Bagian Dua Puluh

715 45 4
                                    

Setelah pertanyaan kemarin, kita sepakat ya untuk ganti visual Aron Vallino? hehehe. Kamu bisa pilih siapapun karakter blasteran indo yang ada dipikiran kamu. Kenapa di ganti? Karena nantinya ada penambahan karakter yang aku bikin dalam cerita ini. Semoga kalian enjoy bacanya. Tulis juga di komentar yaa, di bayangan kalian Aron tuh artis siapa? Atau penyanyi? Atau temen sendiri? haha. Vote/komen/reaction pokoknya semuanya deh kalo bisa aku minta ke kalian. Seneng banget kalo dapet notif ituu. Selamat membacaa

********


Saat ini pandangan Vanesha hanya tertuju pada sendok dan garpu yang ia gunakan. Satu per satu suapan ia masukan ke dalam mulutnya. Menimbang akan semua permintaan yang akan ia katakan pada Zafran. Sedangkan sang pria di depannya terdiam membisu membayangkan kemungkinan buruk yang akan ia dapatkan. Masing-masing dari mereka menciptakan adegan-adegan yang berujung perpisahan.

Vanesha menginginkan kesabaran dari Zafran. Sedangkan Zafran menginginkan komitmen kebersamaan dari Vanesha. Tapi apa yang mereka inginkan tidak akan membuahkan kesepakatan jika tidak ada yang memulai untuk mengatakan.

Dengan gugup dan suara yang terbata-bata, keringat yang terasa dingin membasahi tangannya Zafran mencoba untuk memulai semuanya. Ia berjalan ke arah Air Conditioner di ruang televisi yang mengarah lurus ke arah ruang makan mereka saat ini. Rasa dingin yang menusuk ke dalam kulitnya, membuat Zafran semakin gugup tak berkutik. Setelah menaikkan suhu AC dan menurunkan kecepatan kipasnya. Ia kembali menuju meja makan. Kali ini ia tidak duduk di depan Vanesha, melainkan di sampingnya.

Zafran membuat posisi duduknya menghadap Vanesha menatap wajah cantik itu dengan saksama.

"Nesha, kamu mau ngomong apa?" Ucapnya seraya meraih tangan Vanesha untuk digenggamnya.

"Hmm." Gumam Vanesha yang terlihat sedang merangkai kata-kata. Zafran yang tidak kuat atas ketidakpastian, masih tetap menunggu hingga Vanesha memulai pembahasan.

"Arli, aku harap kamu nggak akan benci aku setelah aku bilang ini." Satu kalimat dari Vanesha membuat debaran jantung Zafran menjadi tak karuan. Genggaman itu semakin erat tak ia lepaskan. Zafran menganggukkan kepalanya seraya menunggu kalimat lanjutan.

"Bagi aku, nggak mudah untuk mendengar semua penjelasanmu waktu itu. Walaupun aku terlihat tenang dan baik-baik saja. Bukan berarti aku bahagia atas semuanya."

Keringat kini bercucuran di dahi Zafran dan itu semua bisa dengan mudah dilihat oleh sang wanita di depan.

"Aku sudah memaafkan kamu Li. Tapi bukan berarti aku bisa nerima kamu kembali begitu saja Arli." Tangan Vanesha yang lainnya kini sudah berada di atas genggaman Zafran.

"Bagaimanapun, aku tidak bisa menerima perlakuanmu yang dengan sengaja selalu ninggalin dan nggak mentingin aku Li."

"Aku bukan prioritasmu dan kamu tau itu. Ada orang yang melihat betapa hancurnya aku yang setiap saat menunggu kedatangan kamu. Ada orang yang melihat betapa tersiksanya aku akan kejadian hari itu." Suasana di apartemen itu tidak terlalu hening, karena sedari tadi televisi area lainnya menyala menayangkan film yang tidak ada penontonya.

"Arli, aku memaafkan kamu. Tapi nggak semudah itu untuk aku atau orang sekitarku menerima kamu." Jemari Vanesha kini membelai lembut wajah Zafran. Zafran merasa terbuai dalam sebuah sentuhan yang dulu selalu ia dambakan. Banyak penyesalan akan yang ia lakukan di masa itu. Jika mengulang waktu merupakan hal yang bisa ia lakukan, maka detik ini tidak akan ada dalam hidupnya. Apakah bisa ia menghapus semua ingatan Vanesha yang penuh dengan derita?

"Sha, aku tau aku banyak melakukan kesalahan. Aku nggak bisa merubah itu semua, karena sudah terjadi dan nggak bisa di lupakan. Tapi aku ingin meminta satu hal. Boleh aku minta kesempatan?" Sorot mata yang terlihat sendu membuat siapapun yang di hadapannya merasa iba. Vanesha merupakan salah satu korbannya. Ia merasakan penyesalan yang sangat dalam dari sang pria. Namun apa daya yang bisa ia lakukan? Bagaimana caranya membuat Zafran kembali di terima oleh orang-orang tersayangnya?

Pusat KecewaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang