Bagian Delapan Belas

530 55 2
                                    

Pagi ini Aron sudah berada di ruang makan apartemen Vanesha, menunggunya bersiap untuk berangkat menuju kampusnya. Aron membawakan beberapa roti untuk Vanesha santap sebagai sarapan pertama. Sedari tadi sampai di apartemen, Aron memperhatikan Vanesha dengan dalam. Ada perubahan sikap yang Vanesha tunjukkan entah apa penyebabnya.

Sejak peristiwa kemarin, Vanesha memilih untuk menjauhi Aron. Tidak ada komunikasi yang biasanya mereka lakukan satu sama lain. Bagaikan menghilang dan tenggelam, Vanesha memilih diam.

Vanesha keluar dari kamarnya, membawa tas berisikan laptop dan beberapa barang. Ia melihat ke arah Aron dan mengajaknya pergi tanpa mengeluarkan kata-kata. Hanya satu lambaian tangan kearah pintu yang membuat Aron mengikutinya dari belakang. Tentu Aron tau, Vanesha memang berubah. Ia sangat tidak suka akan sikap Vanesha saat ini.

Perjalanan yang singkat menuju kampus, membuat Aron berusaha untuk mengajak Vanesha berbicara sebelum mereka tiba.

"Sa, kelas kita masih 30 menit lagi. Ke food court belakang stasiun dulu yuk, sarapan sebentar." Ajaknya yang diamini dengan satu anggukan. Aron sangat tidak menyukai Vaneshanya yang pendiam. Ini bukan dia, kemana Vaneshanya yang periang? Yang selalu menyuarakan hal-hal absurd untuk mereka tertawakan.

Dua buah teh tarik hangat menjadi peneman mereka saat menunggu pesanan makanannya. Kali ini mereka memesan salted egg chicken rice. Sebuah makanan yang menjadi khas kesukaan anak kuliahan. Ayam goreng tepung yang di balut dengan saus telur asin, diolah dengan daun kari dan disajikan dengan telur mata sapi juga irisan cabai merah. Harga yang terjangkau dan rasa yang nikmat membuat menu ini menjadi andalan semua orang.

"Sa, lo kenapa sih? Kenapa dari kemarin nggak ada kabar?" Tanya Aron yang mulai mencoba memulai percakapan.

"Semalem gue ke apart lo, tapi lo nggak ada ya di apart? Gue call dan chat nggak ada jawaban. Lo kemana Sa?" Aron memperhatikan Vanesha dengan saksama, ia memiringkan wajahnya dan memajukannya seakan menuntut jawaban dari seseorang yang ada di depannya.

"Lo udah siap ngomong sejujurnya sama gue Ar?"

"Ngomong apa Sa?"

"Tentang lo, Ka Jay sama Arlian. Ada apa antara kalian?" Tanya Vanesha yang kini mengabaikan kedua alat makannya di atas piring. Tangan kanannya digunakan untuk menopang dagunya. Jemari kirinya ia gunakan untuk mengetuk-ngetuk meja. Aron terlihat kebingungan. Dahinya mengeluarkan buliran keringat yang dapat terlihat dengan jelas.

Setelah penjelasan yang Arlian berikan semalam, Vanesha merasa lebih penasaran tentang sang kakak dan Aron selama ini. Kemarin malam, Vanesha terlihat sangat tenang mendengarkan penjelasan Arlian. Tenang yang terlihat di wajahnya tidak mewakili degupan jantung yang berpacu cepat, kaki dan tangan yang bergetar ia tahan agar tak terlihat. Semua sikapnya ia lakukan agar terlihat tegar di depan sang pujaan.

Baginya, tidak perlu Arlian mengetahui seberapa hancurnya dia saat itu. Mungkin belum saatnya. Penjelasannya malam itu membuat Vanesha merasa sedikit lega. Akhirnya semua kotak-kotak pertanyaan yang selama ini terkunci selama setahun, menemukan kunci yang dapat membukanya. Rasa penasaran akan rasa sakit yang ia rasa kini sudah terjawabkan. Kini, hanya penjelasan tambahan dari Aron yang ia butuhkan.

Aron terlihat gugup, jari telunjuknya ia taruh di depan bibirnya. Bagaikan mencoba memilah kata demi kata agar tidak menjadikan kesalahpahaman yang tak bisa di duga.

"Lo udah bicara sama Zafran? Dia bilang apa?" Tanya Aron yang kini mulai penasaran.

"Kok ngalihin topik?" Vanesha mundur dan merasa kesal dengan ucapan Aron.

"Lo beneran ketemu sama Zafran? Jadi itu alasan lo kemarin ga ada di apart?"

"Gue mau dengar penjelasan lo Ar. Gausah bawa-bawa Arli sekarang."

"Wah gila sih. Baru sebentar aja lo langsung menjauh dari gue ya Sa. Pantesan."

"Balik ke topik Ar. Ada apa antara kalian? Kenapa lo nutupin kebenaran ceritanya?" Tanya Sasa menuntut.

"Lo tau alasannya Sa. Lo lupa kejadian sebulan setelah hari itu? Lo lupa gimana keadaan lo di apart saat Jayendra nemuin lo? Gue sama Jay cuma ngelindungin lo Sa." Ucapnya dengan nada meninggi.

"Itu bukan alasan yang mau gue denger Ar."

"Sa, gue peduli sama lo. Gue sayang sama lo bertahun-tahun. Lo tau tentang itu Sa. Gue ga mau Zafran bikin lo hancur lagi. Gue sama Jay mikir memang seharusnya kalian gausah bersama lagi. Biar lo aman." Ucapnya menjelaskan. Aron menarik tangan Vanesha, menggenggamnya dengan kedua tangannya.

"Ada hak apa kalian mikir gitu Ar? Tau dari mana kalo gue ga akan aman kalo sama Arlian?" Seketika Aron melepaskan genggamannya. Dengusan nafasnya terdengar bagaikan meremehkan.

"Baru sekali ketemu Zafran udah bikin lo kaya gini ya Sa?" Aron merubah posisi duduk, bersandar pada sandaran kursinya. Pandangannya kini tertuju pada pohon-pohon besar yang berada di seberang tempat mereka berada.

Ia kecewa, selama ini hanya Aron yang selalu ada di samping Vanesha. Namun Vanesha bagaikan amnesia atas kehadirannya. Tawa yang terlihat dari wajahnya merupakan upaya untuk menutupi semua rasa sakit yang ia rasa saat ini. Sekuat tenaga ia berusaha menutupi sakit di hati yang kini bagaikan di tusuk berkali-kali.

"Sa, apa lo lupa kalo gue yang selalu ada buat lo Sa? Bertahun-tahun dari lo pacaran sampai lo putus sama dia, gue selalu jadi tempat lo berkeluh kesah." Suara bus yang berdatangan ke halte, menjadikan suasana bising pada sisi food court tempat mereka berada.

"Setiap lo ngerasa kesepian saat ditinggal tanpa kabar, selalu gue yang ada di samping lo. Apa lo nggak lihat gue selama ini Sa?" 


*******

Haiiii. Temen-temen boleh aku minta feedback untuk ceritanya sampai saat ini? Udah mulai ngerasain belum sih perubahan karakter mereka? sampai saat ini kalian masih milih siapa? setelah denger penjelasan Zafran di part sebelumnya, ada yang pindah ke tim Aron ngga?

Looking forward to hear from youuuu

Votenya jangan lupa yaaa. Mungkin kalau kalian suka liat notifikasi update. Kalo aku sukanya liat notifikasi vote. Kaya beneran di dukung aja gitu rasanyaa. Berarti love language aku apa yaa? hahaha

Oiya, jangan lupa kasih kritik dan saran yaa, aku terima kok semuanyaa. makasiii

Pusat KecewaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang