3. Botol Air

1.9K 115 1
                                    



















Jendra telah duduk di kursi belakang mobil milik ayah Nathan bersama Nathan tentunya. Nathan merupakan anak tunggal yang selalu di hujani dengan kasih sayang kedua orangtuanya, sang ibu begitu memperhatikan segala kebutuhan Nathan dengan baik, sang ayah selalu menyayangi Nathan di balik sikap tegasnya. Apakah Jendra merasa iri? Tentu saja, bagaimana tidak, sejak usia 6 tahun ibu dan ayahnya telah bercerai ia berpisah dengan saudara satu-satunya yang ia miliki, Kakak laki-lakinya ikut bersama sang ayah dan menetap di luar kota sementara ia dan ibunya tinggal berdua saja dan hingga saat itu Jendra tak pernah lagi bertemu dengan Kakak dan Ayahnya.

Nadine sedikit keras jika bersangkutan dengan mereka, bahkan Nadine cenderung melarang Jendra untuk membahasnya. Lalu, apakah sang ayah memiliki strata ekonomi yang buruk hingga kedua orangtuanya bercerai? Jawabannya adalah sama sekali tidak, ayahnya adalah seorang kontraktor yang sukses, juga Jendra pernah mendengar bahkan sang Kakak yang hanya berjarak usia empat tahun darinya tengah berkuliah di luar negeri.

Mengapa hanya dirinya yang mengalami kemalangan dan apakah Jendra merasa marah kepada sang ibu? Tentu saja sesekali sempat terlintas namun saat irisnya menatap wajah kuyu Nadine yang kelelahan bekerja untuk menafkahi hidup mereka Jendra tak sampai hati marah kepada perempuan yang telah melahirkannya tersebut.

"Gimana kata dokter,  gue denger kemaren lo abis check up?" Tanya Nathan memecah keheningan.

"Ya begitu," Jawab Jendra sembari membaca sebuah artikel pada ponselnya. Terkadang Nathan muak melihat Jendra terus menerus belajar.

"Yang jelas bisa gak sih, kalo ngomongtuh panjangan dikit," Nathan jadi kesal. Memang kalau bicara itu berbayar hingga sahabatnya itu sangat hemat bicara.

"Rahasia." Jawaban singkat Jendra lagi-lagi mampu membuat Nathan mengomel sendiri namun tak di hiraukan oleh Jendra. Sejujurnya cerewetnya Nathan merupakan pengobat keheningan pada dunia Jendra. Maka dari itu ia lebih suka melihat Nathan mengomel daripada diam-diam saja.

















***








Setelah mata pelajaran matematika usai, pelajaran selanjutnya merupakan pelajaran yang sangat amat membuat Jendra rendah diri. Bagaimana tidak, pejaran olahraga merupakan sebuah hal yang nyaris mustahil Jendra lakukan. Bahkan seingatnya selama hampir tiga tahun ia bersekolah, Jendra hanya mengikuti tiga kali aktifitas olahraga ringan, seperti lempar jauh ia hanya perlu berdiri dan melempar tongkat sejauh yang ia bisa.

Tidak seperti Haikal yang terlihat bergabung bermain basket di lapangan, atau Nathan dan Rafael yang sibuk dengan bola volinya, sementara Jendra hanya duduk di sisi lapangan sembari memperhatikan keseruan yang sangat ingin ia rasakan.

"Jen," Sebuah suara mengalihkan atensi Jendra, ia dapat melihat sosok perempuan mengenakan seragam olahraga sama sepertinya. Perempuan berwajah blasteran itu menyodorkan sebotol air mineral padanya. Tentu saja Jendra mengenali perempuan ini. Seorang wakil ketua osis, most wanted yang di idamkan pria satu sekolah namun semua orang tahu jika Karel hanya menyukai Jendra seorang. Walaupun Jendra selalu mengabaykannya.

"Gak usah, gue gak ikut olahraga," Tolak Jendra sehalus yang ia bisa walaupun agaknya masih terdengar kasar.

"It's okay, walaupun gak olahraga lo harus tetep minum, kan?"

Merasa malas untuk berdebat, Jendra akhirnya mengambil botol tersebut. Namun tanpa di duga tiba-tiba seseorang merebut botol itu dari tangan Jendra.

"Aduh kebetulan gue haus, boleh minta, kan, Jen?"

Siapa lagi pelakunya kalau bukan Nathan, Karel sendiri tahu jika Nathan selalu saja mengganggu aksi pdktnya pada Jendra. Seakan Nathan adalah musuh bebuyutannya dalam mendapatkan atensi Jendra. Tanpa rasa malu Nathan meminumnya bahkan hingga nyaris habis hal tersebut sedikit menyulut emosi Karel, perempuan itu kemudian berdecih.

"Itu gue kasih buat Jendra, kenapa lo yang habisin?" Tanya Karel dengan nada bicara sinis.

"Gue udah minta, Jendra ngebolehin. Iya, kan, Jen?"

Jendra menghela napasnya, lelah sekali dengan kelakuan manusia-manusia itu, "Kar, Sorry, nanti gue ganti airnya--"

"Tapi itu bukan salah lo, dia yang harusnya minta maaf," Karel menunjuk Nathan dengan jarinya yang tentu saja membuat seorang Nathan ikut terbakar.

"KOK LO NYOLOT!" Nathan tak terima.

Mendengar teriakan Nathan yang melengking Rafa dan Haikal yang sebelumnya tengah berbagi minuman di tempat terpisah segera menghampiri.

"Weh wehhh, santai atuh," Haikal mencoba menengahi karena Nathan sepertinya bisa saja menjambak rambut Karel sangking kesalnya.

"Kenapa, kenapa, ada apa," Rafa turut menyahuti.

"Udah, biar gue yang ngomong sama Nathan. Kar, sekali lagi gue minta maaf." Ujar Jendra sebelum akhirnya pergi menyeret Nathan ke taman belakang sekolah.

























Tbc ...

Thankyou for reading, jangan lupa vote dan komentari!!!!






Alarm || Lee Jeno, nct dream √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang