Atala sudah diizinkan pulang dari Rumah Sakit. Setelah hari-hari penuh ketegangan dan kecemasan karena kondisinya yang naik turun, Atala bersyukur karena obat kemo diterima cukup baik oleh tubuhnya. Wisnu mengatakan ini harus menjadi pemicu semakin semangatnya Atala dalam menjalani hidup, walaupun tak bisa dipungkiri, ia tetap merasa sedih.
Saat ini Atala sudah kembali ke sekolah. Sudah duduk di bangkunya lagi, bertemu dengan teman-temannya lagi, belajar dan bercanda bersama lagi, dan melakukan rutinitas seperti sebelumnya. Meskipun kini memiliki begitu banyak batasan dan pantangan, tapi Atala beruntung karena teman-teman sekelasnya mau memahami kondisi ia sekarang. Semuanya berjalan seperti sebelumnya, namun kali ini ada yang berbeda.
"Kak Marsel, maaf ya jadi ngerepotin," ucap Atala sedikit berteriak pada Marsel yang tengah menjalankan motornya dalam kecepatan sedang. Arsen mengabari tidak bisa menjemput dan memberikan solusi untuk memesankan taksi online, tapi Marselㅡkakak kelas yang pernab menjadi kakak pembimbing sewaktu MPLS-nya lebih dulu menawarkan tumpangan.
"Santai aja kali, Tal, kayak sama siapa aja." Marsel menyahuti. "Lagian udah lama gue gak ketemu lo semenjak sakit. Naik motor gini gak masalah, 'kan?"
"Nggak kok, kak, aman. Thanks, ya?"
Marsel hanya berdehem sebagai jawaban, fokusnya kembali pada jalanan. Sore ini langit tidak terlalu cerah, namun tidak mendung juga. Setidaknya Atala tidak perlu khawatir tiba di rumah dalam keadaan basah kuyup. Apalagi sekarang imunitasnya cukup lemah untuk menghadapi perubahan cuaca.
***
Atala pikir, ia akan sendirian di rumah.
Sesampainya di tempat tujuan, Atala sempat meminta Marsel untuk mampir sebentar. Tapi, anak itu menolak, katanya ia ada keperluan lain dan Atala juga tidak bisa memaksa. Akhirnya ia masuk ke dalam rumah dengan cukup lesu, sebab pikirnya ia pasti akan sendirian disana.
Namun, ternyata dugaan Atala salah. Sesaat setelah ia masuk, kehadirannya langsung disambut oleh keberadaan Adara. Wanita itu tampak mengenakan daster selutut, padahal biasanya Adara pulang bekerja sekitar pukul 6 sore. Tanpa banyak tanya, Atala berjalan mendekat, membalas senyum yang Adara berikan dengan senyuman yang sama.
"Kak Adara gak kerja?"
"Hari ini kakak cuma setengah hari kerja, kerjaan kakak selesai lebih cepat. Lumayan juga, 'kan? Kakak jadi bisa lebih awal masakin buat kamu sama yang lain." Jelas Adara seraya sibuk menyajikan masakan buatannya di atas meja. "Makan dulu ya, dek, pasti kamu capek habis sekolah."
Rasanya masih seperti mimpi. Meskipun ini bukan pertama kalinya, tapi Atala selalu dibuat tak bisa berkata-kata dengan perlakuan yang Adara berikan. Wanita itu kini selalu menyiapkan makanan untuknya, menjamin apapun yang masuk ke dalam tubuh Atala sudah sehat.
Biasanya juga ia akan memakan masakan Adara, tapi dulu Atala tidak pernah bisa mengatakan apa makanan kesukaannya. Ia dipaksa memakan apapun makanan yang sudah tersaji di atas meja makan dan tidak boleh protes, meskipun Atala sangat tidak menyukainya. Ia sudah terbiasa mengalah sejak dulu. Kini, setelah diberikan kesempatan untuk mengutarakan keinginannya, Atala belum terbiasa.
Sebenarnya bukan hanya Adara yang berubah menjadi lebih baik. Arsen pun sama. Selama ini Arsen memang selalu ditugaskan untuk mengantar jemput adiknya ke sekolah, tapi semenjak keluar dari Rumah Sakit, Arsen jadi begitu protektif. Atala tidak diizinkan naik angkutan umumㅡyang sebelumnya sering ia jadikan opsi saat Arsen tidak bisa menjemput, Atala juga tidak diizinkan menaiki sepedanya karena takut anak itu kelelahan, dan begitu banyak larangan yang berlandaskan kepedulianㅡyang membuat Atala masih belum mempercayainya.
Kehidupannya berbeda. Entah karena penyakit yang kini mendekam di dalam tubuhnya atau alasan lain, Atala sejujurnya tidak mau peduli. Ia ingat pesan dari Wisnu untuk menikmati dan menghargai momen yang sekarang ada di depan mata, tidak boleh memikirkan hal-hal berat yang justru membebani kepala.
YOU ARE READING
Growing Pain: Breathless
FanfictionHanya cerita sederhana tentang anak laki-laki berusia 15 tahun dan keempat kakak yang menjaganya dengan penuh perjuangan, sebab ia rapuh; jiwanya bisa hilang kapan saja.