14. Bantuin dong?

350 35 2
                                    


"Tante Sasti bawa apa?" tanya Arin saat menyambut Sasti di teras rumah.

Sasti tersenyum. "Fruit Cake. Nanti dimakan kalau sudah boleh makan sama mama."

Arin balas tersenyum lebar dengan excited. "Ada stroberinya?"

"Banyak." Sasti lalu menyapa Irin yang baru keluar bersama Kila. Irin mengingatkan Arin dan Kila untuk menyalami Sasti. Setelah itu, mereka gantian cepika-cepiki sejenak sebelum masuk bersama ke rumah.

"Ada si Banyu di dalam sama Rifky lagi ngobrolin perjalanannya kemarin," ucap Irin sembari menunjuk ke arah halaman belakang dengan dagunya. "Kamu tahu kan kalau Banyu mau mampir?"

Sasti sebenarnya tahu, ia ingat obrolannya yang terakhir dengan Banyu kemarin. Banyu memang tidak mampir ke Rinjani dan sekarang pria itu malah ada di rumah Irin.

"Aku pengin cerita banyak hal soal si Banyu, tapi nunggu orangnya nggak ada aja," tambah Irin dengan senyuman penuh rahasia.

"Om Banyu, Tante Sastinya sudah dateng, nih!"

Baik Sasti maupun Irin terkejut ketika mendengar Arin berteriak memanggil Banyu. Apakah Banyu mengajari Arin untuk melapor jika Sasti sudah datang?

Tidak lama kemudian, Rifky dan Banyu pun masuk ikut mencari Sasti yang sedang membuka kue buatannya dan menunggu Irin membawa pisau dan pisin.

"Hai, Sas," sapa Rifky. "Wiiih. Bawa kue apa nih? Nggak bawa kue putu, Sas?"

"Hai, Ky. Pas berangkat tadi belum lewat tukang kuenya," balas Sasti. Ia hanya sekali membawa kue putu ke rumah Irin. Itupun karena beli saat kue putu tidak sengaja lewat. Sekarang, Rifky jadi sering menanyakannya. Masalahnya, Sasti tidak tahu kapan bertemu dengan tukang kue putu lagi. Mungkin ia harus bertanya pada tetangga nanti.

Banyu ikut menyapa Sasti dengan ceria. "Oh, ini hasil belanjaan kita, ya."

Ucapan Banyu tentu saja menimbulkan banyak pertanyaan dari Irin yang kebetulan sudah datang membawa pisau dan pisin. "Jadi kalian belanja bareng?"

"Aku nemenin Sasti aja, Rin," sahut Banyu santai.

Irin langsung melirik Sasti ingin menggodanya dengan iseng. Namun, ia teralihkan begitu anak-anaknya ribut ingin mencicipi kue buatan Sasti. "Arin sama Kila duduk dulu. Nanti Mama bawain kuenya ke kalian. Nggak usah rebutan, nanti semuanya kebagian."

"Aku mau yang banyak stroberinya!" seru Arin.

"Ih, aku juga mau!" Kila tak mau kalah dengan kakaknya.

Rifky pun harus bertindak mengajak anak-anaknya kembali ke ruang TV. Ia berjanji keduanya akan mendapatkan banyak stroberi nanti.

Irin bernapas lega karena Rifky bisa membuat anak-anaknya tenang. "Gitu deh. Kalau ada kue dari Tante Sasti pasti pada heboh."

"Enak banget, ya?" Tanya Banyu.

Irin menatap Banyu dengan tatapan pura-pura terkejut. "Kamu belum coba kue bikinan Sasti? Di Rinjani?"

"Oh, pernah kok," sahut Banyu ikutan kaget karena ditodong tidak pernah makan kue di Rinjani. "Enak kok. Enak banget."

"Dia kayaknya nggak suka, Rin," ucap Sasti lalu bertanya pada Banyu. "Bukan selera kamu, kan?"

Banyu pun terkekeh. "Kayaknya iya. Aku memang nggak terlalu suka cake. Apa pun. Bisa makan, tapi agak picky."

"Sayang banget. Padahal semua masakan Sasti tuh enak." Irin lalu menyebutkan berbagai kue yang pernah ia coba dari Sasti. Ia juga menyebutkan bahwa selain kue, Sasti bisa memasak makanan yang enak-enak.

diaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang