7. Deeptalk

1.3K 97 1
                                    

















Nathan dan Jendra berada di kamar Jendra, Nathan bahkan telah mengganti pakaiannya dengan piyama berwarna merah muda kesukaannya. Agenda Nathan di kamar Jendra malam itu adalah menginap, setelah Jendra menghilang tiba-tiba rasanya ada sedikit ketakutan dalam diri Nathan, takut jika Jendra akan pergi lagi entah kemana menghilang dari pengawasannya.

"Jen, mau deeptalk, gak?" Tanya Nathan tetiba membuat Jendra yang tengah memainkan game di ponselnya berhenti sejenak.

"Deeptalk? Mau ngomongin apa, kita ketemu tiap hari."

"Emang orang kayak lo itu gak paham sama gini-ginian, gak heran kalo selama ini lo jomblo."

"Gue jomblo karena ulah lo," Canda Jendra yang malah di sambut mata yang memicing oleh Nathan.

"Lo cuma gak tau sesayang apa gue sama lo, mungkin lebih dari sayang Tante Nadine ke lo."

"Kalo itu gue setuju."

Nathan yang tadi berniat hanya bercanda malah jadi sedih, memang tak heran jika Jendra berpikir seperti itu. Bahkan jika saja Maminya Nathan tak berinisiatif memberikan makan malam untuk Jendra mungkin anak itu akan kelaparan karena ibunya bahkan belum pulang hingga malam hari entah kemana.

"Sejak lo pindah ke sini dan jadi tetangga gue, gue jadi gak ngerasa kesepian lagi sebagai anak tunggal. Lo tau, kan, di lingkungan ini cuma kita yang sebaya, gak ada tuh anak-anak seumuran kita di perkomplekan ini."

Jendra setuju, rata-rata yang tinggal di komplek perumahan mereka berprofesi sebagai abdi negara dan banyak rumah hanya di jadikan tempat singgah saat hari-hari besar, kebanyakan mereka menetap di rumah dinas yang telah di sediakan oleh pemerintah entah apa alasannya. Tetapi walaupun bukan rumah dinas khusus, termasuk rumah yang Jendra dan sang ibu tempatipun merupakan warisan dari almarhum sang kakek yang merupakan purnawirawan.

"Hm, iya gue setuju," Jawab Jendra singkat, matanya memang masih fokus pada ponsel yang telah berganti menjadi sebuah artikel yang tengah Jendra baca, namun telinganya fokus mendengarkan Nathan.

"Sebelum lo dateng ke sini, sebenernya gue hampir punya adik."

Mendengar itu Jendra yang awalnya fokus kini menoleh, sejujurnya ia baru mendengar soal itu setelah sepuluh tahun lebih mereka mengenal, "gue baru denger?"

"Iyah, soalnya gue sedih banget tiap inget gimana sedihnya Mami waktu keguguran. Jadi gue gak mau cerita sama lo gue takut nangis."

"Lo udah sering banget nangis di depan gue btw."

"Jen please," Nathan mulai lelah dengan celetukan Jendra yang menyebalkan.

Jendra tersenyum lalu mengusak kasar rambut Nathan, "bercanda," Ujar Jendra yang akhirnya membuat Nathan kembali tersenyum.

"Tapi, Jen."

"Hm?"

"Ada hal yang pernah bikin gue lebih sedih dan gak berhenti nangis mungkin sekitar 3 hari dan lo gak pernah tahu ini. Sebenernya ini rahasia sih, soalnya kalo gue ceritain ini takut lo geer."

"Terus kenapa lo tetiba pengen cerita kalo rahasia?" Tanya Jendra yang segera mendapat pukulan pedas di jidat dari Nathan.

"At least, lo harusnya kepo, ya, setan," Nathan memaki meluapkan kekesalannya.

"Yaudah, apaa?" Jendra meletakan ponselnya dan sepenuhnya fokus pada Nathan.

"Waktu umur kita 10 tahun, atau 11 gue gak terlalu inget, lo pertama kali pingsan itu, lo inget gak?"

Jendra berpikir sejenak, lalu mengangguk, seingatnya itu saat dirinya sempat di opname dan nyaris mengalami gagal jantung, ia ingat saat mengalami sesak napas yang hebat. Kata sang ibu Jendra bahkan tak sadarkan diri selama tiga hari.

"Yang kata Mama, gue gak sadar selama tiga hari?"

Nathan mengangguk, "gue pikir lo bakalan mati. Soalnya gue liat foto lo lagi di pasang kabel-kabel gitu, itu, kan, pertama kalinya gue tau lo ada kelainan jantung bawaan jadi ya gue nangis sejadi-jadinya. Sampe lemes, kata Mami gue udah mau pingsan, gue gak mau di tinggalin lagi, gue gak mau sendiri lagi."

Jendra mengerti, sejujurnya persahabatannya dan Nathan merupakan hubungan yang saling membutuhkan, dimana Nathan akan sangat kesepian jika tak ada dirinya begitupun sebaliknya. Jadi jangan heran jika mereka sangat dekat satu sama lain dan saling terhubung bagai jantung dan nadi.

"Jadi, lo harus banget jaga kesehatan, lo, yah, Jen. Lo gak mau kan, liat sahabat lo yang manis dan menggemaskan ini nangis sampe pingsan?"

"Mau."

Jawaban iseng Jendra sontak mendapat cubitan dari Nathan pada bagian perutnya, "nyebelin anjir, sumpah!"

Jendra hanya tertawa, mengisengi Nathan adalah salah satu sumber kebahagiaannya.


























Tbc ...










Alarm || Lee Jeno, nct dream √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang