25

21.6K 1.3K 7
                                    

Hari kelima sejak Arsen kembali ke Edorra untuk mengurus pekerjaannya. Rajukan Ranran tidak separah hari pertama ia pergi. Walau begitu, setiap anakku tiba-tiba teringat akan Arsen, ia akan berteriak memanggilnya dan menangis keras-keras karena tidak bisa bertemu dengannya. Yang bisa kulakukan hanya mencoba menghibur Ranran dengan melakukan panggilan video agar ia bisa melihat wajah Arsen.

Ranran biasanya akan tertawa senang saat mendengar suara Arsen. Lalu, ia akan menjadi tenang setelah melihat wajah lelaki itu di layar ponselku. Meskipun demikian, Ranran tetap rewel selama beberapa hari terakhir. Aku dibuatnya kewalahan dan kebingungan. Padahal selama ini Ranran hanya bersamaku, tetapi kenapa ia langsung mengamuk setelah ditinggal oleh Arsen yang baru satu minggu ditemuinya?

Aku tak bisa marah atau menyalahkan sikap Ranran. Meski aku merasa sedih karena tingkahnya, ia masihlah seorang anak keil yang tidak tahu apa-apa. Mungkin saja dalam hati Ranran, ia seperti itu karena merindukan sosok seorang ayah yang tidak ia miliki selama ini. Aku menyadari keterbatasanku sebagai seorang ibu, tetapi aku tetaplah manusia.

Tingkah Ranran membuatku sedih, tapi aku pun tak bisa berbuat banyak.

Puncak dari kewalahan dan kelelahanku adalah, aku jatuh sakit hari ini. Tubuhku demam dan terasa ngilu. Aku tak bisa membuka rumah makan sehingga aku hari ini terpaksa beristirahat. Yuzi membantu merawatku yang jatuh sakit. Miro sebisanya mengasuh Ranran sebelum ia berangkat bekerja. Tugas mengasuhnya ia alihkan pada Gerald sebelum berangkat kerja.

Karena melihatku yang sakit, Gerald memutuskan untuk membawa Ranran ke rumahnya agar aku bisa beristirahat. Ia akan menginap di rumah Gerald hari ini. Sementara Yuzi berniat merawatku dan menginap agar bisa menjagaku. Akan tetapi, aku memintanya agar tidak perlu khawatir dan kembali ke rumahnya saja karena merasa tak enak melihatnya repot karena diriku. Sempat terjadi perdebatan sampai aku berhasil meyakinkan Yuzi bahwa aku akan baik-baik saja sendiri.

Akhirnya, siang itu aku di rumah sendirian. Tubuhku yang demam terasa lemas. Sedang obat yang kuminum membuatku mengantuk. Aku terlelap siang itu, tidak tahu sampai berapa lama. Yang kuketahui, saat aku bangun, hari sudah gelap dan Arsen sudah tiba di Niri. Ia sedang mengompres keningku saat aku membuka mata.

"Kau sudah bangun? Bagaiana perasaanmu?" tanyanya sambil menyentuh pipiku.

Tangannya terasa dingin. Kuamati wajahnya yang kelihatan khawatir. Ia mengenakan pakaian santai untuk di rumah. Rambutnya hampir kering dan tubuhnya beraroma seperti sabun mandi yang biasa aku gunakan. Kutebak, Arsen sudah tiba di Niri cukup lama.

"Kapan kau tiba? Sudah makan malam?" balasku tanpa membalas pertanyaan Arsen dan menyentuh tangannya.

Wajah Arsen tampak lelah, dengan kantung hitam di bawah mata. Sepertinya, urusannya di Edorra benar-benar membuatnya kurang tidur.

"Kau kurang tidur," komentarku.

"Bukan waktunya bagimu untuk mengkhawatirkanku, Leila," sahut Arsen dengan alis bertaut. "Aku sangat khawatir saat mendengar bahwa kau sakit dari ayahku."

"Ah, bagaimana dengan Ranran? Ia menangis beberapa hari terakhir karena merindukanmu," kataku cepat saat Arsen menyebut soal ayahnya.

Wajah Arsen berubah, tampak menyesal dan tak enak. "Aku tahu. Ayahku bilang, kau jatuh sakit karena kewalahan dengan amukan Ranran. Katanya, Ranran kemarin mengamuk saat kau mandikan dan menangis sampai tertidur."

Ranran mengamuk saat mandi, membuat pakaianku basah. Ia kemudian menangis sangat lama, hampir selama satu jam. Aku harus menenangkannya selama itu dengan pakaian basah. Meski ada Gerald atau Miro, Ranran tak mau berhenti menangis karena hanya ingin digendong oleh Arsen. Kurasa, aku demam karena kedinginan. Juga sepertinya kelelahan.

Fault in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang