Orang-orang yang berkerumun di bawah gedung semakin banyak. Beberapa mobil polisi datang dan sebuah kendaraan tidak dikenal dengan jaring lebar dan kuat berada di atasnya. Kehebohan yang terjadi di atap gedung menarik perhatian banyak orang, termasuk awak media. Marco, Monik, dan yang lain juga ingin tahu apa yang terjadi. Tapi tidak ada yang ingin naik ke atas gedung dan memantau yang terjadi dengan kamera CCTV. Monik tidak dapat menahan cibirannya saat melihat Siera berusaha membujuk Nuna.
"Gadis Bodoh! Dia pikir hebat apa, bisa membujuk orang yang ingin bunuh diri. Sudah bagus kalau gadis itu tidak menyeretnya juga!"
Kata-kata Monik ditanggapi dengan dengkusan kasar suaminya. "Bukankah bagus, kalau Siera ikut ke bawah?"
Monik terdiam sesaat, menatap suaminya lalu tertawa terbahak-bahak. "Kamu benar, Pa. Memang bagus kalau gadis itu ikut terseret ke bawah. Biar dia hilang dan tidak lagi menjadi penghalang kita. Tapi, bukankah itu niat yang jahat?"
Tony menatap istrinya sekilas sebelum kembali sibuk dengan ponselnya. "Ma, dari dulu kita memang sudah jahat tapi bukankah Siera jauh lebih jahat. Mempengaruhi Papa hingga seperti itu? Mana mungkin Papa akan menyerahkan jabatan Presdir tanpa pengaruh buruknya? Orang jahat memang layak mati."
Menatap layar di mana Siera berusaha membujuk gadis di atas tembok, Monik memikirkan kata-kata suaminya. Tony benar, Siera memang sangat jahat dan sudah membawa dampak buruk bukan hanya bagi keluarga tapi juga perusahaan. Sebelum terlambat, sudah seharusnya adiknya itu disingkirkan bila perlu dengan suaminya sekalian. Ia mengalihkan pandangan pada River yang sekarang bergerak mendekati gadis di atas tembok dari samping.
"Jangan bilang dia mau menjadi dewa penyelamat," gumamnya sambil berkacak pinggang.
Meninggalkan kursinya, Tony kini berdiri di samping istrinya. Ikut mengamati layar dengan seksama dan berkacak pinggang.
"Hebat, suami istri sedang berusaha menjadi pahlawan."
"Bagus bukan? Semoga saja kedua-duanya jatuh bersamaan."
Mereka bertukar pandang dan tertawa bersamaan. Merasa gembira untuk keadaan yang sedamg terjadi dan tidak peduli akan nyawa gadis yang sedang bersedih. Keduanya hanya berharap kalau hal buruk akan menimpa Siera dan River. Hidup mati orang lain, tidak ada urusan dengan mereka.
Satu lantai di atas mereka, Marco pun terlihat serius menatap layar CCTV. Di ruang kerjanya yang besar, ada satu laki-laki lain yang sedang duduk mengisap cerutu. Memantau apa yang terjadi di atas atap tanpa ada niat untuk ikut campur.
"Apa yang terjadi dengan gadis bodoh itu?" tanya Marco.
"Pastinya aku tidak tahu, tapi dengar dari manajernya katanya pelecehan sexual."
Marco menatap laki-laki di belakangnya. "Di mana? Di kantor ini."
"Yes, di kantor ini."
"Siapa pelakunya?"
"Itu dia, tidak ada yang tahu karena gadis itu menolak untuk bicara. Tapi sepertinya pelecehan itu membuatnya depresi. Hanya itu informasi yang berhasil aku kumpulkan. Sebelum sempat memberitahumu, gadis sudah naik. Siapa sangka ada niat bunuh diri."
Marco mendesah, mengusap rambutnya. "Berani sekali melakukan perbuatan seperti itu. Apakah salah satu staf dengan kedudukan tinggi?"
"Lebih malah, ada dugaan bagian dari keluarga Verco."
"Gilaa! Apa yang dipikirkan orang-orang dengan melecehkan staff sendiri. Jangan sampai Siera tahu tentang hal ini dan menjadikannya senjata untuk mengaduk-aduk perusahaan. Kamu tahu sendiri bagaimana sifat Siera bukan? Dia pasti merasa harus bertanggung jawab dan mencari pelakukan. Itu sama saja mencoreng nama perusahaan kalau sampai publik tahu kalau kelurga Verco terlibat."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Devil Husband
RomanceKisah Siera yang terpaksa menikah dengan River untuk menutupi rasa malu. Tidak ada yang tahu kalau di balik sikap River yang periang, tersembunyi rahasia besar.