Jendra membuka matanya perlahan yang pertama kali tertangkap matanya adalah silau dari lampu yang berada tepat di atas kepalanya, lalu ia merasa banyak sesuatu yang merangkap tubuhnya, napasnya terasa terhalang sesuatu dan sekujur tubuhnya terasa amat lemah. Matanya perlahan melirik ke kanan dan kiri lalu ia menyadari monitor dengan suara decitan familiar terdengar. Rumah sakit, adalah satu tempat yang terlintas dalam benaknya, dirinya berada di rumah sakit, tetapi mengapa ia masuk ke rumah sakit Jendra belum dapat mengingatnya.
Tak lama kemudian seseorang berpakaian hijau muda terlihat masuk ke dalam ruangan, membawa beberapa alat medis lalu memeriksa keadaannya dengan sedikit tergesa.
"Mas Jendra, Mas denger saya?" Ujarnya setelah menyenteri mata Jendra untuk melihat respon sang remaja.
Jendra berkedip dua kali sebagai balasan lalu tak lama sosok perawat itu kembali pergi meninggalkannya. Yang Jendra pahami adalah hasil pemeriksaannya mungkin tak terlalu buruk. Lalu tak berselang lama sosok lain muncul dari balik pintu, pupil Jendra melebar karena sosok itu memasuki ruangan dengan lelehan air mata dan keadaannya yang terlihat tidak baik.
"Jendra, Nak, maafin Mama," Begitu ujar sang ibu yang menggenggam tangannya sembari menangis.
Ya, sosok Nadine yang masuk ke dalam ruangannya dengan terisak. Jendra merasa sedikit bersalah membuat sang ibu khawatir padahal ia sudah berjanji pada dirinya sendiri agar tak sering membuat Nadine menangis.
Sesungguhnya Jendra ingin sekali meraih Nadine lalu memeluknya namun ia tak berdaya karena sebagian besar tubuhnya telah di pasangi berbagai macam alat medis yang Jendra tak tahu apa. Ia merasa bersalah karena tempo hari memulai pertengkaran dengan sang ibu tanpa mau mendengarkan apa yang terjadi atau bertanya secara baik-baik.
Jendra perlahan menggerakan tangannya mencoba membalas genggaman tangan Nadine.
"Sayang, cepet sembuh maafin Mama yang egois, Mama minta maaf kurang perhatiin kamu, Mama minta maaf gak bisa jaga kamu dengan baik. Jendra mau maafin Mama?"
Jendra mencoba menggerakan tangan sekuat tenaga mengusap ibu jarinya pada punggung tangan Nadine sebagai jawaban. Lalu perempuan itu kembali menangis keras membuat air mata Jendra luruh juga, sejujurnya di balik segala kelakuan buruk sang ibu Nadine tetaplah sosok ibu yang bertanggung jawab dalam hidupnya. Jendra tidak ingin melihat Nadine terluka karenanya.
"Maafin Jendra Ma," Ujar Jendra dalam hati.
***
Nathan melihat Nadine keluar dari dalam ruangan yang segera membuat remaja itu bangun dari posisi duduknya, sejatinya Nathan memang menunggu giliran untuk melihat bagaimana keadaan Jendra karena di haruskan bergantian jika ingin masuk, itupun dengan menggunakan baju medis yang steril.
"Nathan udah boleh masuk Tante?" Tanya Nathan yang di angguki oleh Nadine.
"Masuk aja Sayang, Jendra udah sadar tapi masih belum bisa ngapa-ngapain. Kamu coba ajak ngobrol, tadi perawatnya juga bilang gitu."
Maka Nathan bergegas memasuki ruangan setelah menggunakan pakaian medis lengkap dengan pelindung kepala, mata bulatnya segera menemukan tubuh Jendra yang tertidur di atas brankar dengan berbagai macam kabel dan alat medis terpasang di tubuhnya. Satu hal yang pertama kali Nathan lakukan adalah menangis, mana mungkin ia tahan melihat kondisi Jendra yang sangat menyedihkan.
"Jendra ..." Nathan menunduk lalu menggenggam tangan Jendra yang masih terpasang infus secara perlahan, "L-lo udah gak apa-apa?" Tanya Nathan dengan suara tersendat, ia sesenggukan. Jendra dengan lemah menganggukan kepalanya sebagai jawaban.
"Lo harus sehat terus ceritain sama gue kenapa lo bisa sampe kaya gini! Asal lo tau semua pelakunya udah di panggil ke ruang BK. Lo harus sembuh dan bales mereka gue bakal bantu pukulin mereka."
Jendra kembali mengangguk ia merasa lucu melihat Nathan menangisinya, walaupun ia tahu Nathan sangat mengkhawatirkannya.
"Lo harus sembuh, gue, Haikal sama Rafa bakal traktir lo makan enak kalo lo udah masuk sekolah lagi."
Jendra membalas dengan lemah genggaman Nathan pada tangannya lalu merematnya perlahan berharap Nathan mengerti jawabannya. Lagipula ia harus mencari tahu apa yang benar-benar terjadi sebelum ia di bawa ke rumah sakit karena ia hanya mengingat pukulan terakhir Radi pada perutnya.
Tbc ...
Ayo tinggalkan komentar dan vote kalian!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Alarm || Lee Jeno, nct dream √
FanfictionRajendra tak pernah bisa menjalani hidupnya sebagai orang normal, setelah orangtuanya bercerai, juga penyakit yang di deritanya sejak lahir. Lunatic Moon 2023