Sudah bosan rasanya Atala menangisi hari ulang tahunnya yang terasa hambar sejak dulu. Ia pikir, setelah tumbuhnya sel ganas dalam tubuh, kali ini Atala bisa melewati hari kelahirannya dengan lebih baik. Namun, ternyata tidak, semuanya sama saja seperti sebelum-sebelumnya.
Hampir 2 jam sejak Atala terbangun dan tidak menemukan siapapun di ruang rawatnya. Pusing melanda kala ia mencoba melihat keluar jendela, menatap cahaya matahari yang baru saja bangkit ke permukaan. Pagi ini seharusnya terasa hangatㅡsebab tubuh itu sudah dibungkus rapih oleh selimut tebal, tapi mengapa Atala justru merasa sebaliknya?
Wisnu sempat memberitahu jika ketiga saudaranya pasti akan datang sebentar lagi. Tapi, sebentar lagi itu kapan? Arion yang seringkali menyambutnya bangun pun kini belum juga terlihat batang hidungnya. Sejenak Atala membatin, apakah mereka sekarang tengah berada di ruangan Athan dan merayakan ulang tahun anak itu disana? Jika iya, entah apa yang harus Atala lakukan untuk menghadapi rasa kecewa kesekian kalinya ini.
Hingga suara pintu dibuka terdengar. Yuan muncul dibaliknya, membuat kening si penghuni ruangan mengernyit bingung. "Yuan? Lo ... ngapain disini?" Atala bertanya, tepat setelah Yuan menempatkan diri di samping ranjang. Matanya terlihat sembab, pun pakaian serba hitam yang semakin menimbulkan banyak tanda tanya di kepala Atala.
Si pemilik nama tak lantas menjawab, Yuan lebih dulu menyerahkan sebuah kotak ke hadapan Atala. "Dari kembaran lo, Athan. Dia nitipin itu ke bokap gue, tapi karena ada urusan lain, jadinya gue yang diminta buat kasih ke lo." Lanjut Yuan dengan suara yang terdengar lemas dan tak bertenaga.
"Bokap lo? Tunggu, lo anaknya dokter Galih?"
Sekali lagi Yuan tak memberi jawaban, anak itu justru menarik kursi dan duduk disana. Tidak bersuara selama beberapa saat, hingga akhirnya Yuan kembali memberanikan diri menatap Atala. Laki-laki itu memang tidak terlalu mirip dengan Athan, namun selang oksigen yang melintang di bawah hidung Atala seketika mengingatkan ia dengan Athanㅡpun dengan adiknya di masa lalu.
"Lo mau tahu sesuatu, Tal? Gue juga punya adek, saudara satu-satunya." Yuan mulai bercerita, tatapannya kini beralih pada objek lain, enggan lama-lama beradu tatap dengan Atala. "Dia sering bikin gue kesel, bikin gue jengkel, bikin gue marah. Pokoknya gue gak suka setiap kali orang-orang memperlakukan dia sebegitu istimewanya hanya karena dia lemah. Gue benci saat semua orang mendewasakan gue dengan cara yang salah. Gue sempet muak sama dia yang terkesan egois dan maunya disayang sendirian."
Atala sebenarnya tidak mengerti kenapa Yuanㅡyang notabenenya tidak pernah banyak mengobrol selama ini, kini menceritakan hal pribadi semacam itu. Walaupun demikian, Atala tetap mendengarkan dengan baik, seraya memeluk kotak yang katanya pemberian dari sang adik.
"Sebulan setelah ulang tahunnya yang ke-12, kondisi adek gue memburuk. Asma yang sebelumnya ringan, tiba-tiba jadi memburuk dalam waktu singkat. Paru-parunya kolaps." Yuan kembali bersuara, kali ini terdengar ada getaran di setiap kalimat yang terlontar. "Gue awalnya gak mau peduli, tapi beberapa hal gak terduga menyadarkan gue kalo sikap kayak gini tuh salah. Bukan adek gue yang terlalu egois dan maunya menikmati hidup enak sendirian, justru gue yang gak mau tahu dengan rasa sakitnya selama ini."
Melihat Yuan hanya diam dan sesekali menyeka air mata yang hampir jatuh, Atala kemudian menimpali. "Terus ... keadaan adek lo sekarang gimana?"
"Rafa meninggal, 2 tahun yang lalu."
Mendengar kalimat singkat itu terucap, entah mengapa Atala langsung merasa dadanya sakit. Ada getir aneh disana yang membuat napasnya menyesak tiba-tiba, kepalanya seketika memutar bayang-bayang tentang adik kembarnyaㅡyang ia sendiri tidak tahu bagaimana keadaannya saat ini.
"Tal, kita punya pilihan untuk lari, tapi adik kita jalan bentar aja belum tentu sanggup. Kita punya pilihan buat pergi kemanapun yang kita mau, tapi adik kita harus terkekang di tempat yang ngebosenin karena kondisinya. Kita selalu punya pilihan untuk nentuin masa depan kayak gimana yang kita pengen, tapi adik kita ... mereka bahkan gak yakin bisa bertahan sampai ketemu masa depan."
YOU ARE READING
Growing Pain: Breathless
FanfictionHanya cerita sederhana tentang anak laki-laki berusia 15 tahun dan keempat kakak yang menjaganya dengan penuh perjuangan, sebab ia rapuh; jiwanya bisa hilang kapan saja.