Bagian 16

54.8K 2.4K 126
                                    

Happy Reading!

Revin berdecak lalu melangkahkan kakinya menuju dapur. Padahal sudah menjadi istri tapi susah sekali melihat Elia. Setelah sarapan tadi, wanita itu sudah hilang entah ke mana.

"Tuan, perlu sesuatu?"tanya pelayan yang ada di dapur.

Revin menggeleng lalu melangkah pergi saat tak menemukan istrinya. Sekarang harapan terakhirnya adalah kebun di halaman belakang.

Dari jauh Revin bisa melihat istrinya duduk di kursi tapi wanita itu tidak sendiri. Dia bersama dengan seseorang, yang sialnya berjenis kelamin laki-laki.

Revin melangkah lebih cepat, ia ingin tahu apa yang istrinya dan Fajar bicarakan. Fajar adalah anak sopir mamanya.

"Nanti kak Fajar ajarin Elia ya. Elia juga mau kuliah seperti kak Fajar."

"Kuliah? Memang boleh sama tuan Revin?"

Elia terlihat menggeleng.

"Tapi nanti boleh kok."

"Benarkah tuan Revin bilang begitu?"

Revin melotot, dia tidak pernah mengatakan akan mengijinkan istrinya kuliah atau semacamnya.

"Iya."

Ck! Elia benar-benar pendusta. Revin tiba-tiba saja emosi, apa wanita itu tidak memikirkan anaknya.

Elia kan harus merawat anak kami, batin Revin. Atau Elia sudah berencana untuk melupakan anak mereka nanti dan menikah dengan Fajar.

Tiba-tiba saja amarah Revin naik ke puncak yang paling tinggi saat membayangkan Elia menikah dengan Fajar lalu memiliki anak.

Meski anak pengurus kebun dan sopir sangat cocok. Tapi Revin tidak akan biarkan itu. Siapa bilang Elia akan bebas setelah mereka bercerai nanti. Revin akan pastikan jika wanita itu tidak akan memiliki pasangan lain jika itu bukan dirinya.

"Haha baiklah. Lalu sudah berapa bulan?"

Revin mengernyit. Apanya yang berapa bulan?

"Tidak tahu. Tapi nanti setelah periksa, aku akan beritahu kak Fajar."

"Baiklah. Kakak harap kau dan bayimu selalu sehat."

Bayi? Jadi Elia beritahu anak sopir itu tentang kehamilannya. Elia bahkan menolak memberitahu itu pada ayahnya sendiri tapi Fajar tahu.

Revin mengepalkan jari-jarinya lalu melangkah pergi dari sana. Lihat saja! Revin tidak akan membiarkan hal seperti ini. Ia akan meminta untuk pindah rumah agar Elia tidak bisa bertemu siapapun.

Di ruang keluarga, Mawar langsung menolak keinginan putranya untuk pindah ke aparteman.

"Mama sengaja merombak kamar kalian agar kalian bisa tinggal di sini dengan nyaman." ucap Mawar.

"Iya. Tapi Revin tidak nyaman."

"Kenapa?"

"Mah, itu.. sebenarnya Revin hanya ingin tinggal bersama Elia dan menikmati momen sebagai pengantin baru."dusta Revin.

Mawar hanya menggeleng pelan."Mama mengerti maksudmu. Tapi kau juga harus ingat, Elia sedang hamil muda. Tidak baik untuk melakukan kegiatan suami istri."

"Revin tahu, mah. Revin yang paling menginginkan anak kami lahir dengan selamat, tidak mungkin aku menyakitinya." ucap Revin lalu memeluk Mawar.

Mawar mengusap kepala putranya."Apa terjadi sesuatu?" tanya Mawar lembut.

"Revin tadi lihat Elia duduk bersama Fajar." adu Revin membuat Mawar melotot.

"Fajar, anak pak Ahdi?"

Revin mengangguk membuat Mawar menahan tawanya. Oh jadi putranya sedang cemburu.

"Sayang, apa yang kau takutkan? Elia sudah menjadi istrimu. Dia milikmu sekarang."ucap Mawar lembut.

Revin menggeleng lalu mengeratkan pelukannya. "Revin janji akan menjaga Elia tapi ijinkan kami pindah ya, mah?"

Mawar menghela napas. Sebenarnya ia ingin Elia dan Revin tinggal di rumah, mengingat Jevin juga sudah memutuskan untuk tinggal di aparteman. Tapi jika putranya bersikeras, ia bisa apa.

"Baiklah. Tapi berjanjilah kau akan menjaga menantu mama."

Revin mengangguk.

"Kalian juga harus sering berkunjung ke sini."

"Pasti, mah. Terima kasih."ucap Revin lalu tersenyum miring.

Revin bergegas menuju kamarnya, ia akan meminta pelayan memanggil Elia. Namun sebelum mencapai kamar, ia malah melihat istrinya berpelukan.

"Apa yang kalian lakukan?" teriak Revin keras lalu segera berlari menuju istrinya.

Fajar membelalak lalu meminta maaf."Tuan, Elia pingsan jadi.."

Revin melotot. Elia?

"Maksud saya nyonya Elia."

Revin segera mengambil alih tubuh Elia.

"Nyonya tadi muntah lalu pingsan."beritahu Fajar membuat Revin berdecak dan langsung berlalu menuju kamar.

"Kau mau apa?"bentak Revin karena bukannya pergi, Fajar malah mengikutinya menuju kamar.

"Maaf tuan, tapi apa nyonya Elia baik-baik saja?"tanya Fajar khawatir membuat Revin melotot.

"Elia adalah istriku dan sedang mengandung bayiku. Harusnya kau tidak perlu mengkhawatirkan istri orang lain."tekan Revin lalu membawa Elia masuk ke kamar dan menutup pintu.

Revin menurunkan tubuh Elia di atas tempat tidur lalu mengambil ponselnya. Sebaiknya ia menelpon dokter untuk datang.

"Enghh huekk" Elia tiba-tiba saja membuka mata dan langsung ingin muntah. Kali ini ia tidak tahan lagi.

Revin yang mengerti dengan sigap menyatukan kedua telapak tangannya dan meminta Elia muntah.

"Muntahkan saja!"titah Revin membawa tangannya kehadapan Elia.

Merasa tubuhnya lemas dan tidak cukup waktu untuk ke kamar mandi, Elia akhirnya muntah di tangan tuan Revin.

"Huekk enghh" Elia merasa tak enak namun Revin hanya dengan santai melangkah memasuki kamar mandi.

"Makanya diam saja di kamar, sudah tahu sedang hamil dan gampang mual."omel Revin setelah mencuci tangannya.

"Terima kasih."cicit Elia lalu berbaring miring memunggungi suaminya.

Revin hanya menghela napas lalu melangkah menuju lemari.

"Malam ini kita akan pindah ke aparteman."Ucap Revin membuat Elia bangun dan menatap tuan Revin.

"Tapi.."

"Tidak ada tapi. Lagipula kau harus ikut ke manapun suamimu pergi."ucap Revin dengan nada penuh kemenangan.

Elia hanya diam."Tapi kita pisah kamar kan tuan?" tanya Elia takut.

Revin mengangguk lalu menggeleng."Tidak. Hanya ada satu kamar di apartemanku jadi kita akan tidur bersama."

Elia melotot.

"Jika tidak mau kau bisa tidur di ruang tamu."ucap Revin dan Elia malah mengangguk.

"Di ruang tamunya ada sofa kan, tuan?"tanya Elia membuat Revin yang kali ini melotot.

"Kau!"

"Tidak ada sofa juga tidak ada masalah, tuan. Saya bisa tidur di karpet."ucap Elia lagi membuat Revin mengepalkan jari-jarinya.

"Kita akan tidur sekamar dan di ranjang yang sama. Jika menolak kau bisa tidur di luar aparteman." ancam Revin.

Elia melotot."Tapi di luar tidak ada nyamuk kan, tuan?"

"Eliaaaa!!"bentak Revin kesal.

Bersambung

Menjadi Kesayangan Tuan RevinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang