Bagian Tujuh

914 66 5
                                    

pesan pesan

haiiii so far gimana ceritanya guys???? udah dapet feel nya beloom? kasih feedback dooong biar aku semangat nulisnya. kadang pengen tau juga dari kalian tuh gimana sih baca cerita inii. makasi yaa yang udah terus baca dan vote ceritanya. thank youuuuuu. see you di bagian delapan yaa. ada request?

————
Pria tinggi dengan wajah tampan, kini bagaikan orang linglung yang berjalan kesana kemari mencari barang. Kepanikan yang melanda membuat ia tidak tenang dalam melakukan aktivitasnya.

"Ar, bisa ngga jangan bolak-balik kaya setrikaan gitu? Nyari apa sih?" Tanya Sasa.

Tidak ada jawaban dari Aron. Pria itu masih dengan diamnya, berjalan keluar kamar dan kembali dengan sebuah kain yang sudah di jadikan alat untuk membalut bongkahan es batu. Ia berjalan ke arah Sasa yang masih berbaring di tempat tidurnya, menyandarkan badan Sasa kepada dipan kasur yang terbuat dari kayu dengan style scandinavian.

"Ar. lo kenapa sih? Kenapa diem terus? Ga suka gue liatnya."

Dengan seribu bahasa, Aron mengangkat kaki Sasa. Ia taruh kakinya di atas pangkuannya, mengompres kaki Sasa dengan perlahan. Sasa mengiris karena kakinya yang memar bersentuhan dengan es batu yang sangat dingin.

"Stop." Teriak Sasa. Tanpa menghiraukan ucapan Sasa, Aron tetap mengompres kakinya.

"Ar gue bilang stop. Lo ga dapet consent gue untuk nyentuh bagian badan gue." Lanjutnya.

Aron menghentikkan kegiatannya, ia memandang mata Sasa dengan dalam. Raut muka cemas masih terlihat dari wajahnya. Tak ada satu katapun yang terucap dari bibirnya. Hanya perasaan marah dan khawatir yang beradu di dalam hatinya.

"Cuma itu yang bisa gue bilang supaya lo mau ngomong sama gue Ar. Lo kenapa? Jawab dulu pertanyaan gue."

"Gw gapapa." Jawabnya singkat.

"Kalo gak kenapa-kenapa, ga mungkin lo diem aja daritadi. Bolak balik kaya orang ga jelas."

"Gw bolak-balik karena nyari kain buat kompres lo. Ga mungkin gw ambil baju lo dari lemari, karena itu privasi lo. Takut juga ada pakaian dalam atau apa yang lo taro sembarangan di lemari. Mau minta tolong lo untuk cariin juga ga bisa. Lo ga bisa jalan kan? Yaudah gw bolak balik nyari kain bersih di laci tv dan laci dapur. Sekarang udah dapet. Boleh gw lanjut kompres kaki lo yang bengkak ini? Udah dapet consent belum?" Jawab Aron secara padat dan jelas.

"Belom."

"Kenapa lagi Sa?"

"Jawab dulu kenapa lo diemin gue? Lo marah?"

"Jelas."

"Marah kenapa?"

"Pertama, lo pergi sama Via ga nungguin gw. Sedangkan gw udah bilang sama lo, tunggu gue dulu baru pergi jalan. Kedua, lo careless banget sampe bikin lo sakit dan cidera kaya gini, saat itu pun lo ngga ngabarin gw. Untung gw udah firasat untuk tetep dateng kesana nyusul lo. Ketiga, lo pergi sama orang yang gak gw kenal." Jawab Aron dengan nada yang meninggi.

"Rasya? Gue juga baru kenal Ar. Tadi kan Via udah jelasin di taksi, kita ngga ada niat untuk makan bareng sama Rasya Niko. Gara-gara ga sengaja numpahin shoyu jadinya kita kenalan makan bareng. Iya gue emang careless, tapi gue juga gamau kaya gini."

"Udah dapet consent belom?" Ucap Aron tanpa menghiraukan jawaban Sasa.

"Udah."

Aron melanjutkan kegiatannya. Mengangkat kaki Sasa dan sedikit melakukan stretching untuk pergerlangan kakinya. Menarik sebuah bantal dan meletakkan kaki Sasa diatasnya. Pengalamannya dalam dunia olahraga membuatnya sangat paham mengenai hal-hal yang harus ia lakukan ketika cidera melanda. Aron beranjak dari tempat tidur Sasa, berjalan perlahan keluar ruangan. Namun Sasa menahan dan menarik tanggannya.

"Ar, maaf." Ucapnya.

Mata mereka bertemu, bertukar tatapan dalam detik yang tak terhitung. Aron menarik nafasnya dalam-dalam. Kini tangan kanan nya meraih tangan Sasa dan melepaskan genggaman Sasa. Hati Sasa seketika terasa berat. Ia takut akan amarah Aron yang tidak bisa di jelaskan akan berlangsung lama. Sehari pun Sasa tak akan kuat jika harus berjauhan dan diasingkan oleh Aron. Matanya berkaca-kaca dengan rasa takut yang melanda.

Aron merentangkan tangan kirinya, mengusap kepala Sasa dengan lembut.

"Gw ga kemana-mana. Mau bikin makan. Istirahat Sa." Ucap Aron seiring dengan langkah kaki yang keluar dari kamar dan menutup pintu agar Sasa bisa melanjutkan istirahatnya.

Pusat KecewaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang