Bagian 12

64.8K 2.1K 118
                                    

Happy Reading!

Elia diam saat dokter membuka pakaian yang ia kenakan hingga perutnya terlihat.

"Awss"Ringis Elia saat perutnya terasa nyeri saat ditekan.

"Sejak kapan demamnya?"tanya dokter Ika.

"Sore tadi, dokter."sahut Mawar.

Dokter Ika mengangguk lalu memeriksa denyut nadi pasiennya.

Elia menggigit bibir bawahnya lalu melirik ke samping di mana tuan Revin berdiri.

Sedang Revin yang menyadari tatapan Elia hanya diam tak bergeming. Sedari tadi sebelum dokter datang dan sekarang Elia diperiksa, Revin tidak berani melihat wanita itu.

"Bagaimana dokter? Apa harus dibawa ke rumah sakit."tanya Mawar begitu dokter Ika selesai dengan segala pemeriksaannya.

"Ada beberapa cara untuk mengurangi demamnya. Seperti perbanyak minum air putih, tidak memakai pakaian berlapis dan juga kompres air hangat. Jika masih demam juga bisa langsung dibawa ke rumah sakit. Karena akan sangat bahaya jika ibu hamil demam seperti ini."jelas dokter Ika membuat semua orang diam.

"Hamil?"Revin yang pertama kali membuka suara.

"Betul. Apa anda suaminya?"tanya dokter Ika.

Revin mengangguk pelan."I..iya."

Dokter Ika tersenyum."Kalau begitu selamat. Namun saran saya sebaiknya gunakan testpack untuk memastikan atau langsung ke rumah sakit untuk pemeriksaan lebih mendetail."

Revin mengangguk lalu melirik Elia namun wajah murung wanita itu membuat Revin merasa terluka. Apa Elia tidak senang?

Menyadari situasinya, Mawar segera melangkah maju.

"Terima kasih dokter. Uangnya akan saya transfer."ucap Mawar ramah lalu meminta Revin untuk mengantar dokter pergi.

Revan menyentuh pundak istrinya lalu mengangguk."Bicaralah dengan Elia."bisik Revan lalu melangkah pergi. Ia juga harus bicara dengan putranya.

"Hiks"

Mawar menatap Elia dan langsung naik ke atas tempat tidur dan memeluk wanita yang sedang mengandung cucunya itu.

"Tenanglah, sayang. Semuanya akan baik-baik saja. Revin akan bertanggungjawab atas anak yang sedang kau kandung."ucap Mawar sedang Elia hanya terus menangis. Padahal satu langkah lagi ia bisa pergi dan bebas tapi kehamilannya membuat semuanya berantakan.

"Mama, aku tidak mau hamil hiks"ucap Elia terisak membuat Mawar segera menggeleng.

"Tidak, sayang. Jangan katakan hal seperti itu. Itu akan menyakiti bayimu. Ingat! Dia tidak bersalah."ucap Mawar lembut lalu mengusap perut Elia.

Elia menggeleng histeris."Aku tidak mau bayi ini hiks. Aku tidak mau hamil."jerit Elia keras membuat Revin yang berdiri di depan pintu bisa mendengarnya dengan jelas.

Tak bisa dipungkiri jika Revin merasa terluka. Apa sebegitu tidak inginnya Elia menikah dengan dirinya hingga wanita itu bahkan tega mengatakan tidak menginginkan bayi yang ada di kandungannya.

Apa Elia ingin menggugurkan bayi kami? Batin Revin berkecamuk. Ia tidak akan pernah memaafkan Elia jika wanita itu menyakiti bayinya. Tidak akan.

Revan memegang pundak putranya lalu mengisyaratkan agar mengikutinya.

"Elia bilang kalau dia tidak ingin bayi kami."beritahu Revin pada papanya.

Revan menggeleng."Elia hanya sedang marah. Perlahan dia pasti akan menerima semuanya."

Revin menggeleng pelan. Tangisan dan jeritan Elia sudah membuktikan segalanya. Wanita itu tidak ingin hamil maupun menikah.

"Jangan pikirkan apapun, Elia sedang sensetif dan jangan memperburuk keadaan dengan memikirkan hal yang salah."tegur Revan seolah mengerti pikiran putranya. Lagipula ia sudah berpengalaman. Terlalu berpikir akan membuat segala yang harusnya mudah menjadi sulit.

Revin hanya memalingkan wajahnya dan Revan hanya bisa mendesah kesal.

'Ck! Anak bodoh.' batin Revan.

Sedang di kamar, Mawar telah berhasil yakinkan Elia bahwa semua akan baik-baik saja. Bahwa bayi yang ia kandung adalah anugerah dari tuhan dan tidak memiliki kesalahan apapun.

"Mama akan pastikan Revin akan memperlakukanmu dan bayi kalian dengan baik."ucap Mawar dan Elia hanya diam. Ia sudah setuju untuk menikah tapi itu bukan karena ia ingin. Mama Mawar benar, anak yang ia kandung tidak bersalah dan punya hak untuk hidup bersama kedua orang tuanya dalam lingkup keluarga yang utuh.

Terlebih Elia sedikit tersentuh karena mendengar pernyataan tuan Revin tadi bahwa pria itu mencintainya dan tidak mau kehilangan dirinya. Jujur saja, kekurangan tuan Revin hanyalah tidak bertindak dengan benar.

Elia bahkan berpikir jika tuan Revin benar mencintai dirinya dan mendekat dengan cara yang baik, Elia pasti sudah jatuh cinta. Tapi apa boleh buat, semua sudah terjadi dan yang bisa dilakukan sekarang hanya memperbaiki.

'Semoga tuan Revin bisa menjadi suami dan ayah yang bertanggungjawab.' batin Elia.

Mawar menghela napas lega. Senang karena akan menjadi seorang nenek meski dengan cara yang tidak benar. Senang juga karena Elia sudah setuju untuk menikah, apalagi perasaan lega didukung dengan pernyataan putranya tadi. Mawar yakin semuanya akan berjalan dengan baik mulai sekarang.

Ceklek

Revin masuk membuat Mawar menatap putranya.

"Aku ingin bicara dengan Elia."ucap Revin membuat Mawar menatap wajah Elia lalu tersenyum hangat.

"Semua akan baik-baik saja."ucap Mawar lalu beranjak turun dari tempat tidur dan berlalu keluar dari kamar.

Revin segera menutup dan mengunci pintu kemudian melangkah mendekati Elia.

"Tuan.."cicit Elia pelan.

"Apa kau begitu membenciku sampai tidak menginginkan bayi yang ada di kandunganmu?"tanya Revin tajam membuat Elia melotot.

"Tuan, saya tidak.."

"Dengar Elia. Aku tidak peduli padamu, tapi bagaimanapun caranya, bayiku harus lahir ke dunia ini."potong Revin dengan nada datar.

Elia hanya diam. Tatapan tuan Revin berbeda dari biasanya. Itu seperti tatapan benci dan tidak suka.

"Tuan, saya..."

"Aku bahkan akan membunuhmu dengan tanganku sendiri jika kau menyakiti bayiku."ancam Revin sembari menunjukkan jari-jarinya yang mengepal.

Elia menelan ludah lalu berkata pelan."Jadi ini adalah sifat asli tuan. Saya pikir kita akan.."

"Akan apa?"tantang Revin lalu menatap perut Elia."Kita akan menikah. Tapi hanya sampai bayiku lahir. Setelah itu aku akan mengambil bayiku dan menceraikanmu."ucap Revin dingin lalu berbalik meninggalkan kamar.

Brakk

Elia mengusap perutnya. Dadanya tiba-tiba sesak dan air mata mulai berlomba keluar.

"Hiks aku harus bagaimana?"isak Elia dan mulai menangis.

Bersambung

Menjadi Kesayangan Tuan RevinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang