7

66 14 2
                                    

Sejak kejadian semalam, Junghwan jadi pendiam. Tidak ada sapaan pagi yang penuh dengan keceriaan untuk sang papa dan bunda. Tidak ada ocehan penuh nada kesal yang terkesan lucu lagi karena rebutan makanan dengan sang kakak. Junghwan melakukan aktivitasnya dengan mulut tertutup, kecuali saat sarapan yang mengharuskan dia membuka mulutnya.

Setelah kakak sulungnya melihat luka lebam di pelipisnya, dia langsung mengusir kedua kakaknya dari dalam kamar. Menutup pintu lalu tubuhnya merosot, melanjutkan tangisnya yang sudah terlanjur keluar. Membuat matanya bengkak pagi tadi, dan membuat tanda tanya bagi anggota keluarga yang lain, kecuali Haruto.

"Kakak berangkat."

"Mau kemana lagi kamu?"

Yoshi mengulangi kegiatannya yang kemarin. Berangkat lebih awal dan melewatkan sarapan bersama keluarga. Yoshi kan sudah janji pada adiknya untuk tidak terlalu banyak berinteraksi dengan mereka. Namun sepertinya wanita yang menjadi bundanya itu tidak percaya dengan alasannya. Jadi, Yoshi ditahan agar tidak pergi duluan.

"Kelas pagi, bun."

"Kelas pagi kelas pagi. Tidur aja sekalian di kampus sana."

Yoshi menunduk, wanita di depannya ini berubah menjadi seram ketika marah. Dengan gerakan pelan, Yoshi mendudukkan dirinya di kursi. Matanya melirik dua adiknya, berusaha meminta bantuan agar dia bisa kabur. Namun apa yang bisa Yoshi harapkan dari keduanya.

Sarapan pagi itu berlangsung dalam suasana hening, hanya ada suara alat makan yang terdengar. Bundanya sedang marah, jadi tidak ada yang mau melemparkan candaan atau obrolan ringan seperti biasanya. Ditambah lagi sang mood booster juga sedang mode silent.

"Akhir-akhir ini bunda jarang deh liat kamu nganterin adek-adekmu sekolah, kak."

"Haru yang minta, bun."

Yoshi merapatkan bibirnya, harap-harap cemas semoga adiknya itu tidak kena amukan bundanya juga.

"Kenapa?"

"Kak Yoshi keliatan sibuk akhir-akhir ini. Haru takut ngrepotin kakak."

Sang pembual ini memang pandai sekali membuat karangan cerita. Yoshi akui jika adiknya ini memang jago dalam segala hal, termasuk membohongi orang tuanya. Yoshi melirik sang papa yang terlihat tenang menyantap sarapannya. Selain dia, cuma sang papa yang mengetahui sifat asli adiknya. Setau Yoshi.

"Biasa bun, Yoshi kan sekarang kuliah sambil ngajar privat. Pasti capek banget kalo jadi dia. Apalagi ditambah ngurus dua tuyul bandel ini."

"Papa!"

"Papa benar, kan? Dari kecil kamu kan memang bisanya nyusahin kakakmu itu."

"Jangan dibahas lagi!"

Haruto membanting sendoknya lalu pergi dari ruang makan. Yoshi dan sang papa tidak ada niatan mencegahnya karena Haruto memang seperti itu. Berbeda dengan sang bunda dan si bungsu, meskipun hampir 10 tahun menjadi keluarga, mereka tetap tidak mengerti bagaimana sifat dari si bungsu Kanemoto itu.

"Kalian berantem lagi kan?"

Karena Haruto sudah pergi dari sana, otomatis pertanyaan itu papanya tujukan untuk Yoshi. Yoshi berdehem untuk menjawab pertanyaan tersebut. Dia juga sudah bosan membahas masalah ini, sampai dia nangis darah pun juga adiknya itu tetap tidak mau akur dengannya. Yoshi pun tidak tau apa alasannya.

"Kamu berangkat sama kakak aja, Ju."

○○○

Di dalam mobil, Yoshi hanya fokus pada jalanan. Sekali dapat lampu merah, dia justru sibuk bermain dengan hpnya. Membiarkan Junghwan duduk diam di sampingnya tanpa ada obrolan menghiasi kesunyian di dalam mobil. Yoshi memang sengaja, daripada adiknya ini nanti protes padanya karena dia yang mencoba kembali akrab dengan sang adik.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 15 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

AttentionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang