Bagian Tiga

1.3K 95 4
                                    

Ponsel Vanesha tidak berhenti berdering sejak pukul 07.30. Perempuan itu mulai terusik dengan nada telepon dan juga getaran yang dihasilkan dari ponselnya. Ia mengambil ponsel yang berada di atas nakas sebelah tempat tidur yang menampilkan nama Aaron di pada layar.

"Iya Ar..." jawab Vanesha saat mengangkat panggilan.

"Gue bilang juga apa kan! Lo tuh nggak bisa kalo nggak ada gue. Udah 10 kali gue telepon nggak di angkat. Kebo banget emang kalo lagi tidur."

"Bawel," sahut Vanesha tidak terima.

"Kita ada kelas jam 8. 10 menit lagi gue jalan. Kalo dalam 10 menit lo nggak ada di bawah, gue tinggal!" 

"Kenapa buru-buru banget? Kan deket, Ar."

"Ya pokonya gue mau dateng pagi. Kalo kelas nya Mr. Wong pasti pada rebutan duduk di paling belakang. Gue takut ga kebagian. Nggak mau gue kalo harus duduk di depan."

"Iya."

"Jangan nggak mandi ya, Sa. Bau! Gimana mau dapet pacar nanti."

"Yo..."  jawab Vanesha singkat sebelum menutup panggilannya.

Dengan gerakan bagai siput, Vanesha berjalan menuju kamar mandi. 'Padahal hari ini niatnya mau berendem dulu di bathtub, tapi kalo gue telat pasti Aaron ninggalin gue,'  ucapnya dalam hati.

Vanesha berjalan menuju pintu unitnya, ia membutuhkan waktu 15 menit untuk bersiap-siap. Saat memakai sepatu, Vanesha  melihat sosok pria yang sedang berdiri di depan lift apartmen mereka. Vanesha yakin, orang itu adalah salah satu penghuni di unit di lantai 10, yang artinya orang tersebtut pasti salah satu tetangganya. Pria itu mengenakan baju berwarna hitam dengan jaket berwarna coklat dan membawa tas ransel. Masker dan kacamata hitam yang pria itu kenakan membuat Vanesha sulit untuk mengenali wajah tetangganya.

Ting..

Suara yang menandakan pintu lift terbuka, namun Vanesha masih berada di dalam rumah. "Hold the door please, i'll be there soon,"  ucap Vanesha saat melihat pria itu masuk ke dalam lift. Dengan cepat Vanesha menutup pintu apartemen dan mengunci pintu dengan tergesa. Tidak ada satu patah kata yang terdengar dari pria yang kini sudah berada di dalam lift. 

Vanesha masih berlari ke arah lift saat ia melihat pintu lift sudah tertutup. 

"Wah kurang ajar banget tuh orang. Gue udah minta tolong padahal. Emang ya, orang sini tuh gaada yang sabaran sama sekali!" gerutunya dengan kesal.

Vanesha menekan tombol lift untuk menunggu lift selanjutnya. Vanesha sudah yakin bahwa Aaron akan meninggalkannya. Ia tahu betul bahwa Aaron tidak akan menunggunya lama-lama. Lelaki itu tidak akan mau untuk duduk di depan saat pelajan Ekonomi. Mr. Wong merupakan salah satu dosen yang cukup rajin untuk memberikan pertanyaan kepada semua mahasiswa di dalam kelasnya. Terutama kepada semua orang yang duduk di bagian depan kelas

Vanesha dan Aaron mengambil jurusan Internasional Bisnis. Mereka berdua merupakan penerus usaha dari keluarga mereka masing-masing. Keluarga Aaron merupakan pengusaha kelapa sawit, properti dan masih banyak lagi bisnis yang keluarganya miliki. Aaron adalah satu-satunya penerus tahta di keluarga, dikarenakan dirinya adalah anak dan cucu semata wayang yang keluarga itu miliki. Mengharuskan dirinya untuk fokus pada masa depan dirinya dan keluarganya. Beban yang akan di tanggung Aaron adalah beban yang besar. Namun orang tuanya masih memberikan dirinya kebebasan untuk meneruskan pendidikan tanpa harus memikirkan bisnis mereka di negara asal.

Vanesha berjalan dari lift menuju pintu keluar tower. Ia melihat sosok pria tinggi yang berkutat pada ponselnya.

"Ar, masih disini? Kirain udah pergi, Ar."

"Lo tuh ya, gue bilang sepuluh menit. Mana sepuluh menit gue tanya? Udah 20 menit gue nungguin lo, Sa."

"Gue udah cepet-cepet Ar. Tadi ada tetangga gue gatau unit mana, gue minta tolong dia nungguin biar tahan pintu liftnya. Eh dia malah ninggalin gue, Ar. Padahal gue udah buru-buru. Emang bener ya, orang Singapur maunya serba cepet."

"Itu mah emang karena lo tuh lelet, Sa. Kaya sloths. Lo tau sloths nggak? Kukang? Kaya lo tuh lama banget, mana telat mulu kerjanya," ucap Aaron dengan nada yang tinggi.

"Yaudah ini mau ngomel terus, atau jalan nih kita?"  tanya Vanesha enggan mendengar ocehan dari Aaron. Pria itu terdiam dan berjalan lebih dulu meninggalkan Vanesha dengan Alis yang bertaut rapat, membentuk garis tegas di tengah keningnya.

"Tuh kan gue di tinggal, semalem ngomong sayang-sayang. Di gombalin, terus di tinggalin gue sekarang!" rajuk  Vanesha yang masih berdiri di tempat.

"Ah berisik lo, Sa," sanggah Aaron berjalan tanpa melihat ke arah belakang. "Kalo gue nggak sayang, nggak mungkin gue tetep nungguin lo selama itu," lanjutnya.

Vanesha tersenyum mendengar ucapan Aaron, kata-kata itu membuatnya berlari mengejar pria yang sudah jauh di depannya. Vanesha mensejajarkan langkahnya untuk bersama-sama berjalan menuju kampus yang berjarak lima belas menit dari tempat tinggal mereka.

Pusat KecewaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang