35. U

268 59 6
                                    


Sasti menghentikan kegiatannya di dapur Rinjani. Insan sudah menegurnya karena membiarkan terigu tumpah begitu saja di lantai. Belum lagi insiden kue gosong, tidak ada rasa, pahit, dan kegagalan lain. Sasti tampaknya memang harus jauh-jauh dari dapur dulu.

Sasti tidak tahu apa yang terjadi pada dirinya. Ia memutuskan untuk kembali ke ruangannya lalu tiba-tiba tangisnya pecah karena dadanya begitu terasa sakit dan sesak. Ia menangis sejadi-jadinya tanpa tahu alasan pasti.

Begitu mulai membaik, ia melihat galeri fotonya bersama Rio dan juga Banyu. Foto terakhir dengan Banyu dan satu-satunya foto yang ia miliki di mana Banyu duduk di sebelahnya. Di sana, Sasti sedikit menyandarkan kepalanya di bahu Banyu. Apalagi namanya kalau Sasti tidak menyukai Banyu?

Perpisahan Sasti dan Banyu itu ternyata telah menimbulkan perasaan hampa. Ia tahu bahwa Banyu sudah menyusupi hatinya. Perlahan tapi pasti. Banyu selalu ada di pikirannya. Namun, semua terlambat dan tidak bisa diperbaiki lagi.

Sasti sudah mendengar berita kepergian Banyu dari Irin. Ia tidak mendapat info langsung dari Banyu dan bisa mengerti mengapa pria itu tidak memberitahunya. Banyu tidak lagi mau berhubungan dengannya. Sasti pun tersadar bahwa setelah kepergian Banyu, ia masih memikirkan pria itu.

Demi memperbaiki luka hatinya saat ini, Sasti memutuskan untuk mampir ke rumah mertuanya dan minta izin tidur di kamar Rio. Ia kembali menangis di sana dan tiba-tiba ibu mertua menghampiri. Hanya Yulia satu-satunya orang tua yang Sasti miliki saat ini. Untung saja, Yulia masih mau menerimanya.

Yulia bertanya apa yang terjadi pada Sasti karena begitu terlihat murung dan sedih. Sasti enggan bercerita, tapi Yulia memancing soal Rina yang bertemu dengannya beberapa waktu lalu.

"Ibu senang kamu sudah punya teman baru, Sas. Kata Rina, kamu kelihatan bahagia sekali. Sas, kami nggak ada yang keberatan kalau kamu menikah lagi. Menikahlah, Sas. Kamu nggak apa-apa lupain Mas Rio. Ibu senang kalau kamu bahagia lagi, Sas."

Air mata Sasti pun jatuh. "Aku nggak akan lupain Mas Rio, Bu. Aku nggak akan nikah lagi. Selamanya, suamiku cuma Mas Rio."

"Sas, Mas Rio sudah nggak ada, kamu berhak menikah lagi. Dia juga pasti senang kalau kamu bisa move on dan hidup bahagia lagi. Jangan siksa diri kamu, Sas. Dan walaupun kamu nikah lagi, kamu tetap anak ibu. Kamu boleh ke sini kapanpun kamu mau. Nggak usah sungkan."

Sasti menahan napas dan terus menangis. Ia tidak tahu bagaimana menanggapi ucapan Yulia. Mertuanya itu seperti tahu isi hati Sasti yang sebenarnya sedang galau. Yulia pun terus berusaha menenangkannya.

***

Berkunjung ke rumah Yulia tidak membuat hati Sasti membaik. Ucapan restu dari Yulia mungkin menenangkannya sedikit, tapi tak lantas membuatnya berhenti melamun. Ia yakin dirinya akan membaik, hanya saja belum tahu kapan. Selama itu belum terjadi, ia hanya perlu berusaha tetap hidup.

Sasti pun berusaha kembali ke kehidupannya seperti saat sebelum mengenal Banyu. Bangun pagi, merapikan rumah lalu memasak.

Sasti tidak sengaja melukai jarinya saat memotong cabai karena bengong. Ia spontan mengaduh dengan keras lalu bergerak untuk membasahi lukanya dengan air mengalir. Setelah membersihkan luka, Sasti kemudian menuju kotak P3K untuk mengobati luka kecilnya itu. Ia menghela napas panjang setelahnya dan memutuskan untuk menyudahi acara memasak. Ia sudah tidak ingin memasak dan memilih untuk pergi ke Rinjani saja.

Saat itu masih terlalu pagi, bahkan Rinjani belum dibuka. Ia masuk sendiri lalu duduk di sebuah kursi yang menghadap ke luar. Ia tiba-tiba melamun dan membayangkan apa yang terjadi jika ia menerima Banyu dengan sepenuh hati. Apakah Sasti akan bahagia dan berhenti melamun?

diaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang