1. Resistance

2.7K 168 2
                                    

Sasti merasa dikhianati oleh orang tuanya sendiri

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sasti merasa dikhianati oleh orang tuanya sendiri. Ia sudah lima tahun berjuang mempertahankan dan membangun ulang usaha kaset dan toko buku keluarga yang nyaris bangkrut. Toko kaset dan buku itu ia ubah menjadi kafe kecil—Rinjani yang nyaman dan sudah memiliki pelanggan tetap. Tapi apa yang ia dapat? Tidak ada. Ayahnya akan memberikan bisnis yang telah Sasti bangun kepada adik satu-satunya yaitu Amadea. Sasti tersenyum kecut ketika mendengar itu. Ayahnya masih hidup, tapi beliau memang sudah mulai mengatur surat wasiat.

Sasti tidak terima dengan wasiat sang ayah. Ia menuntut keadilan agar ayah mau memberikan Rinjani padanya, bukan sang adik. Ia tahu adiknya juga tidak akan mau mengurusi usaha ini. Amadea lebih nyaman bekerja di ibukota daripada tinggal di kota pinggiran. Sasti cukup keras kepala untuk mendapatkan apa yang ia inginkan.

Setelah Sasti menyatakan keberatan pada wasiat tersebut, tiba-tiba, sang ayah memberikan syarat yang dapat menguntungkan Sasti. Jika Sasti mau mendapatkan Rinjani, Sasti harus menikah sebelum orang tuanya meninggal.  Sebuah syarat yang absurd dan terlalu mengada-ada. Seharusnya, ia bisa mendapatkan Rinjani tanpa syarat seperti itu.

Sasti meninggalkan kediaman orang tuanya dalam keadaan marah. Ia yang seharusnya mendapatkan Rinjani, bukan adiknya. Ia yang selama ini berusaha dengan keras membuat Rinjani menjadi terkenal, bukan sang adik.

Sasti mengemudikan mobilnya ke tempat yang menjadi sumber masalahnya—Rinjani. Kafe kecil yang berada di pusat kota dengan lingkungan yang masih asri. Sasti sangat menyukai keadaan Rinjani saat ini. Sejak pindah ke lokasi baru dua tahun lalu, Rinjani makin terlihat asri dan banyak pengunjung baru yang mampir.

Beberapa bulan lalu, Rinjani juga sempat mendapatkan promosi gratis dari seorang penggiat sosial media. Rinjani disebut sebagai book café ternyaman buat nongkrong maupun kerja. Tidak hanya memuji suasana, pengunjung tersebut juga memuji menu Rinjani anti gagal karena menu apa pun selalu enak. Coffee, Tea, cake, pastry, camilan, dan makanan berat semua ada di Rinjani.

Dari jauh, Sasti sudah bisa melihat beberapa motor dan mobil yang parkir di depan Rinjani. Kafenya ini memang paling ramai di sore sampai menjelang malam. Tidak pernah sepi.

Sasti turun sambil membawa paper bag berisi kue kering dan basah yang ia bawa dari rumahnya. Camilan ini ia sediakan untuk karyawannya. Ia selalu menyediakan camilan yang berbeda dari yang ada di dapur supaya mereka tidak bosan.

Sasti berjalan melewati meja-meja di halaman depan yang ditempati beberapa mahasiswi yang sedang mengobrol. Ia lalu mendorong pintu kaca untuk menuju bagian belakang kafe dan ruangannya. Bina—karyawannya yang berdiri di depan kasir menyapa dengan ceria. Sasti tersenyum membalas sapaan Bina lalu ia melanjutkan jalan menuju dapur. Ia bertemu dengan Insan yang sedang memasak, dan Ali yang baru mencuci piring.

"Gimana hari ini? Aman, kan?" tanya Sasti sembari memberikan paper bag-nya pada Ali.

"Aman, Mbak Sas. Sejak pagi ramai terus. Alhamdullilah," sahut Ali dengan senyum terbaik pada bosnya.

diaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang