sadar, kalian tidak bisa semena-mena padaku!"

"Oh, kamu bilang kami semena-mena?" Moniq ikut berdiri, menunjuk Siera dengan geram. "Bagaimana dengan kamu sendiri? Bukankah menetukan jabatan Presdir sebagai milikmu sama saja dengan semena-mena. Kenapa harus kamu kalau di ruangan ini masih banyak yang lebih mampu!"

"Monik benar, Siera." Titus berdehem dan ikut menyela. "kamu memang bisa bekerja tapi tidak untuk jadi pimpinan. Menjadi seorang Presdir tanggung jawabnya sangat besar."

"Selama aku menjabat bukankah tidak ada masalah?" Siera menekan balik.

"Tidak ada masalah katamu? Dengan skandal di pernikahanmu kemarin, membuat saham dari beberapa anak perusahaan turun!" Kali ini Marco yang bicara. Suaranya yang tegas dan garang, seolah sedang bicara dengan musuh dan bukan adik sendiri. "Kamu membuat para pemegang saham kehilangan uang mereka!"

Siera mengamati kakak sulungnya dengan hati dingin. "Oh, karena salahkukah semua terjadi? Kalau tidak salah lihat, ada Garvin dan Deana di luar. Bukankah Garvin orang luar? Kenapa ada di sini? Paman Titus, Philip, aku menunggu penjelasan kalian."

My Devil HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang