Atala, maaf.. (2)

4.4K 287 42
                                    

"... kak Iyon?"

"Atala mimpi buruk, ya?"

Atala bergeming. Ia tatap wajah Arion dengan genangan air mata yang mengganggu penglihatannya, sebelum kemudian tumpah. Ada rasa gelisah, takut, dan tak nyaman yang berkumpul menjadi satu, membuat cengkraman Atala semakin kuat pada tangan Arion.

Di dalam ruangan tersebut hanya ada mereka berdua. Awalnya Adara dan Arsen ingin turut menemani, tapi Atala melarang, ia ingin istirahat di dalam kamar yang entah sejak kapan selalu terasa dingin itu. Namun, siapa sangka Atala justru disambangi mimpi buruk yang kini membuat ia takut untuk kembali memejamkan mata.

Sebuah kebetulan karena Arion datang di waktu yang tepat. Ia berniat untuk mengecek kondisi sang adik, tapi justru dihadapkan dengan tubuh Atala yang bergerak tak nyaman sembari meracau. Nama Athan terus disebut, menciptakan sesak dalam dada Arion yang hadir tanpa permisi.

"Kepalanya sakit, gak? Badan kamu panas gini," ucap Arion setelah memeriksa beberapa bagian tubuh Atala. Keringat yang sudah bercucuran itu salah satu tandanya, tanda jika saat ini Atala tengah merasakan sakit pada tubuhnyaㅡnamun memilih untuk diam dan tak mengeluhkan hal itu. "Dek? Kok diem aja?"

"Kak ... adek baik-baik aja, 'kan?" Atala kemudian melirik jam digital yang tersimpan di atas meja nakas, lalu selanjutnya melirik ranjang Athan yang masih rapih disana. "Besok kita ulang tahun, kak. Aku pengen ngerayain sama dia ... Aku pengen ..."

Atala tidak tahu ini efek penyakit yang membuatnya jadi lebih sensitif atau karena kerinduan yang teramat besar pada kembarannya itu, rasanya ia jadi mudah sekali menangis. Arion yang melihatnya hanya bisa terdiam seribu bahasa, tidak tahu bagaimana cara menenangkan, sebab ia sendiri belum bisa tenang sampai saat ini.

Dari tahun ke tahun, setelah kepergian kedua orang tua mereka, ulang tahun si kembar selalu dirayakan di rumah. Tidak mewah, tidak juga megah. Cukup makan bersama dan pemberian kado yang membuat perayaan sekali dalam setahun itu terasa hangat. Sekalipun Arion tahu, adik kembarnya pasti inginkan hal yang lebih.

Namun, bukannya mendapatkan yang lebih di tahun ini, Atala justru merasakan kekurangan karena ketidakhadiran Athan disisinya. Bagaimanapun juga mereka itu terikat, mereka pernah berbagi tempat saat masih di dalam kandungan Mama. Jadi, apa yang harus Atala lakukan sekarang saat sebagian dari dirinya masih harus berjuang untuk bertahan hidup di tempat lain?

"Atala? Hei, kamu kenapa?"

Terlalu banyak menangis ternyata mengundang rasa sakit itu datang kembali. Kepalanya terasa sakit sekali, seperti ditusuk oleh jarum-jarum tak kasat mata, Atala refleks berteriak sakit. Tangan yang sebelumnya saling bertaut dengan Arion, kini beralih fungsi menarik rambut hingga tanpa sadar itu justru membuat kepalanya semakin sakit.

Arion berusaha untuk tetap tenang. Ia berteriak memanggil Adara dan Arsen, meminta bantuan untuk membawa sang adik ke Rumah Sakit. Karena mimisan yang hadir setelah keluhan nyeri itu, semakin membuat Arion yakin untuk mengambil keputusan ini. Ia tidak mau sesuatu yang buruk terjadi, jadi biarlah Atala marah padanya karena harus kembali ke tempat mengerikan itu lagi.

"Atala kuat! Kakak yakin kamu kuat. Tahan, oke? Kita ke Rumah Sakit sekarang," ucap Arion sembari menahan tangan sang adik agar tak semakin menyakiti dirinya sendiri.

***

Pukul 12 malam dan IGD terasa berkali-kali lipat lebih dingin. Adara sudah menangis kencang di dalam rengkuhan Arsen, sedangkan Arion masih menatap cemas ruang IGD dihadapannya. Ia sebenarnya bisa saja masuk dan ikut menempatkan diri sebagai salah satu perawat, namun Arion rasa ia tidak akan sanggup melihat wajah penuh kesakitan adiknya.

Growing Pain: BreathlessWhere stories live. Discover now