Bagian Empat Belas

653 64 11
                                    

Aron
Sa, dimana? Gw di student lounge yaa.

Sasa
Gue ga masuk Ar.

Aron
Lah kenapa?

Sasa
Ga enak badan.

Sasa kembali meletakkan ponselnya pada nakas di sebelah tempat tidurnya. Sudah dua minggu waktu yang dilewati tanpa pesan dan bingkisan dari Arlian. Rasa rindu dengan segala pertanyaan tentang keberadaan Arlian mengisi kepala Vanesha.  Bukan hal yang sulit untuk Sasa menghubungi Arlian, karena di dalam kotak kenangan itu tersimpan nomor Arlian disana. Ada rasa takut yang terlintas di pikiran Sasa. Apabila Sasa menghubunginya terlebih dahulu, apakah dia akan bisa menerima konsekuensi untuk komunikasi yang pastinya terus berlanjut. Apakah Sasa siap? Untuk duduk bersama dan akhirnya mendapatkan kejelasan dalam permasalahan yang membuatnya harus mengakhiri hubungan itu satu tahun lalu. Terlalu banyak hal yang ia takuti sehingga komunikasi itu tidak pernah terjadi.

Siang ini diadakan audisi menyanyi untuk mengisi acara pertemuan pelajar Indonesia yang akan di selenggarakan dalam 3 hari kedepan.

Di setiap negara, mahasiswa Indonesia yang merantau ke luar negeri biasanya tergabung dalam satu kelompok organisasi Persatuan Pelajar Indonesia (PPI). Nama kelompok organisasi berbeda-beda mengikuti nama kampus mereka. Susunan keanggotaan di kampus Sasa meliputi Presiden, Wakil Presiden, Sekretaris, Bendahara beserta anggota pengurus lainnya.

Mahasiswa Indonesia dikampusnya sudah pasti menjadi anggota organisasi tersebut. Aron merupakan salah satu pengurus di bidang Seni.

Siang ini seharusnya Vanesha dan Aron ikut serta dalam audisi internal organisasi untuk acara pertemuan tersebut. Namun keadaan hati yang tak terobati membuat Sasa mengurungkan niat untuk pergi. Semua orang tahu betapa indah suara Sasa. Tanpa Sasa mengikuti audisi tersebut ,sudah pasti ia akan di tunjuk sebagai peserta walaupun tanpa persetujuannya.

Sasa memilih untuk merubah posisi tidurnya, menarik selimut dan kembali ke alam mimpi yang mungkin lebih indah dari dunia nyatanya.

***

Kini bel berbunyi sebanyak tiga kali, namun Sasa tetap bergeming di tempat tidur. Aron dan Serevia berdiri di depan pintu dengan gelisah. Sudah sepuluh menit mereka berada disana dengan segala tanya.

"Ni anak kenapa sih. Tadi udah gue hubungi katanya ga enak badan, sekarang buka pintu aja ngga bisa. Gue takut dia kenapa-kenapa Vi." Aron mulai gusar, ketukan tangan pada pintu itu tidak berhenti terdengar.

"Eh Val, apa jangan-jangan Sasa ga ada di rumah? Coba tanya tetangganya Val. Kali aja dia tau." Ucap Serevia penasaran. Ia melangkahkan kakinya ke unit sebelah apartemen Sasa.

"Lo pikir tetangga disini bakalan perduli? Liatin semua gerak gerik Vanesha? Ya nggak lah Vi ada ada aja lo." Aron menggelengkan kepalanya dengan kesal.

"Anjir lah. Mana kunci cadangan Sasa udah gue balikin ke dia. Bingung sekarang mau gimana." Aron meletakkan kedua tangannya di belakang kepala. Mencoba berpikir akan langkah selanjutnya.

"Eh!" Sentak Serevia yang mengingat sesuatu. "Kunci cadangan Sasa ada di gue Val. Waktu lo balikin, Sasa langsung kasih gue buat jaga-jaga katanya." Via merogoh tasnya, mencari dimana kunci itu berada.

"Anjir Vi. Kenapa ga dari tadi sih Lo ingetnya! Dari tadi gue berdiri udah kaya orang frustasi. Mana sini kuncinya?!" Nada Aron meninggi, ia merentangkan telapak tangannya, meminta benda itu dari Serevia.

"Iyaa, nih ada." Via menyerahkan kunci tersebut.

"Udah. Pokoknya abis ini, kuncinya gue aja yang pegang." Ucap Aron dengan nada yang ketus. Membuka kunci pintu dengan cepat.

"Eh jangan, nanti lo masuk se-enaknya lagi. Bahaya." Ungkap Via dengan nada yang khawatir. Langkah Aron terhenti. Ia mengerinyitkan alisnya, merasa tersinggung dengan ucapan Serevia.

"Otak lo ya! Dari dulu sampai sekarang gue ngejaga Vanesha. Jangan mikir macem-macem! Kalo gue brengsek, dari dulu juga udah gue bikin bunting. Buktinya kan gue ngejaga dengan baik. Tai lo Vi." Suara Aron yang tinggi, dengan penekanan di setiap kalimat menandakan kekesalannya atas tuduhan Serevia yang tak berdasar.

"Ya tapi kan sekarang ga kaya dulu Val. Dulu Vanesha ga ada rasa apa-apa sama lo." Seketika Via menutup mulutnya dengan kedua tangan. Kata-kata yang tak seharusnya ia ucapkan, kini terdengar oleh Aron.

Raut wajah Aron kini berubah, ada sedikit senyum yang terlihat di wajahnya. 
"Vanesha bilang apa sama lo Vi?" Tanya Aron.

Brakk

Aron dan Via terkejut mendengar suara pintu yang tertutup keras dari arah unit sebelah.

"Anjir kaget gue, itu anginnya kenceng banget. Gue pikir setan." Via menepuk dadanya mencoba menenangkan diri.

"Vi, jangan ngalihin omongan. Vanesha ngomong apa sama lo Vi?" Aron mengulangi pertanyaannya dengan rasa penasaran.

"Eh ayo cek Sasa." Via melangkah mendahului Aron untuk masuk ke dalam apartemen Sasa. Meninggalkan Aron yang masih berdiri dengan rasa penasaran.

***

Serevia dan Aron berjalan dengan perlahan menuju kamar Sasa. Mereka mencoba memanggil Sasa berkali kali dan tetap tidak ada jawaban. Via lebih dahulu masuk ke ruangan untuk melihat keadaan Sasa. Sasa masih tertidur pulas di dalam selimutnya. Aron berjalan menyusul masuk ke dalam ruangan, setelah di persilahkan oleh Via. Aron melihat Vanesha, matanya menyusuri setiap sudut kamar yang memang tidak asing baginya. Tatapan itu terhenti pada sebuah kotak yang terlihat asing. Terletak di atas nakas sebelah tempat tidur Vanesha. Tangan Aron meraih kotak tersebut, ia membukanya dengan perlahan. Dilihatnya foto polaroid dan lembaran lembaran kuning dengan berbagai tulisan dikertasnya. Ia membacanya satu per satu. Pedih, mungkin itu yang di rasa oleh Aron saat ia mengetahui bahwa Sasa menyimpan banyak rahasia darinya.  Semua itu tentang Arlian.

"Vi, lo tau tentang ini?" Tanya Aron memperlihatkan kertas yang dipegangnya ke Serevia.

Serevia menggelengkan kepalanya "Ngga Val, Sasa ga cerita."

Vanesha menyadari ada orang yang berdiskusi di dalam kamarnya. Matanya mulai dibuka secara perlahan, melihat ke arah sumber suara. Ditatapnya Via dan Aron bergantian. Ia melihat tangan Aron menggenggam lembaran kuning yang biasa di simpan di kotak rahasianya.

"Ini apa Sa?" Tanya Aron dengan raut wajah yang terlihat kecewa.

*********
Haiiii semuanyaaa apakabar? Masih ada yang nunggu lanjutan ceritanya nggak? Maaaaaaf banget baru bisa kembali lagi ke dunia pernulisan ini. Jangan lupa vote dan komennnn untuk semangatku melanjutkan ceritaa. thank you love

Pusat KecewaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang