4

89 12 3
                                    

Drrttt ... drrttt ...

Suara dering telpon terus-terusan ribut memenuhi seluruh ruangan, tapi dua manusia itu tetap nyaman dalam pelukan mereka. Selimut tebal juga suhu tubuh keduanya mampu meredam suhu dingin AC. Sangat nyaman hingga suara sekeras itu tidak bisa mengganggu kedamaian mereka.

Drrttt ... drrttt ...

"Eungh, berisik!"

Tak! Klotak!

"Eh?"

Satu dari dua orang di ruangan itu berusaha membuka matanya. Kesadarannya mulai terkumpul karena suara benda yang jatuh.

Drrttt ... drrttt ...

'Papa'

"Mampus."

Dengan melihat nama kontak yang sedari tadi menghubunginya, kesadarannya langsung terkumpul penuh. Pergerakan grasak-grusuknya itu membuat satu orang lainnya ikut terbangun.

"Jam berapa, kak?"

Orang yang dipanggil kak itu melirik ke si penanya, terlihat yang lebih muda sedang mengucek matanya sambil mulutnya menguap. Merenggangkan badannya agar otot-otot kaku menjadi lemas kembali.

Yang lebih muda berusaha mendudukkan tubuhnya, tapi langsung oleng dan bersandar pada tubuh yang lebih tua. Matanya kembali terpejam, belum ada niatan untuk bangun.

Sedangkan yang lebih tua masih diam memandangi layar hpnya yang sudah berubah hitam. Dering telpon itu sudah berhenti, tapi justru itu yang membuat dia terdiam. Bimbang antara balik menelfon atau menunggu telfon masuk lagi. Dan tidak lama kemudian dering telfonnya kembali berbunyi dan dengan segera dia mengangkatnya.

"Halo."

"Kamu dimana? Kenapa gak pulang?"

Dia merasakan gerakan pada pahanya, ternyata yang lebih muda mulai terganggu.

"Di kosan temen, pa. Maaf, semalem ngerjain tugas trus selesainya kemaleman, jadi suruh nginep sekalian."

Terdengar helaan nafas dari seberang telfon. Dia sendiri sudah was-was, takut papanya tidak percaya dengan alasannya. Tidak tau kenapa juga dia justru beralasan lain, daripada mengatakan yang sebenarnya.

"Kamu nggak ada kelas pagi?"

"Nggak ada, pa."

"Ya sudah nanti kamu pulangnya hati-hati."

"Iya pa."

Tut!

Sambungan telfon itu terputus, dia bernafas lega setelahnya. Pandangannya turun, mengamati wajah polos yang lebih muda. Tangannya mengusap kepala yang lebih muda sebelum membangunkannya.

"Hei, bangun. Kamu nggak sekolah?"

Tubuh itu menggeliat dan terjatuh ke kasur dalam keadaan tengkurep. Dia terkekeh, ternyata semua orang sama saja jika di pagi hari pasti susah di bangunin.

"Mau kakak anter ke sekolah nggak?"

"Mau!"

Kali ini malah dia yang terkejut. Yang lebih muda tiba-tiba bangun dan duduk sambil menatapnya dengan antusias. Bibir pucat itu merekahkan senyum manisnya. Dan sedetik kemudian, mata itu kembali terpejam.

"Mandi sana, kakak siapin sarapannya dulu."

Anak itu menurut, dengan mata yang masih setengah terpejam, dia melangkah menuju kamar mandi. Meninggalkan yang lebih tua yang kini juga ikut beranjak, keluar kamar.

AttentionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang