Bagian Dua Puluh Empat

479 33 5
                                    

"Li, udah dong betenya. Ini kamu udah bawa aku ke tempat antah berantah. Shouldn't we be happy to finally have a new adventure? This is my first time being here. Aku nggak tau ada sungai begini di Singapur," ucap Vanesha takjub melihat pemandangan hijau yang mengelilingi sungai. Selama setahun, Vanesha hanya mengunjungi tempat makan, mall-mall besar, juga taman hiburan dengan berbagai wahana di Universal Studio. Pemandangan hijau dengan perairan tenang ini menjadi tempat pertama yang memberikan kesan berbeda untuknya.

"Ini waduk, Sha," jawab Zafran perlahan.

"Bedanya apa?" tanya Vanesha heran. Mungkin pelajaran saat SMP sudah tidak ada lagi di ingatannya. Lebih tepatnya, Vanesha membuang ingatan yang menurutnya tidak begitu penting. Padahal pengetahuan umum itu sangat penting.

"Kalau waduk itu buatan manusia, jadi sengaja di buat untuk membendung aliran sungai. Aliran air di waduk juga tenang. Fungsinya sih untuk penyimpanan air sama pengendalian banjir. Kalo di sini sih lebih ke estetika juga ya." Zafran menunjuk pada peta tempat itu yang memperlihatkan tanda atraksi yang tersedia disana; tempat hiking, tracking untuk menikmati keindahan alam dan menjelajahi alur hiking yang tersedia. Ada gazebo kecil di tengah perairan. Terakhir Treetop Walk yaitu tempat berjalan di atas kanopi hutan melalui jembatan gantung yang menakjubkan.

"Kalau sungai?" Vanesha kembali meminta keterangan pada topik awal mereka.

"Sungai itu terbentuk secara alami, terus aliran airnya juga mengalir dari hulu ke hilir. Kedalamannya beda-beda. Fungsi sungai salah satunya membawa air dari daratan menuju laut. Aliran airnya dinamis, bisa deras bisa juga tenang, tergantung kondisi lah. Kamu tau sendiri di Jakarta kalau hujan deras gimana kan sungainya." Zafran menjelaskan dengan rinci. Zafran tersenyum melihat wajah serius Vanesha ketika mendengarkan penjelasannya. Suatu hal yang selalu ia rindukan selama setahun kebelakang.

Zafran selalu senang ketika Vanesha menanyakan hal-hal yang tidak gadis itu ketahui. Sedari dulu, Zafran selalu menjadi mbah google berjalan untuk Vanesha. Terkadang Zafran selalu menambahkan ilmunya melalui berita atau hal apapun yang random agar selalu bisa menjawab semua pertanyaan Vanesha. Zafran selalu suka jika dia menjadi orang yang bisa Vanesha andalkan.

Hal yang sama dirasakan Vanesha, Zafran tidak pernah tertawa atau mencemooh pertanyaan-pertanyaan yang di ajukan Vanesha. Pernah suatu ketika Vanesha bertanya apakah anjing tidak lelah mengeluarkan lidahnya terus menerus? Pertanyaan itu dibuat secara sadar, Zafran tersenyum dengan sedikit tawa namun ia tetap membantu mengurai rasa ingin tahu Vanesha dengan jawaban yang memuaskan. Vanesha selalu merasakan kenyamanan, penerimaan dan kebahagiaan ketika bersama Zafran di waktu-waktu lampau. Kini ia bisa kembali merasakannya.

Mereka berjalan menyusuri tapak jalanan kayu di pinggir waduk MacRitchie Reservoir. Waduk tertua di Singapura yang terletak di tengah-tengah hutan hujan tropis. Waduk ini menjadi oase hijau yang cukup populer bagi penduduk setempat dan wisatawan. Mengingat banyak atraksi yang bisa dilakukan untuk menyatu dengan alam.

Keduanya duduk di jalur tracking Lower Peirce Trail yang berada di pinggir perairan, kaki mereka menggantung dengan jarak satu meter di atas air. Vanesha benar-benar takjub melihat pemandangan hijau indah dengan bayangan pohon dan langit yang terlihat jelas di atas air. Rasa bahagia kembali menyelimuti hatinya, hati yang dulu hancur berkeping-keping setelah kesalahpahaman yang tidak bisa mereka hindari.

Zafran memandangi Vanesha yang tidak berhenti tersenyum menikmati panorama alam di tempat mereka berada. "Kamu suka, Sha?" tanyanya.

"Suka banget, Li. Ini indah banget. Makasih ya udah ajak aku kesini. Beneran ini indah banget. Langit biru banget, awannya juga bagus. Kamu liat tuh di air semuanya mirror, tergambar jelas sama persis cuma beda shading aja. Aku happy banget..." antusias Vanesha bisa terdengar dari notasi suaranya. Gadis ini benar-benar bahagia.

Zafran tidak ingin merusak suasana, namun ganjalan di hatinya masih terasa sangat mengganggu. Ia memutuskan untuk mengeluarkan makanan dan minuman dari dalam tasnya.

"Mau roti, Sha? Atau air?"

"Jualannya di keluarin ya pak?" jawabnya dengan tawa yang diikuti oleh si lawan bicara. Vanesha mengambil roti yang berada di tangan Zafran.

"Emang disini boleh makan, Li?" tanya Vanesha penasaran melirik ke kanan dan kirinya. Suasana masih terbilang sepi. Dalam sepuluh menit sekali terlihat orang-orang yang melintasi jalur setapak di tempat mereka berada.

"Boleh, sayang. Asal nggak littering aja." Vanesha mengangguk mengerti. Keduanya menikmati makanan ringan yang berada di tangannya. Vanesha menggigit roti keju hingga gigitan terakhir. Sementara Zafran memenuhi mulutnya dengan biskuit susu. Mereka menikmati ketenangan air dan udara yang sepoi-sepoi menyentuh kulit, terbelenggu dalam pikiran masing-masing.

"Bener kata kamu. Ini tempat bengong. Ternyata udah setengah jam kita diem aja dari tadi," ucap Vanesha melihat jam di tangan kirinya. Zafran tertawa dan melakukan hal yang sama.

"Iya yaa udah setengah jam. Kalau disini aku sering lupa waktu, Sha." Lebih baik tracking dari pada bengong." Zafran membersihkan sudut bibir Vanesha dari sisa roti yang ia makan.

"Tapi entah kenapa bengong itu nikmat ya?" tanya Vanesha dengan nada yang serius. Ia merubah posisi duduknya menghadap Zafran, meminta penjelasan.

Zafran tersenyum menyiapkan jawaban, "Bengong itu memang sering di bilang kegiatan sia-sia. Padahal dibalik kegiatan sia-sia itu ada alasan mengapa orang nyaman dan merasa menikmati momen bengong."

"Apa alasannya?" Vanesha memiringkan kepalanya.

"Otak kita itu tiap hari bekerja keras, Sha. Memproses semua informasi yang kadang memberikan beban yang besar banget buat otak kita. Bengong itu bagaikan istrihat mental. Apalagi kalau di tempat nyaman. Istirahatin dari semua beban pikiran justru baik buat kesehatan kan?" jawab Zafran dengan senyuman. Vanesha menangguk setuju.

"Kadang bengong juga bikin kita bisa meningkatkan kreativitas. Karena saat bengong itu pikiran kita kan kemana-mana bebas mikir apa aja, terkadang bisa terhubung sama ide-ide kreatif atau solusi baru untuk masalah." Zafran memberikan usapan di kepala Vanesha lalu turun ke lengannya.

"Terakhir, bengong bisa ngurangin stress sama memperkuat koneksi sama diri kita sendiri. Jadi kita fokus sama diri kita, mencari ketenangan."

"Tapi aku kalo bengong di kamar, otak ku makin berisik, Li." Vanesha mengehela napas panjang mengingat semua malam-malam yang membuat bebannya terasa sangat berat.

"Itu karena pikiran kamu lagi berusaha mencari solusi, sayang. Tapi kamu terlalu membebani otak kamu dengan stress dan kecemasan. Namanya nggak istrihat dong otaknya. Kamu nggak bisa memikirkan banyak hal sekaligus. Otak kamu malah jadi terlalu aktif dan nggak relax. Bengong harus di tempat yang nyaman, atur perpasan juga. Kalau ada pemandangan hijau atau birunya langit dan air bikin makin nyaman." Zafran memberikan usapan di jemari Vanesha dan mencium tangannya berkali-kali.

"Kalau aku nggak bisa kemana-mana? Gimana?"

"Kamu ambil kertas sama pulpen, terus kamu tulisin semua hal yang ada di pikiran kamu. Semua hal yang menganggu. Jadi kamu bisa mengorganisir pikiran-pikiran kamu itu. Setelah itu kami pilih. Mana yang harus kamu pikirkan sekarang, mana yang harus kamu pikirkan belakangan. So your mind doesn't have to work hard to think about everything that is happening in your life, all at once."

"Itu semua kamu lakukan, Li? Pas putus sama aku, kamu lakuin itu juga?"

"Iya aku lakuin itu semua. Bahkan sampai kemarin malam saat kamu sama Vallin, aku lakuin hal yang ku bilang pas otak aku berisik banget mikirin kamu," ucap Zafran mengacak rambut Vanesha.

"Oh ya?"

"Yes, That's why I bring you here. We need to talk, Sha. It's about our future."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 01 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Pusat KecewaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang