Happy Reading!!
.
Hati-hati banyak typo bertebaran!
.
.
.Sebuah ruangan berukuran 4×4 dengan dinding berwarna putih itu tampak sunyi. Berkas-berkas dan berbagai macam dokumen tertata rapih di tempatnya masing-masing. Bolpoin itu bergerak ke sana kemari seakan menari-nari di atas lembaran kertas putih.
"Bener ga sih ini ruangannya?" Tanya seseorang dari luar. Raut wajahnya terlihat takut mengetahui bahwa ruangan itu sangatlah sunyi. Ia berpikir bahwa mereka salah masuk ruangan.
"Kayaknya sih." Jawab seorang gadis.
"Kok kayaknya?!" Kesal orang itu. Ia malas dengan yang namanya plin plan. Menurutnya itu tidak memiliki keyakinan dari dirinya sama sekali.
Pintu ruangan itu perlahan terbuka. Sepasang mata mengintip ke dalam dan tampaklah seorang pria paruh baya dengan seragamnya yang rapih duduk di sana. Tangannya bergerak dengan gesit menggerakkan bolpoin itu untuk mencatat data-data.
"Permisi, Pak." Panggil keduanya seraya memasuki ruangan itu secara perlahan.
"Ada apa?" Tanyanya pada kedua insan yang kini berada di hadapannya. Namun pandangan itu tak beralih dari tumpukan kertas di mejanya.
"Emm...begini, Pak. Kami di sini murid baru, pindahan dari Bogor. Kira-kira kita ada di kelas mana aja ya?" Tanya Jihan dengan sopan.
Kepala sekolah itu sontak mengalihkan pandangannya. "Oh...kalian anak baru toh. Bilang dong dari tadi!" Cetus kepala sekolah itu diiringi dengan cengiran diakhir kalimatnya.
"Kalo bukan kepsek, udah gue bogem ni orang!" Ardhan membatin dengan rasa geram menyelimuti raut wajahnya.
"Sebentar, kok saya gak asing ya sama wajah kalian?" Kini tatapan kepala sekolah itu beralih kepada kedua siswa di hadapannya. Menelisik secara intensif hingga memicingkan matanya. "Mirip sama—"
"Daddy saya alumni sini, Pak." Merasa diperhatikan seperti itu, Ardhan segera memotong ucapnnya dengan cepat.
"Ealaaahh iya, iya, saya baru ingat. Kalian itu anaknya Galang Dirgantara kan?!" Heboh kepala sekolah itu.
"I-iya, Pak." Jawab Jihan dengan gugup. Menurutnya kepala sekolah satu ini adalah orang teraneh diantara yang paling aneh yang pernah Jihan temui.
"Baik, saya cek datanya dulu." Kepala sekolah itu mulai membuka satu persatu lembaran yang ada. Meneliti setiap baris dan kata yang tertera di sana. Hingga akhirnya dia menemukan sebuah surat keterangan di bagian paling belakang. Terdapat lima surat beserta keterangannya di sana, juga ditandai dengan strapler yang tertancap diujung kanan untuk menyatukan lima kertas itu.
"Loh, di sini tercantum ada lima siswa. Kok kalian cuma berdua?" Tanya kepsek tersebut.
"Yang tiga nyusul, Pak. Kita perwakilan aja." Sahut Jihan.
"Baik, kalo begitu saya kasih tau sekalian saja ya ke kalian. Biar gak ribet!" Jihan dan Ardhan mengiyakan ucapan kepsek itu.
"Untuk Ardhan dan Akhtar berada di kelas 10 Perkantoran 2, lalu Yudha berada di kelas 10 Logistik 2, dan Jihan dengan Nathan berada di kelas 10 Multimedia 1." Jelasnya.
Jihan membulatkan matanya sempurna dan menatap sang kepala sekolah seakan tak percaya. "Pak, kok saya sekelas sama bang Nathan sih?!" Protesnya tak terima.
"Loh, mana saya tau. Di data ini, ibu kamu mendaftarkannya di jurusan multimedia bersama dengan Nathan. Jadi kalo kamu mau protes, protes aja sama ibu kamu." Sahut kepsek itu.
"Tapi Pak, biasanya saya sekelas sama bang Ardhan. S-saya pindah ke perkantoran juga gak papa kok! Atau...bisa kan saya ke multimedia 2?" Jihan memohon.
"Di multimedia 2 sengaja saya taruh untuk murid-murid yang kurang mengerti, jadi bisa dibimbing di sana. Sedangkan multimedia 1 sudah pasti unggul. Dan menurut data ini, kalau kamu ingin pindah kamu bisa saya pindahkan di kelas Logistik bersama Yudha." Jelas kepsek itu lagi.
Jihan meneguk salivanya. "Y-yaudah j-jangan deh, Pak. Saya terima apa adanya aja." Pasrah Jihan.
"Bagus. Semangat belajarnya, ya! Dan, saya juga mengucapkan selamat datang di Galaxy International School." Kepsek itu berkata dengan senyuman manisnya yang mengembang.
Jihan dan Ardhan meninggalkan ruangan kepala sekolah itu. Di luar, Jihan terus merutuki kepala sekolah mengapa dirinya harus sekelas dengan Nathan. Ia memang suka jurusan multimedia, namun kenapa harus sekelas dengan Nathan?
Jihan merogoh sesuatu dari saku roknya kemudian mengambil sebuah benda di sana, sebuah ponsel. Jari itu kemudian mulai mengetikkan sesuatu.
ANJAY
Bang Nathan multimedia 1
Bang Ardhan sama Akhtar perkantoran 2
Yudha Logistik 2
Cepetan makannya! Jangan malu-maluin lo pada.Akhtar :
Y.Yudha :
Thanks ingfo nya sistahh
Btw lo sendiri?Multimedia 1.
Bang Nathan :
DEMI APA SI YA LORD?!
GUE SEKELAS SAMA JIEHH?!Akhtar :
Alay.Yudha :
Yah nak logistik sendiri :(Bang Nathan :
Cini aku temenin ><Yudha :
Hidialaahh. Sujud syukur
gue sendirian!Bang Nathan :
Akhirnya jadi nak multimedia. Merasa bangga.Akhtar :
Cuih.Bang Nathan :
Sirik?Bang Ardhan :
'Reply to you'
Alhamdulillah ga sama NathanBang Nathan :
Sialaaannn!!Sedangkan di posisi Jihan dan Ardhan sekarang, Jihan masih saja merutuki kepala sekolah itu. Melihat itu, Ardhan menjadi terkekeh sendiri.
"Gue pernah baca di sosmed, kalo kita abis ngatain orang, besoknya mati." Celetuk Ardhan dengan lirikan mata yang mengarah pada Jihan.
"Maksud?!" Merasa tersindir, gadis itupun melayangkan tatapan tajamnya seakan siap untuk melubangi kepala kakak sulungnya itu kapan saja.
Ardhan terkekeh. "Udah jangan ngutuk guru, nanti kualat!" Tangannya menyentil kening sang adik diakhiri oleh tawa jahilnya.
"Gue kesel banget tau ga sih?! Kenapa harus sama bang Nat? Rusuh betol." Jihan mencebikkan bibirnya.
"Udah rezekinya, mau gimana lagi?" Kekeh Ardhan.
Jihan hanya bisa menarik ujung bibirnya, berusaha tersenyum walau itu menyakitkan baginya. "Bisa gila gue!"
.
.
.TBC.
HALOO GAISS. MAAF YAA CHAPTER INI PENDEKK KEABISAN IDEE CUYY. GIMANA MENURUT KALIAN CHAPTER INI??
JANGAN LUPA VOTE, FOLLOW DAN KOMEN YAA. TERIMA KASIH!! ^^
KAMU SEDANG MEMBACA
A.N.J.A.Y
Teen FictionIni bukan tentang ANJAY yang biasa dikatakan oleh orang-orang. Ini kisah tentang kembar lima yang mencoba melindungi keluarganya. Keluarga mereka bisa dikatakan ajaib dan bar-bar. Mulai dari sifat yang sedingin es hingga sifat yang membuat geleng-ge...