Bab 24 Prasaan Apa Ini?

54 5 1
                                    

Esok harinya ...

Seperti biasa, Dina bersekolah diantar oleh Kinanti Kakaknya. Sesampainya di kelas, Dina melihat kelas sangatlah kotor dan jorok, banyak sampai berserakan. Terpaksa Dina yang membersikan ini semua kebetulan juga ia orang pertama yang datang.

Lalu tak lama Alea pun datang. " wih, tumben nyapu," puji Alea.

"Terpaksa, banyak sampah soalnya."

"Gue bantuin ya," tawar Alea.

"Wih, makasih lo memang teman gue yang paling ngertiin banget," puji Dina.

"Lebay."

Setelah semuanya bersih, Dina dan Alea juga sudah selesai menyapu kemudian mereka pergi ke kanti untuk sarapan kebetulan bel jug belum berbunyi.

Pergilah mereka ke kanti, sampai kantin Dina dan Alea bertemu dengan Pak Rizal. Pak Rizal melihat mereka sekilas, dengan wajah yang cuek dan terlihat masa bodo padahal jarak mereka berdekatan.

Setelah merek memesan makanan, mereka mencari tempat duduk untuk makan, setelah ketemu lalu mereka makan. Dina memesan nasi goreng dan es teh sedangkan Alea memesan bakso sama es teh.

Setelah selesai makan, mereka kembali ke kelas. Kebetulan bel masuk juga sudah berbunyi. Di kelas Dina pelajaran Sosiologi, setiap jam pelajan, Dina selalu melamun entah mengapa pikirannya selalu tertuju kepada Pak Rizal.

Ibu Livi yaitu guru sosiologi yang melihat Dina tak mendengerkan saat dirinya tengah menjelaskan di depan, langsung menghampiri Dina dan menggebrak mejanya.

"Dina!"

"Iyah, Pak Rizal?" celetuk Dina menyebut nama Pak Rizal.

Semua murid di kelas terheran dan menertawakan Dina.

"Pak Rizal? Kamu lagi mikiran apa sih Dina? Sekarang kita ini lagi belajar sosiologi bukan Indonesia!" tegur Bu Livi.

"Maaf Bu."

"Baik semuanya kita lanjutkan pelajaran ini."

'Kok gue jadi mikirin Pak Rizal terus sih?'

Saat istirahat, Pak Rizal melewati koridor sekolah, tak  sengaja ia mendengar dua siswi dari kelasnya Dina membicarakan Dina.

"Aneh ya Dina, masa di kelas dia nyebut Pak Rizal, padahal itu pelajaran sosiologi."

"Iyah, aneh ya dia."

'Apah? Dina nyebut nama saya saat jam pelajaran?' batin Pak Rizal semringah.

Kini Dina dan kawan-kawannya tengah makan di kantin.

"Beneran Din, lo nyebut nama Pak Rizal di kelas padahal itu bukan jam pelajaran indonesia?" tanya Intana.

"Iyah."

"Kok bisa ya?" tanya Intana.

"Ya bisalah, itu tandanya Dina punya prasaa sama Pak Rizal," jawab Zalea.

"Mungkin," jawab Dina.

"Tapi gimana dengan Rifqi?"

"Mana gue tau."

"Apah jangan-jangan lo mau dua-duanya," duga Intana.

"Bej*r  ya kali nggak lah," jawab Dina.

'Apa bener gue cinta sama Pak Rizal? Terus gimana sama Rifqi?' batin Dina bertanya.

Lalu Dina beranjak bangun lalu melangkah pergi.

"Din lo mau kemana?!" teriak Zalea.

"Kepo."

Dina berjalan terburu-buru hingga tak sengaja bertabrakan dengan Pak Rizal yang sedang membawa buku banyak.

Kedunya jatuh hingga buku-buku itu berserakan, Dina langsung membantu mengambil buku-bukunya.

"Ini Pak, maaf ya Pak," ucap Dina.

"Iyah nggak papa."

"Apakah Bapak perlu bantuan?" tawar Dina.

"Nggak perlu saya bisa sendiri," jawab Pak Rizal berajak pergi.

"Aneh banget sih tuh guru, kadang baik kadang jahat, aneh," cetus Dina.

                                  ***
Sepulang sekolah, Dina menunggu kedatangan Pak Rizal untuk belajar. Sudah hampir satu jam ia menunggu Pak Rizal di teras rumahnya bersama buku-bukunya.

"Mana sih guru itu, biasanya datang lebih awal?"

Mamah Jasinda pun keluar." Dina kamu lagi apa mondar-mandir terus?" tanya Mamah.

"Dina lagi nunggu Pak Rizal, Mah."

"Dia belum dateng juga?"

"Iyah Mah."

"Yaudah Mamah tinggal dulu ya, mau masak buat makan malem."

"Iyah, Mah."


My Teacher Is My Soul MateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang