Mengerjap bingung, Siera menatap penampilan suaminya. Sepatu bot, jaket kulit, dan celana denim. River seolah anak muda yang baru pulang nongkrong. Apakah suaminya pulang bepergian tapi kemana? Ia juga tidak mendengar suara kendaraan. Siera menuruni tangga perlahan dan mendekati River. Aroma alkohol yang menyengat membuatnya mengeryit.
"Kamu pergi minum-minum?"
"Tidak, kenapa tanya gitu?"
"Aroma alkohol basi atau entah apa."
River mengendus pakaiannya dan memaki dalam hati karena tubuhnya bau alkohol. "Bukan aku yang minum tapi teman. Kebetulan dia sedang patah hati, ingin ditemani minum. Jadi aku keluar dan minum bersamanya."
Siera menuang air putih dari dispenser dan meneguknya. "Kamu nggak bawa mobil?"
"Nggak, mereka yang jemput." River ingin melepas jaket tapi teringat beberapa senjata di pinggang dan memutuskan untuk tetap memakainya. "Kamu terbangun sepagi ini, lapar atau bagaimana?"
"Bukan, sepertinya tidur terlalu cepat dan entah kenapa merasa sudah puas saja tidurnya."
"Kalau begitu duduk saja, aku buatkan makanan pengganjal perut."
Siera menggeleng. "Nggak usah. Kamu pasti capek. Naik dan tidurlah, nggak perlu antar aku kerja."
"Kenapa? Aku kuat."
Menepuk pelan bahu River Siera tersenyum. "Jangan sok kuat. Aku tahu kamu lelah karena bergadang. Sesekali libur masak. Aku bisa beli sarapan di luar."
"Oh, baiklah. Kalau makan siang bagaimana? Bolehkah aku antar?"
"Tentu saja. Aku naik dulu, mau periksa pekerjaan."
River tidak menghalangi sewaktu istrinya menaiki tangga dan menghilang ke lantai dua. Setelah memastikan istrinya tidak lagi turun, ia melucuti senjata di tubuhnya dan menyimpannya di tempat-tempat yang tidak terjangkau Siera. Istrinya nyaris tidak pernah menyentuh perabot rumah. Satu-satunya tempat yang sering dikunjungi adalah kamar dan ruang makan. Sehari-hari berada di kantir, Siera pulang hanya untuk tidur. Karena itu aman bagi River untuk menyimpan senjata di seluruh rumah. Pesan dari Levin muncul saat ia mencapai pintu kamar.
"Jhoni Khan sudah dibereskan, Tuan."
Tanpa membalas ia membuka kamar dan melucuti pakaiannya. Kamarnya sendiri tidak sebesar dan seluas yang ditempati Siera. Meskipun mereka suami istri tapi berada di tempat tidur terpisah. Tidak masalah bagi River, mengerti kalau Siera membutuhkan waktu untuk menerima kehadirannya. Ia adalah laki-laki biasa, anak buah bagi Siera dan mendadak menjadi suami, tidak mengherankan kalau ada perasaan asing dan menjaga jarak. River sendiri sudah bertekad akan menaklukkan hati istrinya secara perlahan. Tidak perlu buru-buru dan memaksa agar cinta tumbuh tergesa.
Meletakkan jaket ke atas ranjang, mencopot sepatu dan menyingkirkannya ke dekat dinding. River mengendus kaosnya yang ternyata juga berbau alkohol. Padahal sewaktu di gudang ia sama sekali tidak menyentuh drum berisik alkohol tapi aromanya tetap menemppel ke tubuhnya. Ia membuka kaos dan meletakkan di samping jaket. Siap menurunkan celana saat pintu kamarnya membuka tanpa diketuk.
"River, bagaimana kalau sore kita—"
Siera terdiam di tengah pintu, menatap suaminya yang bertelanjang dada dengan kancing denim terbuka dan menunjukkan garis pinggang serta celana dalam hitam. Tanpa sadar matanya menyusuri lengan yang kekar, dada bidang seakan tanpa lemak lalu pada perut yang rata. Meskipun terlihat sangat lemah lembut dan menggemaskan ternyata River sangat berotot. Dari mana datang otot-otot itu? Kenapa ia tidak pernah melihatnya padahal mereka tinggal satu rumah?
"Siera, sore kita kenapa?" tanya River, mendekati istrinya yang berdiri bingung di tengah pintu. "Kenapa terpotong?"
Jarak mereka tidak lebih beberapa jengkal, dalam dua langkah Siera bisa mengusap dada yang bidang dan berotot itu. River yang berdiri di depannya sambil bertelanjang dada, seolah sedang menggodanya. Ia menatap bibir yang tersenyum dan mata yang menatap sayu. Apakah River jelmaan iblis dari neraka yang berniat menggoda manusia untuk berkubang dalam dosa? Karena saat ini, Siera merasa dirinya sangat tergoda. Menyaruk jari jemarinya di tubuh yang tegap dan berotot di depannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Devil Husband
RomanceKisah Siera yang terpaksa menikah dengan River untuk menutupi rasa malu. Tidak ada yang tahu kalau di balik sikap River yang periang, tersembunyi rahasia besar.