Bagian Dua Puluh Tiga

348 27 1
                                    

Arlian :

Aku di depan, Sha.

Vanesha:

Sebentar, sayang.

Vanesha membutuhkan waktu delapan menit untuk mencapai pintu apartemennya. Penampilannya hari ini tetap menawan, walaupun gayanya casual. Pilihan outfitnya jatuh pada kemeja berwarna putih yang lengannya di lipat sampai siku, juga celana jeans yang siluetnya ketat mengikuti bentuk kakinya. Vanesha memakai sneakers putih andalannya, ia tidak tau kemana Zafran akan membawanya pergi. Yang Vanesha tau, ia membutuhkan alas kaki yang nyaman takut-takut Zafran akan membawa langkah kakinya ke tempat yang jauh.

Vanesha membuka pintu dengan cepat, ia mendapati Zafran yang mengenakan T-shirt polos berwarna hitam dengan celana cargo pendek. Vanesha bersumpah, jika Zafran tidak memiliki baju lain dan harus bepergian hanya dengan kaos oblong berwarna hitam– ketampanannya tidak akan pudar sedikitpun. Pesonanya akan tetap menawan untuk dipandang.

"Sayang, kok bengong?" panggilan Zafran menghentikan lamunan Vanesha.

"Ah... Nggak, itu... nggak kok," ucap Vanesha terbata-bata.

"Lho? Kenapa sayang? Kamu sakit?" Zafran melangkah untuk mendekatkan diri pada pujaannya, meraba wajah Vanesha memeriksa jika ada perubahan suhu tubuhnya. Jarak mereka begitu dekat– sangat dekat sehingga mereka bisa merasakan deru napas masing-masing. Keduanya banyak menghabiskan malam-malamnya dengan peluk dan cium menjadikan kedekatan fisik bukan suatu hal yang aneh diantaranya. Tetapi, pesona Zafran kali ini membuat debaran jantung Vanesha berdetak tidak berarturan. Siapa sangka bahwa Vanesha merasakan jatuh cinta lagi, pada orang yang sama untuk kesekian kali.

"Aku nggak apa-apa, Li..." ucap Vanesha menggenggam tangan Zafran yang berada di pipinya.

"Kamu bengong dari tadi, Sha... Wajar dong kalo aku khawatir. Kalo kamu nggak enak badan, kita batalin aja ya?" Vanesha menggelengkan kepalanya dengan cepat, apa Zafran tidak melihat usahanya yang sudah rapi dan secantik ini? Jika mereka memutuskan untuk membatalkan rencana, apa yang Vanesha lakukan selama 45 menit tadi hanya berujung sia-sia.

"Aku bengong karena lihat kamu, Li..." Vanesha menggenggam tangan Zafran dengan kuat. "Kamu ganteng banget. Aku ngerasa kayak jatuh cinta lagi." Zafran bisa melihat ketulusan dan kejujuran dari raut wajah juga suara Vanesha. Menerima pujian dari perempuan yang tentunya terlihat sangat cantik di depannya, membuatnya tersenyum sangat lebar.

"Kamu mau tau sesuatu, Sha?"

"Apa?"

"Aku makin jatuh cinta sama kamu setiap aku ngeliat kamu." Zafran memberikan usapan yang terasa nyaman di kepala Vanesha.

"Yeuu buaya." Vanesha melepaskan genggamannya dari Zafran.

"Sha, I mean it. This chance you gave me was the best thing that has ever happened in my life,  besides loving you for the past four and a half years. I love you, Sha. I hope this time, we'll make it..." Zafran kembali menggenggam tangan Vanesha, kali ini kedua tangannya di genggam dengan erat.

"We will make it..." jawab Vanesha meyakinkan.

Zafran membuka kedua tangannya meminta Vanesha masuk ke dalam pelukan. Pelukan erat diantara mereka berdua menjadi awal pagi yang indah. Keduanya masih berada di ambang pintu apartemen Vanesha. Kata orang, anak gadis yang berdiri di depan pintu akan menjauhkannya dari jodoh. Tetapi, Vanesha tidak peduli. Untuk apa mempercayai hal seperti itu ketika jodohnya sedang berdiri di ambang pintu bersamanya?

"Sha, kita jalan yuk? Tempat yang mau aku tunjukkin ke kamu agak jauh..."

"Kita mau kemana sih, Li?"

"Ada dehh!" jawabnya tersenyum jahil.

***

Keduanya kini duduk bersebelahan pada bangku bus yang membawa mereka menjelajahi Singapura. Pergantian bus yang memakan waktu singkat di stasiun Toa Payoh membuat Vanesha tidak bisa membuang waktu untuk membeli beberapa makanan ringan.

"Aku udah bawa makanan, sayang." Zafran membuka tas di punggungnya, roti, biskuit, snack ringan dan beberapa botol minuman di dapati Vanesha saat ia membuka isi tas tersebut.

"Kita mau ngasih makan tim bola, Li? Banyak banget bawaannya." Zafran tertawa mendengar ucapan asal dari perempuannya.

"Aku mau ngajak kamu ke tempat buat bengong."

"Tempat bengong?"

"Iya nanti kamu lihat aja." Vanesha mengangguk mengerti, ia tidak ingin mengacaukan suasana dengan meneror Zafran dengan semua pertanyaan miliknya. Pandangan Vanesha tertuju pada jalanan yang belum pernah ia lewati. Vanesha menyadari satu hal saat menikmati pemandangan jalan, satu tahun berada di negeri ini ternyata belum cukup ia gunakan dengan baik. Buktinya, ia tidak mengenali daerah apa yang akan mereka kunjungi.

Zafran tidak bisa berhenti tersenyum, tangan kanannya dilingkarkan ke pundak Vanesha. Telinganya masih sibuk mendengarkan lantunan lagu dari sebuah band yang bernama The script. Lagu yang membuatnya terngiang tentang keadaannya.

We're smiling but we're close to tears. Even after all these years. We just now got the feeling that we're meeting. For the first time.

Genggaman di tangan itu semakin kuat, sesekali ia mendekatkan tangan Vanesha untuk diciumnya berkali-kali.

"Oh iya, Li. Maaf tadi kamu nunggu lama ya di depan apart?"

"Sepuluh menit lah sayang. Nggak apa-apa kok." Vanesha kembali tersenyum melihat wajah lelaki yang berada disampingnya.

"Sha, biar nanti lebih gampang akses untuk kita. Aku mau ngasih ini ke kamu, udah lama sih aku mikirnya. Tapi baru inget sekarang." Zafran merogoh tas yang berada di kaki, ia mengambil sesuatu yang berada di balik resleting kecil pada backpack hitam miliknya. Satu buah kunci dengan gantungan yang berbentuk gajah.

"Ini kunci apartku, Sha. Jadi kamu bisa masuk walau aku nggak ada. Kita nggak usah tunggu-tungguan deh," ucapnya membuka telapak tangan Vanesha dan menaruh kunci itu di sana.

Zafran kemudian membuka telapak tangannya, seakan meminta sesuatu.

"Kenapa?" tanya Vanesha.

"Kamu nggak mau ngasih kunci apart kamu ke aku gitu?" Zafran menggoyangkan badan dan kepalanya seraya menunggu respon dari Vanesha. Melihat Vanesha yang terpaku, membuat Zafran berpikir bahwa perempuannya tidak nyaman akan hal yang ia minta. Mungkin berpikir tentang keselamatan atau menjaga diri agar dirinya tidak bisa berbuat macam-macam saat Vanesha tidur. Seperti menyelinap masuk ke kamar dan terlelap di sebelah Vanesha, contohnya. Tidak ingin berlama-lama, Zafran menghentikan lamunan Vanesha.

"Sayang. Kalau kamu nggak nyaman, nggak usah kasih. Aku nggak apa-apa kok. Ini bukan paksaan. Maksudnya, cuma biar kita gampang aja," jelasnya dengan saksama.

"Bukan gitu, Li... Aku nyaman aja kalau ngasih kunci ke kamu. Aku juga tau kalau kamu pasti hormatin dan menghargai aku, jadi kamu nggak akan macem-macem." Entah mengapa suara Vanesha terdengar semakin lama semakin mengecil untuk Zafran. Seperti ada sesuatu yang tidak ingin perempuan itu sampaikan.

"Terus?" Zafran bertanya dengan penuh keheranan. Ia memiringkan kepalanya mencoba melihat Vanesha dan menatapnya dengan jelas. Perempuan itu terlihat ragu-ragu untuk berbicara. Jemarinya fokus pada gantungan kunci yang ada di tangannya. Matanya tidak berhenti menghindar dari lelaki pilihannya. Terdengar suara helaan napas panjang dari Vanesha, sebelum ia kembali mejelaskan.

"Kunci cadangan aku ada di Vallino. Keluarga aku yang suruh, katanya biar gampang untuk cek aku. Mereka terlalu percaya sama dia. Kemarin aku udah coba minta kunci itu. Tapi dia nggak mau ngasih. Maaf ya, Li... Nanti aku coba minta lagi kuncinya." Perkataan Vanesha terdengar seperti sebuah janji yang ingin ditepati. Rasa bersalah bisa terlihat dari wajahnya. Bukan hal yang mudah untuk Vanesha mengatakan apa yang baru saja ia ucapkan. Hal seperti itu diyakini bisa merubah suasana hati keduanya. Tetapi, Vanesha tidak ingin mengarang kata-kata yang nantinya bisa membuatnya susah di lain hari.

Perubahan raut wajah yang terlihat bahagia kini perlahan menghilang dari Zafran. Pandangannya lurus kedepan, berusaha untuk menghindari tatapan mata yang Vanesha coba berikan padanya. Lantunan lagu dari The Script telinga Zafran seakan kembali mengisi kekosongan yang terjadi di kepalnya.

Oh, these times are hard. Yeah, they're making us crazy. Don't give up on me, baby...

Pusat KecewaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang