1. Tentang Jendra

5.5K 184 2
                                    
















Duduk di kelas, cahaya matahari pagi menembus jendela di mana dirinya tengah sibuk memperhatikan seorang guru yang tengah menjelaskan sejarah bagaimana Belanda dahulu menjajah. Sejujurnya lelaki yang akan genap berusia tujuh belas tahun bulan depan itu sedikit menyimpan minat pada pelajaran tersebut, maka mata yang akan ikut tersenyum saat ia tersenyum itu begitu fokus mengarahkan atensinya.

Rajendra Wiratama, lelaki yang lahir di Kota Bogor hampir 17 tahun yang lalu itu selalu menjadi yang paling rajin datang ke sekolah, ia bahkan sengaja menyibukan diri lantaran merasa sekolah rasanya lebih nyaman di banding seluruh tempat di dunia yang pernah ia singgahi. Jendra remaja itu akrab di sapa, bahkan tak menyukai bagaimana oksigen mengisi rongga dadanya, tak menyukai bagaimana tawa oranglain yang terlihat bahagia di sekitarnya, tak menyukai bagaimana sebuah keluarga saling menyayangi satu sama lain. Alasannya sungguh sederhana, karena Jendra, tak pernah memiliki itu semua.

Berbeda saat di sekolah, Jendra dapat bertemu ketiga teman dekatnya yang menyebalkan, terutama yang satu, sosok yang akrab sekali dengannya sejak ia pindah dari Bogor ke Jakarta. Teman sekaligus tetangga seberang rumah yang kerap kali merecokinya dengan seribu tingkah yang sering membuatnya sakit kepala, bahkan sosok itu memilih duduk sebangku dengannya di sekolah. Jendra merasa heran mengapa yang satu itu selalu menempel padanya seperti nasi yang lengket.

"Fokus banget, emang yakin masuk ke otak semua?" Ujarnya dengan nada menyebalkan. Nathan Purnapraja, sahabat dekat, sebaya dengannya, anak seorang tentara namun tingkahnya mungkin akan membuat ia kena pukul setiap hari oleh ayahnya karena sangat merepotkan.

Jendra tak menjawab, ia hanya menghela napas sekali bahkan tak melirik. Terlalu malas di tambah Jendra tak tidur semalaman dan butuh fokus yang tinggi untuk belajar.

"Jen, gue laper, cabut kantin aja, yuk?" Nathan berujar lagi lantaran tak puas karena tak mendapat jawaban dari sang sahabat, "Jennnn," Nathan merengek sembari menggoyangkan lengan Jendra membuat lelaki yang tengah fokus itu akhirnya menoleh.

"Berisik, lo mending tidur lagi. Kalo enggak, lo ajak Haikal aja sana." Ya, Haikal adalah sahabat Jendra yang lain, lelaki berkulit sawo matang yang juga terlihat tak bisa diam di kursinya dan duduk sebangku dengan Rafael, teman mereka yang satunya. Kecil, bawel dan galak, kira-kira begitu definisi si cabe rawit itu maka tak heran jika kemudian Jendra dapat melihat dari sudut matanya jika Haikal mendapat pukulan di kepala menggunakan sebuah buku yang lumayan tebal.

Suara teriakan agak nyaring dari Haikal membuat seisi kelas menoleh, Nathan segera terkikik geli saat guru menghampiri Haikal lalu menariknya menuju ke depan kelas lalu menceramahinya. Bukan hal baru, tingkah Haikal memang sedikit lebih menyebalkan di banding Nathan. Jika bisa Jendra bilang Haikal itu hiperaktif hingga membuat siapapun yang berada di dekatnya akan segera memukul anak itu.

"Gak heran sih, dia pasti kena pukul sama si Rafa," Ujar Nathan seakan tak sadar diri.

"Lo juga pantes kena pukul," Ujar Jendra tanpa melihat ke arah Nathan tangannya fokus menulis apa yang di tulis di papan.

"Tapi lo sayang, kan, Jen sama gue," Nathan mulai melakukan aksinya, menggelayuti Jendra sembari mengedipkan mata genit. Karena merasa aktifitas menulisnya terganggu Jendra menjauhkan kepala Nathan dengan telunjuknya.

"Sana, gue gak mau ikut bego kayak lo."

"Ish, jahat banget, gue bilangin ke Papi gue lo jahat!"

Jendra tak menggubris memang begitu Nathan selalu mengancam akan melapor pada ayahnya mentang-mentang berpangkat tentara.























Alarm || Lee Jeno, nct dream √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang