Bab 22

865 159 5
                                    

Kedatangan Deana membawa dampak besar bagi orang-orang. Sebagian merasa bergairah karena berharap akan adanya pertikain. Tidak jelas apakah mereka memihak Tiffany atau Sier, tapi reuni malam ini sangat seru karena dua kubu yang bersiteru dari dulu berkumpul kembali. Siera sendiri tidak merasa punya kubu, karena banyak dari orang-orang ini jelas berada di sisi Tiffany dan Deana. Alasan paling masuk akal adalah keduanya termasuk orang-orang populer dan mudah berteman dibandingkan dirinya yang cenderung tidak suka bersosialisasi. Dilihat-lihat lagi, di antara semua yang hadir malam ini, tidak satu pun pernah akrab dengannya. Mereka hanya saling tegur sapa seadanya tanpa bisa dikatakan akrab.

Setelah Deana duduk, percakapan bergulir ke arah fashion. Ditimpali oleh Tiffany, semua perhatian tertuju pada keduanya. Siera meraih gelas coctail dan menyesap sesaat, mencoba bersabar sampai suaminya datang. Tiga puluh menit harusnya tidak lama dan River tidak mungkin juga terlambat. Yang perlu dilakukannya hanya menebalkan telinga untuk mendengar ocehan orang-orang ini. Apakah ia bisa? Seharusnya tidak masalah andai memang semudah itu.

Sayangnya segala pengendalian diri Siera diuji kala Deana yang sedari tadi sibuk bicara dengan orang sekitarnya mendadak melontarkan pertanyaan padanya.

"Kenapa suamimu nggak ikut?"

Siera menggeleng tanpa kata, enggan menjelaskan lebih lanjut.

"Kamu yang malu membawanya kemari atau River yang tidak percaya diri? Padahal kalian bebas datang berdua. Kami nggak apa-apa."

Tiffany menyambar umpan Deana dengan cepat. "Padahal aku ingin kenalan dengan suami Siera. Sayangnya malah nggak dibawa datang."

"Well, tipe laki-laki yang tampan dan lebih muda, kalau melihat secara fisik. Tapi, kata-kata dan sikapnya sangat kasar. Entah apa yang menarik dari River itu."

"Kasar bagaimana?"

"Dia hampir mencekik Garvin. Kalau bukan karena aku lerai, Garvin pasti berakhir di rumah sakit. Benar-benar kasar seolah bukan orang berpendidikan!"

Semua mata tertuju pada Siera sekarang setelah mendengar cerita Deana. Ketidakpercayaan meliputi mereka. Fakta kalau Siera menikah terburu-buru hanya untuk menutupi malu, tidak sebanding dengan kenyataan kalau suaminya adalah seorang pengangguran. Bagaimana mungkin itu terjadi? Seorang Siera menikahi laki-laki tidak berguna hanya demi harga diri? Bukankah itu sama saja seperti menceburkan diri dalam masalah?

Di samping Deana, ada Garvin yang sedari tadi terdiam. Sesekali melirik Siera yang berjarak satu kursi denganya. Sesaat sebelum masuk ke ruangan, ia sudah melihat penampilan mantan tunangannya itu. Cantik dan anggun seperti biasanya. Siera memang tidak pernah gagal kalau soal penampilan dan ia mengakui itu. Deana ibarat api yang hangat dan menyenangkan, tapi Siera adalah keteguhan dan keteduhan. Meskipun mereka sepupu tapi berbeda satu sama lain. Namun ia tidak berani melihat lebih lanjut karena takut dengan Deana.

"Ya ampun, pasti menyakitkan sekali," decak Tiffany. "Bagi orang-orang seperti kita memang tidak terbiasa adu otot. Tidak heran kalau Garvin ketakutan."

Orang-orangn kini menatap Garvin dengan pandangan mengisihi, dan membuat Siera tergelak. "Jelas saja Garvin ketakutan, bukan karena tidak terbiasa menggunakan otot tapi aku ragu dia punya otot!"

Garvin menyipit ke arah Siera. "Jaga bicara Siera!"

Siera menopang wajah dengan sebelah tangan, menatap Garvin lekat-lekat. "Kenapa aku harus jaga kata-kata kalau kalian terus menerus menyudutkanku. Kalian ini aneh sekali, tidak berani dengan suamiku tapi menyerangku!"

"Suamimu tidak sehebat itu," desis Deana.

"Yeah, tapi sanggup membuat Garvin ketakutan. Lain kali aku akan minta suamiku menghajar lebih keras. Kita lihat, apa kalian masih berani bicara buruk soal kami?"

My Devil HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang