Entah sudah berapa lama Athan meliburkan diri, ia tidak menghitungnya. Athan hanya mengetahui satu hal sejak ia kembali masuk sekolah, banyak yang telah berubah.
Hari iniㅡsetelah satu hari penuh kemarin ia istirahat di rumah, akhirnya Athan diizinkan untuk masuk ke sekolah lagi. Tentu saja dibekali dengan berbagai catatan, khususnya bagi Atala agar bisa menjaga adiknya lebih ekstra lagi.
Alasannya selalu sama, kondisi Athan sedang rentan, katanya. Itulah mengapa Atala harus benar-benar menaruh perhatian penuh pada kembarannya itu. Athan tidak boleh stress, Athan tidak boleh kelelahan, Athan tidak boleh terlalu emosional, dan semua larangan yang justru membebani Atala tanpa sadar. Padahal ia juga disana sebagai seorang siswa.
Sejak hari dimana Atala dan Arion pergi ke mall berdua tanpa diketahui oleh Athanㅡpikirnya, Atala merasa ada yang berbeda dari sang adik. Athan jadi terlihat semakin canggung, membuat mereka seolah memiliki jarak yang cukup jauh.
Tidak ada obrolan saat berada di kamar, Athan hanya menjawab seperlunya, dan Atala sudah kehabisan akal untuk mengerti apa yang sebenarnya anak itu inginkan. Termasuk saat ini, Athan hanya duduk tanpa menyentuh bekalnya sama sekali, padahal jam istirahat akan selesai dalam 10 menit.
"Dek, ayo dimakan dulu, nanti kamu laper."
"Gak laper."
"Dikiiiit aja, ya? Sini kakak suapin."
"Aku bilang gak laper ya gak laper!"
Atala memejamkan mata saat mendengar bentakan dari sang adik. Ia tidak paham mengapa Athan tiba-tiba menjadi emosional seperti ini, tapi ia tetap berusaha untuk menenangkan. Banyak pasang mata yang menatap ke arah mereka, bahkan tak sedikit yang saling berbisik setelahnya.
Pundak Athan naik turun dengan cepat. Ia mulai merasa sesak, tapi sebisa mungkin Athan tahan agar tidak kambuh. Baru saja tangan Atala hendak meraihnya, tapi dengan cepat ia tepis dengan kasar. "Mau tidur, jangan ganggu," ucapnya seraya menyembunyikan wajah pada lipatan tangan.
***
"Untuk tugas presentasi ini dilakukan secara berkelompok, ya? Anggotanya 4 orang per kelompok, silahkan atur masing-masing. Ketua kelas tolong nanti data kelompoknya dikirim ke Ibu, ya."
Ah, sial. Athan tidak bisa berhenti mengumpat dalam hati saat guru Biologi memberikan tugas untuk minggu depan. Kerja kelompok dan diatur oleh masing-masing adalah dua hal yang sangat dibenci Athan. Ia benci jenis tugas semacam ini.
Setelah guru tersebut keluar, seisi kelas menjadi riuh. Orang-orang yang sudah bergabung dalam satu circle, otomatis menjadi satu kelompok. Begitupula orang-orang pintar yang pasti akan memilih si pintar lainnyaㅡdan kalau tidak pintar, minimal tidak akan merepotkan bagi kelompok.
Athan sudah menduganya sejak awal. Pasti tidak akan ada yang mau mengajaknya, ia pasti dilupakan begitu saja. Jauh berbeda dengan Atala yang kini tampak sibuk menerima banyak tawaran dari teman-temannya untuk masuk ke kelompok mereka.
"Guys, sorry, tapi kalo gak sama Athan, gue gak bisa nerima tawarannya."
Bodoh! Athan berguman dalam hati. Padahal Atala tidak perlu memikirkan bagaimana dirinya nanti. Walaupun memang akan banyak kesulitan yang akan dihadapi jika tanpa Atala, tapi Athan juga muak dengan alasan klise semacam itu.
Sebab balasan yang harus dia dengarㅡ
"Udah lah, Tal. Adek lo bukan anak kecil yang harus lo bawa kemana-mana, dia bisa nyari kelompok sendiri. Lagian gue pengennya sekelompok sama orang-orang yang udah pasti menguntungkan, bukan merugikan kelompok. Apalagi kalau nanti cuma nyusahin, males."
YOU ARE READING
Growing Pain: Breathless
FanfictionHanya cerita sederhana tentang anak laki-laki berusia 15 tahun dan keempat kakak yang menjaganya dengan penuh perjuangan, sebab ia rapuh; jiwanya bisa hilang kapan saja.