BAGIAN 12

110 18 13
                                    

HAPPY READING!!

.
.
.

Hati-hati banyak typo bertebaran!!

.
.
.

Pintu kamar terbuka lebar, menampakkan seorang remaja perempuan yang tengah menikmati alunan musik melalui earphone nya sambil berbaring di pulau empuknya.

Orang itu memasuki kamar sang remaja dengan helaan nafas yang keluar dari mulutnya. Ia berjalan melewati remaja itu dan menuju lemari, mencari sesuatu di dalam sana.

"Ayah gak pernah berubah ya! Sejak bunda meninggal, hidup ayah jadi penuh dendam. Ayah itu maunya apa si?" Pekik remaja itu, namun hanya dianggap angin berlalu oleh sang ayah.

Menghela nafas berat karna tak kunjung mendapatkan jawaban, remaja itu kembali bertanya dengan kelopak mata yang sudah berkaca-kaca, seakan siap untuk menumpahkan segala butiran itu kapan saja. "Mau sampai kapan Ayah begini?"

Pria itu menjeda aktivitasnya sebentar. "Sampai keluarganya hancur!" Jawabnya penuh tekanan.

"Ayah gak cape apa?"

Pria itu yang awalnya membelakangi sang remaja, kini membalikkan badan dan menatapnya. "Untuk apa capek? Toh perusahaan Ayah bangkrut juga karena dia." Pria itu kembali merogoh lemari.

"Hanya karena bisnis?" Remaja itu kembali bertanya.

"Kamu masih kecil tidak perlu ikut campur!" Tegasnya.

"Segitu haus harta ya, Ayah? Sampe Ayah selalu ngelakuin cara apapun untuk dapetin apa yang Ayah mau."

Ucapan itu tidak dihiraukan oleh sang ayah. Ia tetap fokus mencari barang yang ia simpan di dalam lemari.

Sebuah album.

Remaja itu terkejut, kenapa album itu bisa berada dalam lemarinya? Album apa itu? Sejak kapan ia berada di sana? Apa ada sangkut pautnya dengan masalah ayahnya kali ini?

"Kenapa Ayah gak pernah kasih tau aku kalau ada album di lemari itu?" Ucapnya.

"Ini bukan sembarang album. Ini album terindah sekaligus menyakitkan bagi Ayah. Karena—"

Kalimat itu terjeda. Pria itu menghela nafas panjang. "—karena orang itu dulu termasuk orang yang berharga dalam hidup Ayah. Namun sekarang, dia yang akan menjadi target Ayah!"

"Ayah gila! S-siapa targetnya kali ini?" Remaja itu bertanya dengan ragu.

Pria itu menghembuskan nafasnya kasar. "Lebih baik kamu cari tau sendiri!" Setelah mendapatkan apa yang dicarinya, sang Ayah keluar dari kamar anaknya, meninggalkan remaja itu yang masih menatapnya bingung.

"Gimana aku mau cari tau kalo aku sendiri gak pernah tau sedikit pun tentang masa lalu Ayah?!" Teriaknya dari dalam kamar, tapi sepertinya pria itu tidak mendengarnya.
.
.
.

Sinar matahari terik menyinari kota Jakarta kali ini. Jalanan yang selalu terlihat macet oleh berbagai macam kendaraan sudah menjadi kebiasaan bagi penduduk ibu kota.

Sebuah kendaraan beroda empat itu melaju cepat, membelah jalanan yang dipenuhi oleh banyak kendaraan. Hanya membutuhkan waktu sekitar 2 jam untuk sampai ke tempat tujuan.

"Cewe tuh kenapa si, kalo maen hp suka senyum-senyum sendiri?! Ada yang lucu? Lucuan juga gue!" Yudha mencebikkan bibirnya ketika melihat Jihan terlalu asik dengan ponselnya hingga sebuah senyuman terbit di wajah gadis itu.

Ardhan memutar bola matanya malas, kemudian menoyor sang adik. "Apaan si lo, komen mulu hidupnya!"

Jihan tak peduli pada sang adik yang membawa-bawa namanya. Ia saat ini hanga terpaku pada benda tipis di tangannya, menatap sederet nomor yang ia kagumi.

A.N.J.A.YTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang