30. Duka

1.5K 115 7
                                    


















Untuk sesaat, telinga Nathan terasa berdenging, sosok dokter di hadapannya nyaris kabur dalam penglihatan Nathan. Ia tak percaya, bahkan ucapan sang dokter seakan hanya sebuah fatamorgana. Nathan tak percaya, remaja itu menggelengkan kepalanya ribut.

"No, enggak, gak mungkin! Gak, Dokter bohong, kan!" Nathan mulai menangis ia histeris, tangannya meraih tangan dokter perempuan itu dan menggoyangkannya dengan kencang, "NGGAK DOK, ENGGAK, DOKTER PASTI BOHONGKAN, JENDRA GAK MUNGKIN MENINGGAL, DOKTER BOHONG!" Nathan berteriak dengan tak terkendali hingga beberapa perawat di sana mulai berusaha menenangkan.

Kabar itu bak mimpi buruk baginya, namun tak ada sedikitpun kebohongan yang tersirat, Nathan tidak sedang bermimpi karena ia memukuli kepalanya mencubit dirinya sendiri dan merasakan semua rasa sakit yang membawanya pada kenyataan terpahit yang ia alami.

Di tengah keributan itu, tetiba seseorang datang dengan sedikit berlari, perempuan itu menghampirinya dan dengan wajah panik bertanya, "kenapa? Ada apa?" Itu Nadine, ia mulai memiliki firasat buruk.

"Ibu bisa bicara--"

"Tante, Dokter bilang Jendra udah meninggal, enggak Tante, enggak kan!" Ujar Nathan sembari terus menangis.

Mendengar perkataan remaja itu Nadine menatap tak percaya, kesedihan serta merta menghampiri perasaannya, ia menatap ke arah dokter yang wajahnya juga sudah layu, air mata terlihat menggenang di sana, "D-dok, enggak kan?" Nadine bertanya dengan putus asa.

Namun gelengan kepala dokter perempuan itu membuat Nadine seketika menggelap, ia terjatuh tak sadarkan diri.

















Saat terbangun dari pingsannya Nadine berada dalam dekapan Nathan yang masih terdengar suara isak tangis di sana, Nadine mencoba mengingat penyebab dirinya pingsan, ia melihat genggaman tangan Nathan pada tangannya mengerat.

"T-tante .... " Ujar Nathan sembari terus terisak.

"Na, Jendra- Jendra anak Tante udah pergi, Jendra ninggalin Tante sendiri, Tante sendirian Na ...." Ujar Nadine dengan tangis yang begitu kencang. Nathan hanya dapat berusaha kuat, menenangkan sosok perempuan yang tengah hancur itu.

"Tante ... Tante yang sabar, yah, Nathan juga sedih, Nathan gak percaya semua ini terjadi."

"Jendra di mana sekarang, anak Tante di mana?"

Nathan tergugu kembali saat mengingat Jendra sudah di siapkan untuk di bawa pulang menggunakan ambulance, "Jendra lagi di siapin buat di bawa pulang, Tante, Mami sama Papi yang urus semuanya."

Nadine kembali menangis, ia belum percaya jika semuanya terjadi. Hatinya hancur berkeping-keping, ia pikir ia sudah merelakan apapun yang terjadi pada sang putra, namun nyatanya kepergian Jendra memukulnya dengan telak.
















Semua orang datang dan pergi, silih berganti menyampaikan bela sungkawa atas kepergian Jendra, Haikal juga Rafa sudah berada di rumah tempat Jendra di semayamkan sebelum di bawa ke pemakaman. Nathan dengan pakaian serba hitam juga kantung mata yang membesar senantiasa menemani Nadine yang masih setia menggenggam tangan Jendra yang sudah rapih di dalam peti mati.

Nathan menatap tampilan tampan Jendra di sana, mengenakan jas terakhirnya dengan perasaan yang begitu berantakan. Haikal dan Rafa juga berada di sana terus berusaha tegar walaupun sudah sejak kabar kepergian Jendra mereka menangis tersedu.

Di tengah kedukaan yang tengah melanda, dua orang lelaki yang tiba-tiba datang dan sedikit mengundang reaksi membuat Nadine maupun Nathan mengalihkan atensi. Terlihat di sana sosok yang bertahun tak pernah Nadine lihat.

Tentu saja Nadine mengenalinya, lelaki yang menjadi salah satu penyebab keadaan berakhir menyedihkan, seseorang yang pantas di mintai pertanggung jawaban atas apa yang terjadi.

"Hardian, Matthew .... "



















Tbc ...

Meninggal betulan ya guys bukan mimpi :")

Alarm || Lee Jeno, nct dream √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang