Bagian 25

45.9K 1.8K 71
                                    

Happy Reading!

Revin melirik Elia lalu menghela napas. Dia mulai mengingat perkataan mamanya tadi sebelum pamit pulang.

'Saat pertunangan akan dilakukan, kau justru meminta untuk menikahi Elia dan mama setuju.'

'Kau bahkan berlutut di kaki mama dan berkata mencintai Elia dan tidak mau kehilangannya.'

'Kabar baiknya Elia juga mau meski mama harus meyakinkannya terlebih dahulu. Dan kau tahu, sayang! Elia mendengar pernyataan cintamu dan mama rasa itu yang membuatnya menerima lamaranmu.'

'Dan setelah itu kalian mengadakan ijab qabul di rumah tanpa pesta besar dan menunda resepsi untuk sementara waktu.'

'Jika mama tahu dari awal kau menyukai Elia, pasti tidak akan ada Monica. Tapi syukurlah kau mengatakan perasaanmu pada mama tepat waktu.'

'Dan tepat dua bulan setelah kalian menikah, Elia dinyatakan hamil.'

Revin menutup matanya. Rasanya tidak mungkin ia menyatakan cinta pada Elia itupun di depan mamanya sendiri dan didengar oleh Elia. Tapi..

"Shh"Revin mendesis, tiba-tiba saja bayangan saat ia berlutut muncul di kepalanya. Meskipun tidak jelas, tapi Revin yakin ia berlutut dihadapan mamanya.

"Arghh.."Rintih Revin kencang. Kepalanya tiba-tiba saja sakit.

"Mas. Mas baik-baik saja?"tanya Elia khawatir. Ia segera turun dari ranjang dan mendekati suaminya.

Revin mendesis dan melirik tangan Elia yang menyentuh kepalanya. Wanita itu tampak sangat panik.

"Sebaiknya jangan memaksa untuk mengingat apapun. Mas harus banyak istirahat."ucap Elia lembut membuat Revin terhenyak. Seperti ada ribuan kupu-kupu yang beterbangan di perutnya saat mendengar Elia memanggilnya mas.

Sedang Elia langsung menarik tangannya. Ia memanggil mas tentu karena arahan dari mama mertuanya.

"Maaf."cicit Elia karena sepertinya tuan Revin merasa tak nyaman saat disentuh.

"Kepalaku sakit, Elia."beritahu Revin membuat Elia mengangguk.

"Aku panggil dokter ya mas?"

Revin menggeleng."Aku baik-baik saja sekarang."

"Dokter sudah bilang kalau mas tidak boleh memaksa untuk mengingat sesuatu. Biarkan saja berjalan secara alami."ucap Elia lembut.

Revin diam lalu melirik ke arah perut Elia.

"Apa kau tidak masalah, aku melupakanmu dan anak kita?"tanya Revin pelan.

Elia tersenyum lalu menggeleng."Mas sedang sakit dan tidak sengaja melupakannya. Mana mungkin aku marah."

Revin mengangguk."Sudah berapa minggu?"

Elia mengusap perutnya yang sudah sedikit menonjol. "Dua belas minggu."

"Lalu kenapa bisa jatuh dari pohon?"tanya Revin. Ia ingat mamanya bilang Elia jatuh dari pohon.

Elia menggeleng."Aku tidak jatuh dari pohon."

"Lalu? Kenapa dokter memintamu untuk istirahat total."tanya Revin bingung.

Elia menggigit bibir bawahnya."Aku pingsan dan sedikit pendarahan setelah mendengar dokter mengatakan keadaan mas setelah kecelakaan."ucap Elia jujur lalu menunduk.

Revin terdiam. Ia sempat berpikir bahwa orang tuanya berbohong tapi sepertinya tidak.

'Sepertinya aku benar telah menikah dengan Elia' batin Revin. Apalagi selama ini, Elia memang sangat sering menyentuh atau mengusap perutnya.

Menjadi Kesayangan Tuan RevinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang