Rencana Masa Depan

2.4K 233 46
                                    

Tidak ada yang bisa menebak bagaimana dunia bekerja di masa depan, sekalipun seorang peramal terkenal yang memprediksinya. Karena bagi Atala, hidupnya terlalu abu-abu. Bahagia di hari kemarin tidak menjamin bahagia yang sama di hari esok.

Rasanya baru kemarin Atala kembali berdamai dengan rasa sakit dan adiknya, Athan, kini ia dipaksa untuk kembali pada realitaㅡdimana Atala akan selalu menjadi pemeran antagonis atas kesalahan yang tidak pernah diperbuatnya. Ia akan selalu menjadi objek untuk dilempari semua tuduhan tak mendasar itu.

***

Sekitar pukul 2 dini hari, Atala terbangun karena mendengar suara dari sisi kanannyaㅡtempat dimana ranjang Athan berada. Matanya mengerjap pelan, menyesuaikan dengan redup cahaya lampu kamar mereka. Hingga saat kesadaran Atala perlahan terkumpul, ia dikejutkan dengan tubuh adiknya yang bergerak gelisah disana.

Athan terlihat meringkuk ke sisi kiri dengan kedua tangan sibuk mencengkram area dada. Keringat nampak bercucuran, pun wajah yang terlihat pucat sekali. Adik kembarnya terus merintih sakit dengan mata yang menatap Atala; meminta pertolongan.

Kepanikan yang menguasai membuat Atala tidak yakin teriakannya terdengar sampai keluar ruangan. Ia sibuk memegang tangan Athan yang sudah mendingin. Hingga saat pintu terbuka dengan kasar dan Arion muncul dibaliknya, Atala hanya mampu membawa tubuh lemasnya mundur perlahan.

"Adek, kamu bisa denger kakak, 'kan?"

Athan memang masih bisa melihat keberadaan Arion, namun kini telinganya seolah tak berfungsi. Kepala anak itu menegang dengan suara seperti tercekik setiap kali Athan mencoba menarik napas. Dengan tangan sedikit bergetar, Arion bergegas menghubungi ambulan. Ia tidak yakin berapa estimasi waktu yang dibutuhkan paramedis untuk sampai di rumah, jadi sebisa mungkin ia melakukan pertolongan pertama. Mengganti alat bantu napas yang Athan gunakan dan menyuntikkan obat. "Athan, adek ... Gapapa, kamu bakal baik-baik aja." Bisik Arion seraya mengusap wajah sang adik.

***

Lemahnya otot pernapasan membuat Athan terpaksa kembali berkawan dengan selang ventilator yang masuk ke dalam mulutnyaㅡmenerobos masuk hingga membuat tenggorokannya serasa penuh dan sesak. Arion masih berada disana selama proses penanganan Athan dilakukan, walaupun tak banyak yang bisa ia perbuat.

Tubuhnya lemas luar biasa. Arion sudah berulang kali mendapati adiknya kambuh atau dalam keadaan darurat seperti ini, tapi sampai kapanpun Arion tidak akan pernah terbiasa. Sialnya, bayangan saat di ambulan, dimana Athan sempat mengalami kejang karena kurangnya suplai oksigen ke otak masih terngiang di kepala. Membuat Arion menggigit bibir hingga berdarah, ia takut, teramat takut.

"Tolong siapkan ruang ICU." Perintah dari dokter yang menangani Athan terdengar, setelahnya pria itu menoleh pada Arion yang berdiri tak jauh dari sana dengan tatapan kosong. Perlahan, dokter senior tersebut mendekati Arion, menyentuh pundak yang tampak rapuh itu. "Keluar dan tenangkan dirimu dulu, Arion. Tidak apa, adikmu masih bernapas, dia masih mau berjuang."

***

Berjalan untuk menghampiri keluarganya dalam keadaan kacau seperti ini jelas bukan keinginan Arion. Mati-matian ia menahan diri untuk tidak menunjukkan rasa sedihnya, tapi ternyata percuma saja, sebab dengan melihat Adara sudah berderai air mata pun Arion kalah juga. Air matanya pun turut berjatuhan.

Di sisi lain, Atala melihat semua itu. Melihat bagaimana Arion yang biasanya terlihat kuat, kini begitu lemah di dalam dekapan Adara. Ia tidak tahu bagaimana keadaan kembarannya saat ini, tapi Atala yakin Athan jauh dari kata baik-baik saja.

Growing Pain: BreathlessWhere stories live. Discover now